Minggu, 16 Juni 2013

FF : Single 'gay' parent


Single ‘gay’ Parent


Author:  Mei F.D

Main cast :

·         Wu Yi Fan/ Kris EXO M

·         Dennis Kane

·         Lee Hyuk Jae

·         Other cast (Minah, Vanessa, Kim Jongdae)

Length : oneshot

Genre : married life, family, romance dikit, brothership, comedy kriuk=_= , mesum mode on, series

PG : 17+(?) bawahan dikit(?)

Hai author datang lagi dengan segala kegajean dari keluarganya Kris + Hyukjae yang ikutan rusuh kkk. Gausah bacot. Lets cekidooot.

Jangan lupa follow twitter ane :3 meiokris
***
Kris’s POV
                Aku masih sibuk menyelesaikan laporan keuangan dari rumah sakit yang akan di kirim ke email ayahku yang berada di London, beliau memintaku untuk mengirimi perkembangan rumah sakit yang sudah beliau bangun sejak aku masih berumur belasan tahun.
                Krieettt.. terdengar suara pintu ruang kerjaku di buka dari luar, Minah istriku datang membawakan segelas minuman untukku.
                “ini kubawakan susu coklat hangat untukmu” dia berjalan menghampiriku, baju tidur lucu berwarna pink itu terlihat kebesaran di tubuh mungilnya. Aih, menggemaskan.
                “thanks..” ujarku tersenyum, tanganku terulur untuk meraih gelas dan menyesapnya pelan.
                “mmhh... Kris.. mhh..”
                Yayaya, semenjak menikah dia sudah jarang memanggilku Oppa, alasannya karena aku tak pantas di panggil Oppa, kita Cuma berbeda tiga tahun, aku bukan orang Korea asli dan dia mencoba memanggilku gege dengan aksen Korea kental yang menggelikan di kupingku. Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkan dia memanggilku sesuka yang dia mau.
                “apa sayang?” tanyaku sambil terus memfokuskan pandangan pada layar laptop.
                “aku.. aku besok mau pergi dengan Hyeri ke Incheon, ada urusan yang harus kuselesaikan” samar-samar aku melihat ia menggigit bibir bawahnya menunggu izin dariku.
                “oh, itu berapa lama?”
                “Cuma sehari, tapi aku pulang larut malam dan harus pergi pagi-pagi sekali, kau tak keberatan kan mengurus Dennis?”
                “it’s OK baby, no problem” aku memandangnya, tanganku terulur mengusap pipinya perlahan.
                Dia tersenyum sumringah, “ ah syukurlah, jangan lupa besok pagi kau harus mengantarkannya ke sekolah, ingat besok hari pertamanya masuk sekolah”
                “hmmm...” aku kembali memainkan tombol keyboard di layar laptopku.
                “jangan lupa menaburkan bedak di tubuhnya setelah dia selesai mandi, fotocopy akte kelahirannya juga di bawa ke sekolahnya, kalau sudah siang jangan lupa berikan dia sus....”
                “sssttt...” aku menghentikan ucapannya dengan menaruh ujung telunjukku di depan bibir mungilnya, “tenanglah, aku bisa mengurusnya sayang. Tidurlah..”
                “ahh yasudah kalau begitu, aku tidur lebih dulu” Minah mulai beranjak dari tempatnya berpijak sampai gerakannya terhenti ketika merasakan lenganku yang melingkari pinggangnya.
                “ma...mau apa?” tanyanya gugup, wajahnya berubah merah merona, astaga kau masih saja malu dengan suamimu ini!
                “mana ciuman selamat malam untukku?” aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan membimbingnya untuk duduk di meja kerjaku.
                Cupp~~ dia mendaratkan bibirnya di permukaan pipiku, “sudahkan? Lepaskan aku..” ujarnya memelas ketika dirasa ia mulai terdesak karena tubuhku yang mulai menghimpitnya.
                “hmmm..hmm..” aku membuat gerakan penolakan, kuraih tengkuknya dan kecium bibir merahnya perlahan.
                “mmhhh...” tangannya yang bebas memukul-mukul dadaku menyuruhku untuk berhenti, aku tertawa dalam hati ketika gerakan tangannya mulai melemas, ia membiarkanku untuk mencecap dan merasakan bibirnya yang mungil itu.
                Ahh, “tidurlah..” ujarku sambil mengacak rambutnya pelan.
                Ia memelototiku,”kau ini, bisa tidak untuk tidak menciumku setiap hari?” protesnya.
                Aku meringis melihat bibirnya yang terlihat semakin merah dan penuh sehabis kucium, “jangan harap.” Aku terkekeh.
                Dia mendengus kesal sampai akhirnya meninggalkanku sendirian di ruang kerjaku.
                “kau tidak mengatakan ucapan selamat malam untukku?” teriakku.
                “jangan harap!!” teriaknya dari luar. Aku tersenyum geli melihat tingkahnya dan kembali meneruskan pekerjaanku.
**
                “Kris..”
                Aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku dan memanggilku, ah Minah, bahkan dalam mimpiku pun dia selalu hadir walau Cuma sesaat.
                “Kris aku mau berangkat sekarang..” guncangan di tubuhku semakin kuat. Aih, ini bukan mimpi?  Aku semakin merapatkan tubuhku memeluk tubuhnya yang kurasa semakin empuk.
                “Kris Wu Fan berhenti bermesraan dengan guling itu! Aku mau pergi sekarang!”
                Guling? Aku mengintip dari balik celah mataku, samar-samar kulihat benda yang kupeluk daritadi. Astaga, kukira Minah.
                “ahh..iya.. ini jam berapa?” aku menguap sebentar menatap ke arahnya yang sudah berpakaian rapi.
                “jam 6, Hye sudah menjemput, aku pergi sekarang..” dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku yang akhirnya dia berhenti sejenak sampai bibirnya menyentuh keningku.
                “BAH, pemberi harapan palsu.” Dengusku saat ia tak jadi mencium bibirku.
                Minah tersenyum menang dan mengajakku untuk mengantarnya ke depan.
                “Pagi Mr. Wu” sapa Hyeri temannya Minah, “kau terlihat tampan sekali”
                Aku tersenyum samar, entah sapaannya pagi ini untuk mengejekku atau mengatakan dalam artian sebenarnya.
                “jagakan isteriku..” pesanku pada Hyeri.
                “sip bos!” Minah mendelik kesal ke arahku seakan mengatakan, aku-sudah-besar-tuan.
                “hey..hey.. jangan menatapku seperti itu..” ujarku geli sambil mencubit hidungnya, “hati-hati di jalan..”
                Minah tetap saja menunjukkan wajah cemberutnya padaku sampai ketika ia memasuki bus bersama Hyeri, aku tersenyum melepas kepergiannya.
                Ku lirik jam dinding, ahh~ masih jam 06.15. aku bisa melanjutkan tidurku sebelum Dennis bangun.
                Aku kembali ke kamarku, aku melirik diriku sekilas di cermin, rambut acak-acakan dengan kaos baju tipis dan celana pendek selutut khas lelaki bangun pagi, salah satu dari poin ke sekian pesona tampan dari diriku, pantas saja Hyeri tanpa sadar mengeluarkan pujian kepada lelaki yang sudah beristri ini. Aku terkekeh.
                Aku menggulingkan diriku di atas ranjang dan berniat untuk tidur lagi sampai akhirnya tangisan dari Dennis terdengar di kupingku.
                “EOMMAAA!! APPA!!”
                Astaga! Aku mengacak-acak rambutku, ini Senin dan aku meliburkan diri agar bisa merawat Dennis dan bisa sedikit menikmati tidur lebih lama, bahkan ini masih terlalu pagi untuk memulai aktivitas antara ayah dan anak.
                Aku berjalan gontai menuju ke kamar Dennis.
                “Appa..... hiks...hiks..”
                Aku mendapati tubuh anak semata wayangku yang terduduk di samping ranjang sambil menangis, “aduh sayang.. sudah besar kenapa masih saja menangis? Uljimaaa~” aku mencoba menenangkan Dennis.
                “hiks..hiks...” Dennis menghambur ke pelukanku, “mana eomma?”
                “Eomma pergi bersama temannya sayang..” aku mencoba menenangkannya, mendekapnya erat sambil sesekali mengelus airmata di pipinya.
                Dennis masih sesenggukan di pelukanku sampai akhirnya tangisnya berhenti dan ia sudah berlari-lari keluar memintaku untuk memandikannya.
                “Dennis... pakai dulu bedak sama bajunya...” aku melakukan ritual pagi yang setiap hari dilakukan istri tercintaku, kejar-kejaran bersama Dennis.
                “Shireo...” dia terus berlarian memintaku untuk terus mengejarnya, aku terduduk di sofa.
                “terserah kalau Dennis tidak mau pakai baju, appa tak mau mengantar Dennis ke sekolah.” Aku berpura-pura merajuk.
                “ahh.. appa.. Dennis kan mau ketemu Nessa sama guru2...” dia mulai mendekatiku dan menarik-narik ujung bajuku.
                “No, appa mau tidur ah~ ” aku berpura-pura memejamkan mataku.
                “iya appa Dennis mau pakai baju...” sungutnya. Yes! Kau salah melawan iblis tua anakku. Aku terkekeh dalam hati dan langsung duduk untuk memakaikannya baju.
*
                “Appa sudah tampan belum?” aku memamerkan baju kaos hitamku yang baru kubeli kemarin, yah hari ini aku pengin terlihat santai, bosan dengan pakaian kantorku.
                “sudah-sudah” Dennis yang sudah siap di meja makannya duduk untuk menerima sarapan pagiku.
                Aku yang tak terbiasa berkutat dengan dapur ini terkesan canggung membuka pintu kulkas dengan tujuan memasak sarapan. Oh c’mon, i’m a single parent now!
                “makanlah...” aku menyodorkan piring berisi dua buah telur goreng yang sudah kumasak dengan sedemikian rupa.
                “monster raawr....” Dennis menirukan suara monster begitu melihat masakanku, telur ceplok yang berwarna kecokelatan terlihat agak menyeramkan apalagi dengan olesan kecap manis membentuk lengkungan di bawah dua buah telur itu sebagai mulutnya. Ku harap rasanya tak semenyeramkan penampilannya, doaku dalam hati.
*
                Aku mengantarkan Dennis ke sekolah barunya, hari pertama masuk sekolah, tapi Dennis sudah dengan pedenya ingin menemui teman-teman barunya, tak susah membiarkan Dennis sendirian karena dia memang pandai bersosialisasi, aku masih mengunci pintu mobilku ketika aku mendapatkan pesan Line dari istriku.
ah, aku lupa, usai mengantar Dennis kau harus berbelanja ya! Sebentar lagi aku akan mengirimkan daftar belanjaannya.
                Aku menunggu sampai akhirnya Minah mengirimkan sebuah foto berupa tulisan daftar belanjaannya, ada beberapa nama belanjaan yang tak ku tahu daaaaan aku bahkan tak tahu dimana saja letak barang-barang ini, kalau aku berbelanja sendirian bisa-bisa tiga jam tak selesai karena harus berputar-putar mencari barang belanjaan.
                Ah~ tiba-tiba sekelebat bayangan Hyuk Jae hyung menghampiriku, langsung saja kutelpon dia.
                “yoo waddup brooh?” terdengar suara dari seberang sana ditambah keributan yang cukup memekakkan telingaku.
                “dimana kau?” tanyaku.
                “di bengkel broh, sepertinya aku harus membeli mobil baru..” keluhnya, “ada apa kau menelponku pagi-pagi begini?”
                “aku ingin kau menemaniku belanja kebutuhan rumah tangga, u know lah Minah sedang keluar kota dan aku tak pernah berbelanja... berhubung kau sendiri dan single kupikir kau pasti mengetahui beberapa tempat benda-benda yang harus kubeli nanti.” Kataku to the point.
                “sialan. Kau mengejekku huh?! Baiklah tapi kau harus menemaniku membeli mobil baru.” Tawarnya.
                “deal...” jawabku singkat dan langsung menutup teleponnya.
                Sebelum aku membukakan pintu mobil untuk Dennis yang sudah berteriak di balik kaca jendela tiba-tiba aku mendapatkan sebuah pesan Line lagi.
sinting kau kenapa tiba-tiba mematikan teleponmu sedangkan aku belum memberitahu alamatku sekarang!!
Tak lama kemudian dia mengirimkan alamat tempatnya, aku hanya membaca sekilas dan langsung menurunkan Dennis dari mobil Alphardku.
Dennis melonjak-lonjak kegirangan tak sabar untuk bisa bermain bersama dengan teman-temannya.
“stay cool.. ” bisikku pada Dennis, Dennis mengangguk dan bergaya ala model, sesekali ia melemparkan kecup jauh kepada teman-teman wanitanya. Aku tersenyum sambil memperbaiki letak kacamataku. Dennis akan tumbuh sekeren dan seganteng Appanya. Hahaha. Aku berjalan lambat mengimbangi langkah kecilnya sembari memperhatikan tatapan para wanita-wanita muda yang memandangiku dengan kagum. Hey hey nona nona, kalian kan sudah berkeluarga. Protesku dalam hati.
Aku mengantarkan Dennis masuk ke kelas dan melangkah menuju ke kantor membawa akte kelahiran Dennis sekaligus membayar biaya sekolahnya selama dua tahun ke depan nanti.
Bruukk!! Tiba-tiba seseorang menabrakku dari samping dan membuatku menjatuhkan surat yang kubawa, seorang gadis dengan body aduhai dan pakaian ketat yang pas membalut tubuhnya langsung menunduk dan mengambilnya untukku, entah mungkin sedikit membaca nama yang tertera di sana. Rambutnya yang bergelombang tergerai ke bawah begitu dia menunduk, mungkin kalau saja Hyuk Jae yang ada di posisiku sekarang dia pasti langsung menunduk, dengan alibi ingin membantu gadis itu mengambil barang yang berserakan, matanya bergerilya mencari gundukan putih bersih yang terselip di antara pakaian wanita seksi ini. HAHAHA.
“so...sorry...” pandangan matanya beralih menatap mataku sambil menyerahkan akte kelahiran yang tadi terjatuh.
“no prob..” jawabku sambil tersenyum. Ku akui dia sepertinya tertarik denganku bahkan dari bola matanya yang membesar begitu menatap mataku, tiba-tiba ia teringat dengan akte kelahiran Dennis mungkin yang membuat raut wajahnya sedikit kecewa.
“y..yeah.. nggg... namaku Chella, kau siapa?” tanyanya sambil mengulurkan tangannya malu-malu ke arahku.
W-O-W berani juga dia, bukan.. dia bukan wanita pertama yang bersikap bodoh seperti ini di hadapanku, ada ratusan wanita yang berwajah dungu begitu menatapku dan langsung menjatuhkan harga dirinya dengan langsung melakukan pendekatan terselubung padaku. Ku pikir pesonaku sudah memudar karena sudah menikah dan memiliki anak, ternyata sama saja, mungkin bertambah tampan? Haha.
“Kris.” Jawabku singkat, wajahnya langsung sumringah, mungkin dia pikir aku sedang mengantarkan keponakanku karena nama orang tua yang tertera di sana adalah Wu Yi Fan.
Dia menggaruk-garukkan kepalanya yang bisa kutebak tidak gatal itu,dia gugup atau sedang berpikir? Tanyaku bingung, raut wajahnya terlihat menimbang-nimbang, sesekali tatapan matanya melirik ke arah sepatu dan jam tangan yang kupakai.
                “hmmm..  aku.. aku bisa meminta nomor teleponmu?” tanyanya akhirnya. What? Gila? Yang benar saja, ini baru beberapa menit yang lalu dia mengajakku berkenalan dan langsung meminta nomor handphoneku?
                “hggg, aku harus mengantarkan ini dulu” kelitku. Tak enak  menolak langsung, aku langsung permisi dari hadapannya dan langsung menuju kantor, begitu aku berbelok samar-samar sudut mataku menangkap bayangan tubuhnya yang sepertinya sedang menerima telepon dari seseorang dan akhirnya ia pergi keluar.
                Yes! Aku bernapas lega saat wanita itu sudah pergi menjauh, apa jadinya kalau Minah tahu aku memberikan nomor handphoneku pada wanita tak di kenal bisa-bisa dia membungkam mulutnya selamanya. Aku bergidik ngeri membayangkannya dan memutuskan untuk menemui bagian administrasi sekolah Dennis.
*
                “padahal tadi aku bingung mau memilih mobil yang mana..” gumam Hyuk Jae, “kupikir aku akan memilih Lexus atau Alphard, taunya malah Camry...” matanya masih berbinar membayangkan bentuk mobil baru yang akan segera di antarkan ke apartemennya sore ini.
                “hmmm” aku hanya mengangguk-angguk sambil memfokuskan pandangan pada jalan.
                “eh, bukannya kita mau ke supermarket?” tanya Hyuk Jae begitu aku melewati supermarket terbesar di kota ini.
                “kita akan menjemput Dennis..” sahutku.
                “ow ow baby D~ sudah lama sekali aku tak bertemu dengannya..” Hyuk Jae mengatakannya dengan antusias, “jadi.. semacam acara belanja keluarga gitu?” tanyanya.
                “yes, u’re ma wifey now” jawabku enteng sambil memarkirkan mobilku di depan gerbang sekolah Dennis.
                Tak kusangka otak Hyuk Jae  hyung sudah konslet, dia berlari-lari sambil merentangkan tangannya ke arah Dennis yang juga berlari ke arahnya.
                “Uncle Jae~~” teriaknya.
                “hello Baby D~ i’m ur mommy~~ ” Hyuk Jae langsung memeluk Dennis, Dennis yang tak mengerti ini hanya bisa mengangguk senang dan memanggil dia masih dengan sebutan Uncle Jae, hey hey nama itu terlalu keren untuknya, tak ada darah Eropa di tubuhnya kenapa dia di panggil Uncle Jae? Aku menggeleng-geleng melihat kelakuan mereka.
                Beberapa wanita yang melirikku kini tersenyum aneh, seperti menyiratkan. Astaga-itu-anak-adopsi? Mereka-GAY??
                Ah ah, aku melirik ke arah Dennis yang memang lebih mirip dengan Minah dibandingkan denganku.
                “Ok Hyuk Jae berhenti berakting seperti itu, menjijikan..” tegurku yang langsung mendapat cengiran khas dari Hyuk Jae yang memperlihatkan tonjolan tulang pipinya yang mungkin terlihat seksi menurut pandangan wanita.
                “jadi... setelah ini kita akan ke supermarket? Kita akan berbelanja bersama Baby D~” kata Hyuk Jae hyung sambil mencubit pelan pipi Dennis.
                Astaga hyung! Kau membuat orang semakin salah paham! Aku menggertakkan gigiku geram.. besok-besok aku akan membawa Minah mengantarkan Dennis kalau perlu aku harus berciuman dengan Minah agar mereka percaya kalau aku normal.
                Aku meluncurkan mobil Alphardku dengan kecepatan sedang sementara Dennis memilih tiduran di kursi belakang.
                “bagaimana harimu?” tanyaku basa basi sambil melirik ke kaca yang memantulkan bayangan Dennis, memastikan kalau ia tak sedang tertidur.
                “Dennis bertemu Nessa terus kami main ayunan bersama..” tanyanya malas-malasan sambil memainkan bantal yang sudah tersedia di sana.
                “bagaimana dengan teman barumu?”kali ini aku fokus ke jalan.
                “mereka bilang kalau Dennis tampan..” serunya sambil tersenyum bangga.
                “bah, lebih tampan Dennis atau Uncle Jae?” kali ini Hyuk Jae yang bertanya.
                “Dennis laa~ Uncle Jae sudah tua.” Cibirnya.
                “tadi ketemu sama gadis,entahlah dia gadis atau sudah punya anak.. tapi kupikir dia cocok denganmu..” aku memulai pembicaraan.
                “maksudmu? Kau berkenalan dengan gadis? Astaga Wu Fan, kau baru sekali ditinggal Minah sudah main mata saja.” Protes Hyuk Jae langsung mengalihkan pandangan matanya menatapku, “eh coba ulangi yang terakhir tadi? dia cocok denganku?” mata Hyuk Jae langsung membelalak.
                “jangan harap kuulangi” jawabku kesal, “bukan aku yang mengajak berkenalan tapi wanita itu” sahutku ketus.
                “Hha iya tau kok Tuan Besar Wu Fan, btw, gimana bodynya?”
                “hmmm... molla, mana sempat aku memperhatikan, pakaiannya seksi, mungkin sedikit matre dan tipe-tipe social climber gitu..” jawabku seadanya.
                Hyuk Jae langsung mencibir dan menghempaskan tubuhnya ke kursi penumpang, “kalau tipe begitu sih mana cocok denganku bisa-bisa tiap hari bertengkar denganku..”
                “siapa tahu kau bisa mengubahnya, who knows? U’re coach” Tatapku geli.
                Hyuk Jae menggeram mendengar celetukan dariku. “Kalau seperti itu sih dia mungkin hanya akan berakhir di ranjang semalam dengan bayaran minim”
 “ya ya ya pantas saja banyak wanita yang menolak tidur untuk yg kedua kalinya bersamamu” aku tertawa sambil memarkirkan mobilku di parking area.
*
                Aku mendorong troli sementara Hyuk Jae masih sibuk memegang iPadku mencari-cari barang dalam list belanja yang dikirimkan Minah, sedangkan Dennis masih sibuk mengunyah permen karet di dalam troli yang ia comot dari supermarket padahal kami belum membayar ke kasir.
                “oh Wu Fan, kau tau lipstik yang biasa isterimu pakai?” tanyanya.
                Aku menggeleng pelan, membayangkan seperti apa warna lipstick isteriku, merah muda? Ah bukankah bibirnya selalu berwarna pink menggemaskan? Aku menunjuk sebuah lisptick merah muda yang mungkin cocok dengan warna bibir mungilnya.
                “great! Kita berhasil menyelesaikan belanjaan ini dalam waktu hmm... 1,5 jam? Awawaw baby D~ mommy Jae hebat bukan?” lagi-lagi  Hyuk Jae mengatakan kata-kata menjijikan itu sampai beberapa staff supermarket menoleh dan menatap kami dengan pandangan ngeri. Aku tersenyum kecut.
                “Appa, gendong” Dennis mengulurkan tangannya ketika dirasa tubuhnya mulai merasa dihimpit oleh barang-barang belanjaan yang kubeli.
                “Appa kan sedang mendorong troli” tolakku. Dennis mengerucutkan bibirnya.
                “Ahh, ok biar mommy Jae yang menggendongmu” Hyuk Jae hyung langsung menyerahkan iPad ke tanganku, tangannya yang cukup kekar menggendong Dennis dan menaikkannya ke pundak.
                “ayeye..ayeye...” Dennis menggerak-gerakkan kakinya yang mulai mencekik leher Hyuk Jae hyung.
                “hnasdtysdfahufcukup Dennis cukup akhswukdw..” Hyuk Jae mulai kehilangan keseimbangan ketika ia tak bisa bernapas karena tercekik kaki Dennis, tubuhnya oleng, Dennis pun tak sengaja menyenggol kumpulan botol minuman kosong di sampingnya.
                BRAKKK!! Beberapa botol terjatuh dan sebagian botol terlihat berserakan dan pecah.
                “Great hyung!” aku mendelik menatap kekacauan yang mereka perbuat, sementara Hyuk Jae hanya bisa terbatuk-batuk dan membiarkan Dennis untuk ku gendong.
                “maaf Tuan, sepertinya kau harus membereskan semua kekacauan ini..” seorang security mencengkeram lengan Hyuk Jae hyung.
                “Kris..uhuk...uhuk..” masih dengan setengah terbatuk dia berusaha mengisyaratkanku untuk membayar semua kekacauan ini.
                “kenapa harus aku?” kilahku yang merasa tak ada hubungannya dengan insiden ini. Masih dengan terbatuk Hyuk Jae menunjuk ke arah Dennis yang sudah meringkuk nyaman di gendonganku. Tanganku yang bebas berhigh five dengan security tadi, “baiklah aku yang akan membayar ganti rugi semuanya”
“traktir aku makan..” bisik Hyuk Jae dengan lancangnya di kupingku, padahal baru beberapa menit yang lalu ia membuat kekacauan dan membuat keberadaan kami semakin terekspos, dua orang lelaki sedang berbelanja kebutuhan rumah tangga, bahkan aku sempat mendengar cibiran dari beberapa wanita berumur tiga puluh tahunan yang bergunjing dengan teman sepantarannya, “kau lihat, apa enaknya memiliki pasangan sesama jenis, bahkan sepertinya hukum alam tak mengizinkan mereka untuk hidup bersama”
                Aku melirik kesal ke arah Hyuk Jae, “yeah hyung” jawabku yang langsung mundur dari dari hadapannya, lebih tepatnya menghindari guyonan khas wanita berumur yang tak pernah menikah seumur hidupnya. Mungkin mereka semacam kumpulan wanita pembenci gay yang keberadaannya dianggap membuat eksistensi mereka sebagai penghasil keturunan dan pemuas batin terancam punah. Bagaimana bisa dua insan sama jenis hidup bersama sedangkan kalau saja mereka normal mungkin salah satu atau dua dari wanita itu bisa bersanding dengan mereka. Ow ow ralat ucapanku, bukankah lelaki beristri lebih dari satu itu sah sah saja. Aku terkekeh dalam hati.
*
                Aku menyesap pelan kopi hangat yang kupesan di sebuah restoran yang cukup terkenal di dekat supermarket ini dan Hyuk Jae-Dennis masih sibuk mengunyah roti bakar yang mereka pesan sambil sesekali menyeruput Caramel Macchiato yang mereka pesan.
                Sesekali Hyuk Jae menyuapi Dennis sambil terus memaksanya memanggilnya dengan sebutan Mommy Jae, hell o~
                Tempat yang disediakan restoran ini cukup luas, bergaya minimalis dengan sentuhan warna cokelat serta rangkaian lampu kecil berwarna keemasan yang membuatnya tampak elegan, aku menatap sekelilingku, semuanya berpasangan, mungkin hanyalah aku dan Hyuk Jae yang terlihat seperti pasangan gay yang memaksakan diri menikah berdua dan mengadopsi anak bernama Dennis. Lihat saja, sesekali wanita-wanita cantik yang –sepertinya mengincarku- berusaha menguping pembicaraan kami dan ketika mendengar Hyuk jae menyebut dirinya mommy Jae, muka mereka langsung berubah masam dan tak pernah menatapku lagi.
                Serius, Hyuk Jae benar-benar menjagaku main mata dan menjaga perempuan main mata padaku, dalam artian secara tidak langsung.
                Tiba-tiba seseorang langsung duduk di samping tempat dudukku dan membuatku terkesiap.
                “Chella?” aku memicingkan mataku berusaha meyakinkan apa yang aku lihat sekarang, gadis yang bertemu denganku tadi pagi...
                “Hello Kris, hello Dennis, ini ya keponakanmu? Ahh manis sekali” benar kan, dia benar-benar membaca akte kelahiran Dennis, Chella langsung mencondongkan tubuhnya untuk mengusap kepala Dennis, aku berani bertaruh dia sengaja melakukan itu untuk memamerkan gundukan indahnya padaku. Aku membuang muka dan memilih menatap Hyuk Jae yang sepertinya tak berkedip begitu melihat pemandangan gratis yang sayang dilewatkan oleh mata mesumnya itu.
                “Chell, ini Hyuk Jae hyung, hyung ini Chella kenalan yang tadi aku ceritakan” ujarku kalem sambil berdehem karena Chella tak juga menjauhkan dirinya dan gundukan harta karunnya di hadapanku.
                “Chella cantik, hello” begitulah ekspresi Hyuk Jae yang masih belum sepenuhnya sadar dari alam bawah sadarnya begitu melihat pemandangan surga dunia.
                Chella langsung menatap Hyuk Jae dengan tatapan meremehkan, haha tak tahu saja dia kalau Hyuk Jae hampir sama kayanya denganku, kalau dihitung-hitung selisih kekayaan kami Cuma 15% yah meskipun dari segi pengeluaran dia begitu amat sangat pelit..  untuk wanita seperti Chella mungkin setiap persen itu sama besarnya dengan kebahagiaan yang akan menanti mereka kelak, dalam hal belanja.
                “helo.” Sahutnya ketus tanpa mempedulikan tatapan Hyuk Jae, make up minimalisnya yang pasti mahal itu tak dapat menutupi raut wajahnya kalau ia merasa terganggu dengan keberadaan Hyuk Jae.
                “amazing......” hanya kata itu yang keluar dari bibir Hyuk Jae. Aku yang sudah biasa melihat pemandangan ini hanya menggeleng.
                “mau apa kau ke sini?” tanyaku sesopan mungkin.
                “ah tadi aku menemani auntie belanja, sekarang aku free kebetulan aku melihatmu di sini jadi aku mampir saja, pembicaraan kita belum selesai tadi pagi..” dia menatapku penasaran.
                “ow, pembicaraan apa?” tanyaku cuek.
                “yang... ya soal meminta nomor handphonemu..” matanya semaakin mengharap padaku.
                “hey hey ada apa ini..” Hyuk Jae yang sepertinya baru sadar akan arah pembicaraan kami langsung menengahi, “Chella, kau gadis cantik kenapa kau mau meminta nomor handphone lelaki tak berdarah ini?” Hyuk Jae menyebutkan kata lelaki tak berdarah dalam artian sudah tak memiliki selera terhadap wanita karena aku sudah mempunyai istri.
                “bukan urusanmu” sahutnya ketus.
Author’s POV
                “tapi lebih baik kau memilihku, i’m single now” ujar Hyuk Jae masih berusaha menyaingi Kris, sampai sekarang ia masih berusaha menebarkan pesonanya, dasar tipe-tipe lelaki sweettalk.
                “”cih.” Chella mendengus, ia melirik Dennis dan langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Dennis, “sayang, kau tidak mau berkenalan dengan Auntie?”
                “Auntie..” Dennis menyapanya dengan antusias sampai akhirnya ia tak sengaja menumpahkan Caramel Macchiatonya yang masih penuh dan membuat lelehan airnya mengenai high heelsnya.
                “aissshh....!!” Chella memekik kaget begitu di dapatinya high heels mahalnya terkena tumpahan minuman.
                “omg, Kris, bisakah kau memberikan nomor handphonemu sekarang? Aku harus kembali ke mobil dan mengganti sepatu mahalku.” Ia masih saja belum menyerah untuk meminta nomor handphone Kris.
                “hmmm... sorry...”
                “Sorry untuk apa? Untuk keponakanmu yang menumpahkan minumannya ke sepatu mahalku atau Sorry kau.....”
                “yaak! Sepertinya ada kesalahpahaman di sini noona cantik, baby D bukan keponakannya, itu anaknya..” sela Hyuk Jae.
                “aku tak sedang berbicara denganmu..” masih dengan suara ketus dan menahan amarahnya yang membabi buta Chella berusaha tersenyum kecut ke arah Kris.
                “Sorry untuk aku tak bisa memberikanmu nomor handphone dan sorry untuk kenakalan yang anakku perbuat..” jawab Kris dengan ucapan penuh kehati-hatian.
                “Omg! R u serious?” masih dengan logat Britishnya yang kental Chella membelalak kaget.
                “yes I’m...” jawab Kris sambil membelai rambut Dennis.
                “Appa~” Dennis memegang ujung baju kaus Kris, meremasnya perlahan karena takut dengan Chella.
                “Oh..” Chella tersenyum kikuk pada Kris sampai akhirnya sebuah telepon menyelamatkannya dan membawanya keluar meninggalkan Kris.
                “buhahahha tak kusangka kau masih suka tebar pesona juga” Hyuk Jae tak bisa menyembunyikan tawanya.
                “bukan salahku kalau gadis itu menyukaiku” Kris mulai membela dirinya.
                “oh..Ok..Ok.. kau memang selalu mempesona Kris Wu Fan, padahal dalammu tak lebih menarik dariku” cela Hyuk Jae. Guyonan mereka terhenti ketika Kris mulai menyalakan lagu dari iPadnya, sementara itu Dennis menarik-narik tangan Hyuk Jae.
                “waeyo baby D?” tanya Hyuk Jae.
                “kebelet pipis ;s” Dennis bergidik menahan diri untuk tidak pipis di celana.
                “woy!” Hyuk Jae langsung gelagapan dan menyadarkan Kris yang masih sibuk mendengarkan musiknya.
                “what?” tanya Kris bingung.
                “baby D mau pipis..”
                “astaga! Ayo kita ke toilet” Kris pun langsung membawa Dennis pergi ke toilet.
                Hyuk Jae yang mulai merasakan aura tak enak karena takut Kris akan membiarkannya membayar harga makanan yang telah mereka pesan pun lebih memilih mengikuti Kris “wait me!!” serunya.
                Hyuk Jae tertegun sejenak ketika semua pintu toilet tertutup. “Wu fan?” panggilnya.
                Tak ada jawaban dari dalam hingga akhirnya salah satu pintu terbuka, Wu Fan mengisyaratkan Hyuk Jae untuk masuk.
                “waeyo?” tanya Hyuk Jae.
                Sementara itu ada beberapa orang namja yang baru saja selesai buang air kecil langsung membasuh tangannya di wastafel, tiba-tiba mereka mendengar suara-suara aneh dari dalam sebuah toilet. Terdengar suara dari dalam toilet.
                “masa kau tak bisa melakukannya?”
                “yah hyung diamlah, disini sempit sekali..”
                “cepat buka celananya.”
                “Oh, shit resletingnya macet. Baby D, tenanglah”
                Beberapa namja itu saling berpandangan, “baby D? D? Dick? Making love? Gay?” mereka saling bertanya-tanya sambil mengeringkan tangannya.
                “ahh~ apakah kau sudah lega baby D? Ayo kita keluar bersama-sama”
                “........” beberapa namja itu hanya saling berpandangan dan akhirnya keluar dari toilet.
                “ahh..lega sekali, rasanya aku tak bisa bernafas saking sempitnya di sana” Hyuk Jae menghirup napas panjang.
                “ayo hyung keluar, nanti orang berpikir yang tidak-tidak..” Kris masih mengingat insiden belanja tadi dan langsung bergegas keluar dari toilet membawa Dennis.
                Ketika mereka meninggalkan toilet samar-samar terdengar ejekan dari beberapa lelaki yang masih berdiri di depan pintu toilet.
                “making love? Oh yess ohh noohhh..” salah satu dari mereka menirukan gaya berbicara orang yang sedang bercinta, Hyukjae yang tidak mengerti kalau ia yang sedang dibicarakan lantas menoleh dan tersenyum ke arah mereka.
*
                “Yaa!! Kris!! Shoot yang bagus!!” seru Hyuk Jae begitu Kris berhasil memasukkan bola basket ke dalam ring.
                “haahh...” Kris membiarkan bola basket menggelinding ke pekarangan rumahnya dan ia lebih memilih masuk ke rumah.
                “kau bermain dulu dengan Baby V ya..” Hyuk Jae menepuk-nepuk pundak Dennis dan langsung mengekori Kris di belakang.
                “appa~ hebat-hebat” Dennis bertepuk tangan membanggakan appanya yang memang sudah sangat lihai bermain basket.
                “Dennis kalau sudah besar mau main itu juga?” tanya Nessa yang menatap Dennis dengan serius.
“nanti kalau Dennis sudah tinggi...” Dennis langsung membusungkan dadanya, membayangkan kalau nanti ia bisa dengan mudah menyaingi Kris.
Tiba-tiba gerakannya berhenti sejenak, Dennis teringat sesuatu, “Nessa?” panggilnya.
“Ya Dennis?” Nessa tersipu malu karena di panggil oleh Dennis.
“Noona neomu yeppeo~~” lagi-lagi ia menyanyi dan membuat Nessa tersipu malu.
                “Nessa, kamu yeoja kan?” sebuah pertanyaan konyol terlontar dari mulut kecil Dennis.
                “ne~” Nessa langsung beraegyo menunjukkan ciri khas seorang gadis kecil.
                Dennis tak berujar dan langsung meraba dada Nessa, ia tak merasakan apa-apa, hanya merasakan detak jantung Nessa yang berdetak sangat keras, “tapi Nessa tidak punya gunung” keluhnya dan langsung menarik tangannya kembali.
                “Nessa tidak mengerti..” kata Vanessa polos.
                “kata appa, nanti kalau sudah besar Dennis bakalan tinggal sama yeoja kaya eomma sama appa, kalau namja punya belalai kalau yeoja punya gunung..” Dennis menatap Nessa dengan pandangan sedikit kecewa, “eomma Dennis punya gunung, auntie yang Dennis temui di cafe juga punya gunung, Nessa punya belalai?”
                Nessa terdiam sejenak, “belalai?”
                “Dennis punya belalai di sini” Dennis menunjuk daerah di bawah perutnya.
                Nessa menggeleng lemah, “Nessa tidak punya~”
                “ayo kita tanya bundanya Nessa..” ajak Dennis yang menuntun Nessa untuk bangkit dan menemui ibunya.
                “kalau Nessa yeoja?”
                “kita bisa tinggal bersama kaya eomma sama appa” Dennis tersenyum manis dan langsung mencubit pipi Nessa.
Sementara itu.....
                “yuhuuu~” Jongdae yang berniat untuk mengantarkan mobil baru Hyuk Jae singgah ke rumah Kris setelah mendapatkan pesan kakaotalk dari Hyuk Jae yang menyuruh Jongdae mengantarkan mobilnya ke sini.
                “yuhuu~~ Kris? Minah? Hyukjae hyung?” panggilnya lagi. Ia sudah mengetuk dan memencet bel berkali-kali dan tak ada jawaban.
                Tok...Tok...Krieeet... akhirnya pintu tak sengaja terbuka karena ketukan Dae yang terlalu kencang, Jongdae memberanikan diri masuk dan berjalan ke arah ruang tamu sambil terus memanggil nama Hyukjae dan Kris.
                “Kris... Hyu....kjae....” tiba-tiba panggilannya terhenti begitu mendapati Kris dan Hyukjae yang sedang tidur bersama di kamar Kris.
                “kkkk...aa....” lidah Jongdae terasa kelu untuk mengucapkan beberapa patah kata karena menyaksikan tubuh Kris yang hanya mengenakan kaos singlet tipis dan Hyukjae dalam keadaan topless.
                Kris terbangun dan menatap Jongdae, “wae?” tanyanya menguap.
                “ahh, akhirnya kau sudah datang” Hyuk Jae yang ikut terbangun mengambil baju yang tersampir di ujung ranjang dan memakainya. Kris yang langsung menyadari kehadiran Hyukjae di sebelahnya langsung berteriak kaget.
                “AAAAAAAAAAAAA!!” ia menendang Hyukjae yang sedang berusaha memakai bajunya hingga Hyuk Jae kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai.
                “apa yang kau lakukan bodoh!!” Hyukjae langsung meringis kesakitan.
                “dasar monyet tua bangka!! Apa yang lakukan padaku, huh?! Tak kusangka setelah ditolak yeoja berkali-kali kau sekarang menjadi gay!!” Kris langsung bergidik ngeri membayangkan tubuhnya yang dipeluk atau dipegang-pegang oleh sahabat, hyung sekaligus rekan kerjanya ini.
                "Hei!! Im normal!" Hyukjae langsung menceritakan kronologinya, “tadi aku kelelahan sehabis nonton tv, karena harinya sangat panas kuputuskan untuk tidur di kamarmu dan menyalakan AC ruangan” sungutnya.
                Jongdae yang menyaksikan pemandangaan ini kemudian bernafas lega, “huuhh, syukurlah... kukira aku hidup dalam pergaulan yang salah”, ia tersenyum tanpa rasa bersalah dan langsung melemparkan kunci mobilnya kepada Hyukjae, “nih kunci mobilnya, ayo kita pulang, kau yang menyetir.. aku masih shock..”
                Setelah menyerahkan kunci mobil Hyukjae, Dae langsung berlalu, “aku menunggu di luar, guys..” yang terdengar seperti gay di telinga Kris dan Hyukjae.
*
Minah’s POV
                Huh, sudah menunggu lama meminta di jemput tak kunjung di jemput jua, aku sudah menunggu satu jam di rumah Hyeri, telepon tak diangkat, sms tak di balas, Line tak di read, maunya apa?
                Aku mengetuk pintu rumahku, tak ada jawaban juga, akhirnya aku mencoba mendorong pintu rumahku, tak dikunci ternyata. Aku menggerutu kesal karena Kris yang selalu lupa mengunci pintu rumah, mentang-mentang di depan rumah sudah ada pos penjaga bukan berarti ia bisa bertindak seenaknya.
                Akhirnya aku masuk ke rumah, aku melihat iPad dan iPhone Kris yang tergeletak di atas meja ruang tamu, “cih di silent” gerutuku ketika mengecek gadgetnya.
                Samar-samar aku mendengar kucuran air dari dalam kamar mandi, Kris kah? Dennis kemana? Aku sudah sangat rindu dengan anakku, dengan Kris juga sih, tapi ia sudah membuatku kesal.
                Aku berjalan mendekat ke arah sumber suara dan terhenti di depan pintu kamar mandi....
                “Appa~ pintu kamar mandinya tidak di kunci”
                “biarkan saja, tak ada yang masuk ini...” jawab Kris. Aku mencibir kesal, ingin sekali aku membuka pintu kamar mandi kalau saja Kris tidak melakukan tindakan bodoh, alih-alih aku mengerjainya dengan membuka pintu kamar mandi, bisa-bisa ia yang menarikku dan mengajakku mandi bersamanya dan Dennis.
                “Appa~, tadi Dennis ke rumah Bundanya Nessa.. kata Bundanya Nessa, Nessa itu yeoja” suara polos anakku terdengar lagi.
                “hmmm terus?” tanya Kris yang sepertinya sudah menyabuni Dennis, terdengar suara benda yang ditutup seperti tutup botol dari sabun cair yang biasa kami pakai.
                “kata appa kalau yeoja itu punya gunung, Nessa tidak punya gunung, tapi kata bundanya Nessa bakal punya gunung kalau sudah besar, Dennis punya burung kalau sudah besar, tapi kata Appa ini belalai..” jelasnya. Er... ada apa ini??? tanyaku, aku berniat untuk mendobrak pintu kamar mandi tapi kuurungkan, bisa-bisanya Kris membicarakan masalah orang dewasa kepada Dennis.
                “ahh ya... kalau sudah besar baru disebut burung, nanti tumbuh bulu burungnya di sana” suara Kris yang asal ceplos itu kembali terdengar dan langsung membuat darahku mendidih, pembicaraan macam apa ini??!!
                “appa kok gak liatin burung appa??” Dennis yang serba ingin tahu itu kembali bertanya.
                “kamu mau lihat? Tapi jangan bilang-bilang eomma ya appa kasih lihat burung appa...” ini tidak bisa dibiarkan, bisa-bisanya Kris melakukan hal itu, ini tak bisa di toleransi lagi.           
                BRAKK!! Aku langsung mendobrak pintu kamar mandi dan mendapati Kris yang berencana untuk membuka celana pendek yang ia kenakan. Kedua pasang mata itu menatapku antara kaget bercampur bingung.
                “KRIS! BERHENTI MENGOTORI OTAK DENNIS!!”
-END-