Selasa, 19 Agustus 2014

[FF Kris EXO] Our Fuckin' Destiny

Our Fuckin’ Destiny

Author:  Mei F.D [ @meiokris ]
Main cast :
Wu Yi Fan/ Kris EXO M
Song Aie
Lee Hyuk Jae
Other cast

Length : oneshot
Genre : romantis, komedi putar, fantasi, fantastis, bombastis dan oke gue lebay -_-
PG : 16+
***

Aie melangkah, menyusuri sungai yang sengaja dipagar di deretan kota tempatnya meninggal dulu.
Tubuh mungilnya yang berbalut gaun lusuh berwarna putih selutut terus menemaninya berjalan mengitari kawasan sungai Wuang Fei tempat ia tewas tenggelam seminggu yang lalu.
"Hah? Hanya karena pahala dan dosaku seimbang, aku harus bertahan di sini beberapa waktu." sungutnya sambil mengambil batu-batu kerikil dan melemparkannya ke sungai.
Bukan. Bukan batu kerikil yang ia lempar. Ia hanya menggapai angin kosong karena kulit tangannya tak bisa menyentuh batu kerikil. Ia menghela napas panjang hingga seorang lelaki berwajah rupawan dengan segelas kopi di tangannya berjalan melewatinya.
Aie pun mengikuti langkah lelaki yang sedang berjalan itu dan mulai meneriakinya, "Hei kau! Hei! Kau roh juga kan? Mari berteman!" teriak Aie pada lelaki itu, namun lelaki itu hanya menatapnya sinis.
"Aku...aku..." Aie menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah ditatap tajam oleh roh yang tidak dikenalnya.
"Aku hanya sedang bermimpi jadi aku tak bisa bermain denganmu!" sahutnya sambil berlalu.
Aie mengangguk pelan dan memilih untuk duduk sambil menekukkan kedua kakinya sejajar dengan dadanya, ternyata mimpi di siang bolong bisa membuat manusia keluar dari tubuh mereka. Pikirnya.
Lama ia bersenandung kecil hingga akhirnya terdengar sebuah suara,
Kalau kau mau ke surga, pergilah ke hutan ChenYi dan bawalah seorang lelaki yang kau cintai untuk mengantarmu pergi.
Huh? ChenYi? Di mana itu? Batin Aie.
"Hei. Aku tidak punya pacar di sini. Aku punya pacar di Korea!" teriak Aie pada langit biru.
Takdir yang akan membawamu bertemu dengan cinta.
Lagi. Suara itu kembali terdengar.
Hah. Memikirkan pujaan hatinya saja Aie sudah tidak bisa memikirkan lelaki lain. Bagaimana bisa ia disuruh menemukan cinta yang lain?
**
Kris's POV
"Kalau mau air panas, aku sudah menyiapkannya di---"
"Hyuk Jae hyung. Aku bisa melakukannya sendiri kok." gerutuku pada managerku.
Syuting yang menyenangkan sekaligus melelahkan. Setidaknya ini lebih baik daripada di Korea.
Bagaimana bisa arwah-arwah penasaran itu selalu menggangguku setiap hari?
Andai pihak SM mengerti kehidupanku dan berhenti mengaturku untuk berpura-pura layaknya manusia normal, mungkin aku takkan keluar dari gedung itu.
Demi Tuhan gedung itu berhantu!
Setidaknya mereka tidak mengeluarkan statement yang meruntuhkan imejku sebagai publik figure sehingga aku tetap bisa berkarya di Cina.
Apa kata penggemarku nanti?
Kris EXO M mengalami gangguan mental.
Leader EXO M sering melihat hantu.
Gila saja. Mungkin kalau sampai begitu adanya aku mungkin sudah membusuk di pusara.
"Aku pulang dulu, jangan lupa nanti sore kita ada shooting di pinggiran sungai Wuang Fei." Hyuk Jae hyung mengingatkan sementara aku hanya memberikan isyarat OK dengan jariku.
"Tidur dulu ah~" gumamku pelan hingga akhirnya aku tertidur dan bermimpi berjalan dengan membawa kopi susu buatan Hyuk Jae hyung menyisiri bibir sungai yang akan menjadi tempat shootingku nanti.
"Hei kau! Hei! Kau roh juga kan? Mari berteman!" sebuah teriakan membuatku tersentak dan menoleh ke arahnya.
Huh? Arwah penasaran? Lagi?
"Aku...aku..." Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah.
"Aku hanya sedang bermimpi jadi aku tak bisa bermain denganmu!" dengusku sambil terus berjalan meninggalkannya.
"Kris...." seseorang mengguncang ragaku dan refleks saja rohku dipaksa memasuki ragaku sendiri.
"hmmm..." aku bergumam memberikan isyarat kalau aku sudah bangun.
"Ayo, tunggu apa lagi? Kau bisa tidur kembali di mobilmu, Kris." suruh Hyuk Jae.
Aku hanya mengangguk pasrah dan membiarkan Hyuk Jae menarikku menuju ke dalam mobil yang akan mengantarkanku ke lokasi shooting.
*
Author's POV

Aie masih sibuk membenamkan kepalanya di antara kedua lututnya, beberapa kali ia mendesah pelan sambil menatap ke arah langit.
**
"Ayolah, kenapa siang terasa sangat lama? Energiku melemah di siang hari." protesnya.
"Bahkan aku tidak bisa menggenggam pasir barang sebutirpun." ia mencebik kesal.
Tiba-tiba dari arah Barat terdengar sebuah suara yang membuat Aie mendongakkan kepalanya menoleh ke sumber suara.
"Kris... Kris... Wu YI Fan gegeeee...." teriak segerombolan remaja belasan tahun yang menutupi penumpang dari sebuah mobil.
"Huh? Artis kah?" dengus Aie sampai akhirnya matanya membulat begitu melihat sebuah foto yang diacungkan para remaja belasan tahun itu.
Sepertinya aku mengenal lelaki yang di foto itu. Batin Aie bergegas untuk bangkit dan berlari ke arah gerombolan anak muda itu.
"Geez... aku bahkan tidak bisa melihatnya." keluh Aie lagi. "setidaknya aku beruntung sekarang sudah mati." ia tersenyum jahil dan langsung menerobos melewati raga-raga yang sedang berdesakan itu.
"Heii.....heii... Bubarlah kalian! Ku dengar di sini ada penunggu airnya. Kalau kalian tetap ribut nanti kalian akan mati!" teriak Hyuk Jae pada puluhan gadis di depannya.
Tepat saat itu segerombolan gadis manis itu terdiam. Satu persatu dari mereka merasakan hawa dingin saat kulit transparan Aie pergi melewati mereka.
"Aku...merasa seperti ada yang berjalan melewatiku." bisik salah satu gadis itu pada sahabatnya yang langsung di susul suara pekikan kaget dari gadis yang lain.
"Hantu!!" teriaknya menunjuk ke arah Aie yang menatapnya polos.
"Kau bisa melihatku?" Aie malah bertanya.
Usai mengatakan itu sang gadis langsung pingsan dan yang lainnya membubarkan diri.
"Hah?! Yang benar saja? Sepertinya mereka termakan sugestiku sampai mereka percaya dan malah mengiramu sebagai hantu." Hyuk Jae tersenyum puas sementara Kris menggeram begitu tatapannya menangkap sosok penampakan yang sedang mengganggu proses shootingnya itu.
Aie, gadis yang ditemuinya di alam mimpi kini benar-benar berada di hadapannya sekarang dan melihatnya sebagai manusia.
Ia tentu tak akan menyalahkan Hyuk Jae yang menuduh fansnya menunjuk ia sebagai hantu. Tepat di antara Kris dan fans, Aie berdiri dan menyeringai. Tentu saja Hyuk Jae tidak menyadari itu dan melihat hanya ada dia, Kris, kru dan para fans yang datang. Tapi ia salah. Ada satu makhluk tak diundang yang datang.
"Omoo?? Kau juga dapat melihatku setelah menjadi manusia?" Aie berseru kaget. Ia membulatkan kedua matanya dan langsung berlari menghampiri Kris.
Kris mendengus kesal dan langsung menatap ke arah Hyuk Jae, "Lain kali kau tidak usah berbicara seperti itu. Siapa tahu ucapanmu bisa mengundang mereka datang."
"Astaga.. Jadi kau benar-benar bisa melihatku?!" pekik Aie kegirangan.
"Mana mungkin ada hantu di sini--- Ouchh!" Hyuk Jae jatuh terduduk saat Aie melompat-lompat di sampingnya dan malah menubruk tubuh Hyuk Jae.
"Sudah kukatakan jangan membawa hal seperti itu. Kau akan sial." Seperti aku sekarang. Sambung Kris dalam hati begitu melihat tatapan berharap dari arwah penasaran di depannya ini.
Gadis ini sedang senang dan auranya menguat hingga ia bisa membuat Hyuk Jae terdorong ke samping. Batin Kris.

Kris's POV
Aku melepas seluruh pakaianku dan hanya menyisakan singlet putih dan boxer berwarna gelap milikku.
Buru-buru kuraih handuk untuk berendam di jacuzzi milikku dan ia kembali datang! Arwah penasaran itu benar-benar menggangguku dan bahkan nekat mengikutiku sampai ke sini.
"Kenapa kau sampai shooting berapa kali? Padahal actingmu sudah bagus." tanyanya to the point.
itu gara-gara kau yang terus-terusan berdiri di sampingku saat aku sedang pengambilan video. teriakku dalam hati
Aku pura-pura tak mendengarkan dan bahkan tak berniat sama sekali menanggapi protesnya.
"Hei! Dengarkan aku." gadis yang bahkan sampai sekarang tak kuketahui darimana ia berasal ini terus mengikutiku hingga tangannya yang dingin menyentuh bahuku yang hanya berbalut kain singlet.
"Waaah.. Aku bisa menyentuhmu." ia menatap kedua telapak tangannya dengan mata berbinar.
Lagi... Ia menyentuh pundakku dan mencoleknya berapa kali.
"Akhirnya aku bisa menyentuh sesuatu juga." teriaknya senang sebelum aku menarik tubuhnya sampai ia terbentur ke dadaku.
"See? aku bahkan bisa membuatmu jatuh membenturku!" aku menyeringai. "Dengar ya setan kecil. Aku tidak punya waktu untuk bermain-main dengan arwah penasaran sepertimu, kita bahkan tidak pernah bertemu saat kau masih hidup." aku mendekatkan wajahku hingga ujung hidungku hampir menyentuh hidung mungilnya itu.
Ia membeku kembali seperti saat ia meninggal dulu. Mungkin.
"aku bahkan bisa melakukan apa yang ingin ku lakukan untukmu karena aku.bisa.melihatmu." kutekankan kalimat terakhir sebelum ia sadar dari tatapan mautku yang bisa menghipnotis siapa saja. Tak terkecuali hantu perawan sepertinya.
Sebenarnya aku bisa saja pura-pura tak melihatnya kalau saja ia tak membuat keributan dengan menembus tubuh fansku dan membuat kekacauan saat aku shooting. 
Memang ia tak kasat mata tapi bagi orang yang bisa melihat makhluk menyebalkan sebangsa dengan gadis yang masih berada dalam cengkramanku ini tentu akan membuat kekacauan pada karirku.
Aku berani bertaruh sebentar lagi akan ada gosip yang menyebar kalau lokasi shootingku berhantu. Parahnya ia pun ikut terekam dalam iklanku kalau saja aku tidak bersikeras kepada kru untuk mengulang adegan yang telah kulakukan dengan sempurna.
Arrgghhhh dunia sudah gila dan aku yakin akan semakin gila kalau pada akhirnya aku akan terus diganggu makhluk gaib ini.
"Jadi, kalau kau tidak ada urusan denganku, kau bisa pergi sekarang." bisikku tepat di antara leher jenjangnya dan bahunya yang terbuka. Berdekatan dengannya membuat bulu kudukku meremang. Jelas saja. Ia mempunyai energi yang berbeda dengan energi.manusiaku.
Aku melirik sebuah kalung di leher jenjangnya. Sepertinya kalung itu terbuat dari emas putih yang diukir membentuk sebuah nama, Aie.
"Ehm." Aie berdehem mencoba menjernihkan suaranya yang bahkan aku bisa merasakan nada gugup yang terselip di dalamnya. "Aku perlu kau." 
"Klise. Aku memerlukanmu untuk terus hidup. Aku menginginkan tubuhmu yang masih sehat dan segala hal yang memuakkan sudah pernah kudengar dari bibir makhluk sepertimu." desisku seraya menghentakkan tangan Aie dan berjalan menjauhinya menuju ke kamar mandi.
"Tapi aku butuh kau untuk membuatku benar-benar meninggal." seru Aie tepat saat pintu kamar mandi di tutup.
**

Author's POV
Saat Kris membuka pintu kamar mandi, ia tersentak kaget begitu mendapati Aie di depannya. Ia mentap Aie dengan tatapan horor karena melihat tatapan kosong dari gadis yang tengah menatapnya tanpa berkedip ini.
Tetesan air yang jatuh ke bahunya yang terbuka membuat Aie menelan ludah beberapa kali. Aie menggeleng kuat untuk tidak melanjutkan pikirannya yang semakin kacau karena melihat tubuh Kris.
"Ja... Jadi kau mau kan membantuku?"
Kris menatapnya sekilas dan langsung berjalan melewati Aie menuju ke kamarnya.
"Aku tahu kau pasti tidak ingin kan dirongrong oleh makhluk astral sepertiku. Jadi kupikir
Kris memutar kedua bola matanya dan beralih menatap Aie, "Kau mau mengikutiku sampai ke kamar?" 
Eh? Betul juga. Bahkan Kris sedang dalam keadaan 'tidak senonoh' karena hanya menggunakan handuk untuk bagian tubuhnya dan Aie masih menyerangnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.
Aie menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "hehe kutunggu kau di ruang tamu." Sahutnya langsung berlari meninggalkan Kris yang tengah menatapnya sinis.
"See? Hantu cerewet itu benar-benar membuatku gila." rutuknya kesal.
**
"Bagaimana?? Bagaimana??" Aie menaik-naikkan kedua alisnya begitu Kris menjatuhkan dirinya ke sebuah sofa.
Kris terlihat menimbang-nimbang sambil menatap kepulan asap yang tercipta dari kopi susu kesukaannya. "Untuk apa aku membantumu? Bahkan aku tidak mendapat keuntungan darimu."
Ia menghirup kopi susu kesukaannya sementara matanya beralih ke sebuah layar datar di depannya.
"Aku tidak akan mengganggumu lagi, Kris." Aie mengikuti Kris dan memilih untuk mendaratkan tubuhnya di sofa.
"Aku bisa berpura-pura tidak melihatmu." celetuk Kris karena merasa tawaran gadis ini tidak menarik baginya.
Bahkan jauh sebelum ia mengenal Aie, Kris sudah berhadapan dengan berbagai jenis arwah penasaran dan ia selalu berpura-pura untuk tidak melihat mereka begitu merasakan para makhluk seperti mereka mulai muncul dan mengagetkannya.
Apalagi sejak ia debut sebagai artis papan atas yang tentu saja ia harus menjaga setiap gerak-geriknya di mana saja. Tentu saja ia mati-matian untuk tidak terkejut begitu mendapati makhluk seperti Aie yang tiba-tiba muncul di depannya.
Sementara Aie cemberut karena merasa gagal berbisnis, ia pun hanya berdiam diri sambil ikut menatap layar datar di depannya.
Kris berapa kali mengganti channel dan hampir tersedak begitu melihat lokasi shootingnya yang disorot oleh sebuah acara yang bahkan selalu berusaha membuat skandal dirinya semenjak ia resmi debut sebagai aktor di Cina.
Gosip terbaru, Seorang aktor kelahiran Cina-Kanada yang tengah melejit sejak membintangi sebuah film ternama baru-baru ini menerima tawaran membintangi iklan yang shootingnya berlokasi di pinggiran sungai Wuang Fei,
"Lihat? Aku yakin bukan itu topik utamanya." Gumam Aie sambil ikut menyaksikan tayangan di layar datar milik Kris itu. Sesungguhnya ia masih dongkol karena tidak berhasil merayu Kris untuk membantunya.
Diduga lokasi shooting yang dibintangi aktor tampan ini berhantu. Terbukti dengan adanya pengakuan dari
Detik berikutnya Kris tidak mendengarkan lagi apa yang disampaikan oleh para penggosip itu, matanya beralih menatap Aie yang mengkeret takut begitu dihujani oleh tatapan membunuh milik lelaki di sebelahnya ini.
"Kau niat sekali ya ingin menghancurkan karirku? Huh?" Ujar Kris dingin yang bahkan hanya terdengar seperti sebuah desisan di telinga Aie.
"Aku...aku tidak bermaksud.." rasanya suhu tubuh Aie semakin merosot jauh ke titik nol begitu mendengar tudingan Kris.
"Apa yang kau inginkan dariku? Huh? Membantumu mati untuk yang kedua kalinya? Menjatuhkan batu bata di atas kepalamu atau sesuatu yang menguji adrenalinku, huh?"
"Bu...bukan.. kau hanya perlu mengantarkanku ke hutan ChenYi yang menghubungkan antara dunia dan akhirat." jawab Aie takut-takut
"Baiklah aku antarkan kau ke sana sekarang. Setelah itu enyahlah kau dari hadapanku." Kris mencoba bersabar untuk tidak mencoba melempar gadis yang di hadapannya ini dengan secangkir kopi susu yang masih berada dalam genggamannya.
Hanya diminta mengantarkannya ke hutan lantas kenapa ia harus menggangguku? Tak tanggung-tanggung bahkan sampai menggangguku ke lokasi shooting padahal belum ada 24 jam sejak pertemuan pertama mereka. Gumam Kris dalam hati.
"Tidak semudah itu, om." dengusnya.
"Apa lagi?" bentak Kris galak.
"Syaratnya aku harus ke sana bersama dengan orang yang aku cintai dan ummm...Orang itu juga harus mencintaiku." Oke baiklah kata terakhir memang sengaja Aie yang menambahkan sendiri. Setidaknya ia tidak merasa menjadi oknum yang tersakiti di sini karena harus jatuh cinta sendirian kepada aktor tengil di hadapannya ini.
"Cih." Diletakkannya kopi susu yang sedari tadi digenggamnya. Hilang sudah nafsunya untuk bersantai karena setan sialan di hadapannya ini. Dibaringkannya tubuhnya di sofa dan membiarkan kedua kakinya melewati kedua paha Aie, sementara Aie masih gemetar karena ketakutan menghadapi seorang lelaki yang tengah murka padanya,  "Minta saja dengan pacarmu untuk mengantarkannya." suruh Kris.
"Tidak bisa, Kris. Pacarku tidak bisa melihat hantu." dibuatnya mimik sesedih mungkin agar aktor ganteng dengan attitute buruk di sampingnya ini sudi membantunya sedikit.
"Siapa pacarmu?" 
"Nichkhun oppa." Sahut Aie riang.
"Dafuq." Kris tertawa geli begitu mendengar ucapan yang lolos dari bibir di hadapannya ini. Ditendangnya pelan tubuh Aie sampai Aie jatuh dari sofa.
"Aduuuuhhh!!! Kurang ajar!!" Pekik Aie kesal.
"Idola sendiri kau sebut pacar? Menyedihkan." Cibir Kris.
"Apa??" Aie menatap Kris dan mengharapkan ada sinar laser yang dapat menembus tubuh Kris dan membuat Kris menjadi salah satu makhluk sebangsanya yang terombang ambing di dunia. Nihil. Ia hanyalah roh yang bahkan tidak mampu mengangkat debu sekalipun kalau auranya sedang melemah.
"Aku yakin dia bahkan tidak sadar kau pernah hidup di dunia. hahahaha." Kris masih saja terpingkal-pingkal mendengarkan celotehan Aie.
"Jadi kau mau membantuku tidak?" Desak Aie tak sabar. Pipinya memerah menahan malu dan marah yang berkumpul menjadi satu.
"Tidak jika kau memintaku mencintaimu." Sahut Kris dingin begitu tawa di wajahnya lenyap.
"Oke... kau bisa mengantarkanku kalau aku sudah bisa jatuh cinta denganmu." Sahut Aie melemah.
"Baiklah." Kris mengangguk setuju. Tiba-tiba ia bangun dari sofa dan langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Aie.
"Jadi... Aie.. bersiaplah kau terkesima dengan pesona sejuta pangeran milikku." bisiknya dengan senyuman yang malah terlihat seperti sebuah seringaian.
Aie menelan ludah berkali-kali begitu hidung mancung milik Kris bergesekkan dengan hidungnya.
Ia mundur perlahan. "A...aku haus..." buru-buru diraihnya cangkir kopi Kris.
"Huh? Kau bisa mengangkatnya di malam hari?" Kris menatapnya keheranan.
Aie melirik cangkir kopi milik Kris dengan tatapan yang tak kalah terkejutnya. Buru-buru dikuasainya keterkejutannya karena baru kali ini ia bisa mengangkat benda mati di hadapannya ini.
"Je...jelas lah. Aku mau minum ini! Aku haus!"  Aie mengarahkan cangkir ke ujung bibirnya dan langsung menandaskan isi kopi susu yang tersisa di cangkir itu.
"Lihat! Aku bisa menghabiskannya kan? Aku benar-benar haus." Papar Aie begitu melihat Kris yang langsung menatap ia dan karpet tempat Aie duduk bergantian.
Mulutnya setengah terbuka dengan mata yang melotot kaget.
"Kenapa?" tanya Aie bingung. Ia mengikuti arah pandangan Kris yang menatap ke karpet yang sedang di dudukinya.
Ow ow....
Ternyata kopi susu itu meluncur jatuh melewati tubuh Aie dan merembes mengenai karpet yang tengah diduduki Aie.
"KARPET PERSIA MAHAL KESAYANGANKU!!!"
**
Kris's POV
"Pssstt.. Kris." 
"Kris bangun." 
Aku merasakan sebuah suara masuk ke dalam mimpiku. 
"Psssttt. Kris."
"Hmmm.." aku bergumam sekedar untuk menghilangkan suara yang benar-benar merusak tidurku.
Demi Tuhan aku baru saja menutup mataku beberapa menit yang lalu.
"Ham hem ham hem. Bangun dong. Ini sudah jam 7."
Apa? Jam 7? Hari ini aku bahkan harus menyelesaikan shootingku hari ini. 
Buru-buru aku bangun dari tidurku.
Cup.
Eh?! Apa ini?!
Begitu aku membuka mataku, kulihat bibirku menempel dengan baiknya di bibir pucat milik gadis yang kuyakini adalah hantu jadi-jadian bernama Aie.
Buru-buru ku dorong tubuhnya yang masih melayang di atasku.
"Apa yang kau lakukan? Hah?!" teriakku sambil mengusap bibirku dengan kasar.
"ka-kau yang bangun tiba-tiba!" rengek Aie dengan wajah pucat yang tak kalah kaget dengan wajahku, "ciuman pertamaku direnggut dengan tidak romantis, tiba-tiba, dan pelakunya adalah orang kasar sepertimuuuu!!"
"hah? Kau pikir aku sudi mencium mayat? Hah? Bibirku rasa tanah. Cuih" aku pura-pura meludah.
Berciuman dengan setan sepertinya? Hah? Bahkan dalam mimpi terliarku setiap malam aku tidak pernah membayangkan mencium makhluk sepertinya.
"Yak!! Begini-begini juga kita sama. Hanya yang membedakannya aku sudah mati dan kau masih hidup. Toh suatu saat kau juga akan mati." decaknya sambil berkacak pinggang.
"Tapi kau dan aku jelas berbeda. Ibarat planet, aku adalah bumi dan kau adalah pluto. Sama tapi berbeda. Keberadaanmu ada, tapi tidak diakui. Begitulah." sahutku menganalogikan keadaannya sekarang dan itu sukses membuat ia bungkam seribu bahasa.
"Minggir." ku dorong tubuh mungilnya dan beranjak dari tempat tidurku.
"Ihhh mesuum! Mau apa kau?!!" jerit Aie begitu aku ingin melepaskan singlet kesayanganku.
"Mau mandi lah." sahutku sambil terus meloloskan singlet putih itu dari kedua lenganku.
"Stoopp!! Lepaskan di kamar mandi saja!" pekik Aie sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangan.
"Kenapa? Ini baru 3 hari kau berkeliaran di rumahku dan kau sudah mulai jatuh cinta denganku? Di mana pertahanan dirimu? Ooohh.. Atau bahkan kau tidak pernah berdekatan dengan lelaki sehingga kau langsung jatuh hati padaku? Huh?" godaku sambil mendekatinya perlahan. Baiklah, semakin sering kau kugoda maka semakin cepat pula aku menyingkirkanmu.
"Berhentii!! Stopp!! Jangan mendekat!!" teriaknya lagi.
"Kenapa? Pasti kau tidak tahan melihat aku sedang topless ya? Haha. Sini pegang aku, Aie. Kau bisa cepat jatuh cinta denganku." godaku sambil merentangkan tanganku.
"Dasar lelaki cabul!!" pekiknya sebelum menghilang di udara.
"HAHAHAHHA" Kris tertawa nyaring sebelum ia menghilang ke kamar mandi.

**

Author's POV
Aie menggertakkan giginya. Demi Tuhan! Seandainya saja dia bisa memungut pecahan beling. Tentu saja ia sudah melakukannya dan menancapkannya tepat di kepala lelaki yang sedang melenggang angkuh di depannya itu.
Kalau saja ia tidak diharuskan jatuh cinta dengan lelaki keparat ini. Oh bukan. Kalau saja bukan Kris yang bisa menolongnya, tentu saja dia mungkin sudah berlari dan menancapkan pisau tepat di jantungnya dan untungnya dia tidak akan pernah masuk penjara.
"Jangan dekat-dekat denganku."
"Beri jarak sekitar lima meter biar kau tak tertangkap kamera."
"Aku tidak mau ladang rejekiku tercemar dengan sosok penampakan wanita jelek sepertimu."
"Jangan mencoba berbicara denganku karena aku tidak akan menjawabnya."
Bla  bla bla daaan segudang larangan lainnya yang membuat Aie siap untuk muntah di tempat.
Ia melihat ke arah Kris yang tengah sibuk shooting film action ketiganya.
"Hah. Pantas saja sering dikontrak main film action. Orangnya saja main kasar begitu." gerutu Aie.
Ia bahkan masih ingat betul bagaimana Kris menendang bokongnya. Mendorong kepalanya atau sekedar menyentil dahinya. Meskipun tidak pernah mengakibatkan luka karena Aie selalu terjatuh di tempat yang empuk seperti sofa atau tempat tidur. Ya, setidaknya Kris selalu memperhitungkan tindakannya yang kadang melewati batas karena masih menganggap Aie seorang wanita.
Aie memberengut kesal karena ia tak bisa pulang mengingat lokasi shooting yang jauh dari apartemen Kris dan cukup terpencil.
Ia menengadah, menatap pepohonan yang nampak jelas terlihat karena memantulkan cahaya bulan.
"Aku merasakan auraku mulai menguat menjelang tengah malam. Setidaknya aku harus bersembunyi sebelum mereka bisa melihatku." gumam Aie dan melangkah pelan memasuki hutan yang bagian pintu masuknya dijadikan tempat shooting Kris.
Ia melangkah pelan memasuki hutan yang semakin gelap dan menyeramkan.
"Hutan apa ini? Kenapa semakin menyeramkan saja." bisik Aie bergidik ngeri. Kalau saja ia tidak melupakan jati dirinya sebagai hantu mungkin ia sudah melompat ke pangkuan Kris dan bergelung hangat dipelukannya.
Plak! Aie menampar pipinya sendiri.
"Aku tidak mungkin seagresif itu. HAH! Bisa mati dua kali aku kalau sampai Kris mendengar isi pikiran laknat itu." decaknya.
Ia melangkah lagi jauh semakin dalam menyisiri pekatnya hutan.
Ohh!
Aie berteriak saat ia jatuh ke sebuah lubang dan parahnya ia tidak bisa keluar!
"Toloong... Tolooong..." lolongnya tertahan.

"Toloooong..."

Kris mengorek kupingnya beberapa kali. "Aku nggak salah dengar kan?" gumamnya sambil mengecek sekeliling, dilihatnya lokasi shooting begitu tenang karena ia tidak mendapati Aie.

Kemana perginya bocah sialan itu? Batinnya.

"Tolooooong." Suara itu kembali terdengar.

Kris berdehem pelan. Menekankan pada dirinya kalau itu bukan Aie.

"Hoii.. kau bisa pulang, Kris." Seru pak Sutradara begitu mendapati Kris bergerak tidak tenang di tempat istirahatnya.

Kris tersenyum tipis, ia masih berkonsentrasi terhadap suara yang didengarnya.

"Kau mendengar sesuatu?" Bisiknya pada Hyuk Jae.

"Hoh? Aku hanya mendengar Pak Sutradara menyuruhmu pulang." Kata Hyuk Jae.

Pasti itu arwah penasaran! Tidak ada manusia yang mendengarnya. pikir Kris yang langsung beranjak dari tempat duduknya.

"Yak! Kau mau kemana Kris??!!" Teriak Hyuk Jae sementara Kris beralih duduk di samping sutradara.

"Uhm...," Kris memulai percakapan. "Pak. Kalau boleh tahu, ini hutan apa?"

"Huh? Hutan ChenYi. Ku dengar di sini tempat berkumpulnya arwah penasaran." Bisik sutradaranya pelan. "Auuuuuu..."

Detik berikutnya Kris tidak mendengarkan ucapan sang sutradara lagi dan memutuskan beranjak dari tempat duduknya.

Aie! Aie! Hutan arwah itu benar-benar membuatku muak sekarang! Aiee!!! Bertahanlah! Doa Kris sambil menembus gelapnya hutan belantara.

"Huh? Kau takut?" Olok Sutradara sambil berpaling mengikuti arah Kris meninggalkannya. Ia tertegun. Terpana. Terkaget-kaget begitu melihat Kris berlari menembus hutan belantara.

"Uaaangggkuuuu...!!" Serunya tertahan.

*

"To....long..." teriak Aie putus-putus. Demi Tuhan ia masih ingin tinggal dan berharap belum saatnya ia dipanggil ke neraka.

Ia merasakan kakinya semakin ditarik masuk oleh akar-akar yang berada di bawahnya. Hutan ini benar-benar membuatnya lemah. Ia bahkan tidak bisa naik dan memanjat.

Percuma saja ya... tidak ada orang yang bisa menolong hantu. Lirihnya.

"Aie!!!" Teriak Kris.

"Aiee!!"

Aie yang semakin melemas kini menjadi bersemangat lagi begitu mendengar suara Kris, "Kris!!" Teriaknya sampai parau. Entah darimana ia mendapatkan kekuatannya kembali.

"Tolooong!! Kris!!" Teriaknya lagi.

Dilihatnya sekarang wajah tampan Kris melongok ke lubang tempatnya terjatuh. Kris mengulurkan tangannya, "pegang tanganku Ai" perintahnya panik.

Begitu Aie mengulurkan tangannya dan bersentuhan dengan tangan Kris. Tubuhnya secara alami di dorong ke luar dan bahkan Kris dapat merasakan dorongan dari bawah yang membuat tubuh Aie naik ke atas.

*

"Dasar bocah sialan! Kau membuatku khawatir!!" Gerutu Kris begitu mereka keluar dari hutan ChenYi.

"Aku bahkan tidak tahu kalau itu hutan arwah." Sungut Aie hampir menangis. Ia memegang erat lengan Kris karena masih takut.

"Kau membuatku seperti orang gila." Gerutu Kris lagi.

"Aku bahkan sudah hampir gila tadi." Protes Aie tak mau kalah.

"Gila saja sendiri, jangan bawa-bawa orang." Omel Kris lagi yang membuat Aie terdiam dan semakin mengeratkan belitan tangannya di lengan Kris.

"Masuk ke mobil. Jangan kemana-mana lagi." Perintah Kris dingin. Aie mengangguk dan berjalan ke sisi mobil yang tidak menghadap ke arah lokasi shooting.

Begitu Kris berbalik dari pandangannya yang mengarah ke Aie. Ia menatap heran kepada seluruh kru dan Hyuk Jae yang menatapnya tanpa berkedip. Sutradaranya apalagi sampai tidak menyadari kalau mulutnya terbuka.

"Kenapa?" tanya Kris bingung.

"Wa...wanita tadi
" belum sempat Hyuk Jae mengucapkan kalimat terakhirnya, sutradara sudah menginterupsi. "Siapa wanita yang kau bawa dari hutan itu?"

Ow... ow...

Mau tak mau Kris hanya bisa tersenyum sedetik dan langsung berlari ke mobil sambil mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. "Hyuk Jae!! Kau pulang naik taksi saja!!" teriaknya sebelum pergi meninggalkan area shooting.

"Krisss!!!! Krisss!!!"

***

Kris's POV

"Kris..."

"Kris.... psssttt..."

"Kris...."

Bisik Aie ditelingaku. Lagi. Dia membangunkanku ke sekian kalinya setelah aku melempar handphoneku karena alarm yang berisik dan telepon yang tak kunjung berhenti menerorku sejak tadi malam.

"Berisik!" Makiku.

"Kris, sudah pagi." Bisiknya lagi.

"Diam, Aie! Aku masih ingin tidur!!"

"Huh.. padahal tadi malam kau berlaku lembut padaku." sungutnya. "Ada 25 panggilan masuk dari Hyuk Jae. Kau tahu aku tidak bisa mengambilkannya untukmu apalagi mengangkatnya." Ingatnya.

Aku muak! Demi Tuhan! Rasanya aku benar-benar ingin menyingkirkan makhluk ini secepatnya!

Aie tidak bersuara lagi. Mungkin ia sudah menghilang, dan parahnya aku sudah tidak bisa memejamkan mataku lagi.

Dasar gadis sialan! Pembawa sial! Makiku sambil beranjak dari tidur dan mengambil handphoneku yang tergeletak di lantai.

Begitu aku menggapai handphoneku, panggilan ke sekian dari Hyuk Jae pun kembali muncul.

"Apa sih hyung?" Sahutku ogah-ogahan.

"Kris tadi malam kau membawa siapa di mobilmu? Wanita primitif dari hutan? Kau lihat semua warga di dunia maya membicarakanmu dan bahkan mereka mengira kalau itu adalah pacarmu! Kenapa kau membiarkanku sendirian dan bahkan kau baru saja mengangkat telponku?!" Cerocos Hyuk Jae di seberang sana yang membuatku ingin melemparkan handphonenya ke luar jendela.

"Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan." Jawabku enteng. Skak mat.

Aku yakin Hyuk Jae ingin sekali bisa bertelepati dan membunuhku saat ini juga.

"Kau hari ini harus mengadakan konferensi pers sebelum para perusahaan iklan menelponku dan memutuskan kontrak kerjasama kita." Suruh Hyuk Jae dalam satu tarikan napas.

"Oke. Siapkan saja. Nanti aku datang jam 3. Siapkan pengawal." Sahutku acuh tak acuh dan langsung mematikan telepon.

Aku ingin tidur lagi tapi makhluk sialan itu terus merongrongku.

"Keluar kau setan kecil! Kau benar-benar membuatku gila!" Teriakku geram sambil melemparkan handphoneku ke atas ranjang.

Aie muncul di hadapanku dengan wajah tertunduk. Cih? Ingin meminta belas kasihan padaku? Mimpi saja kau!

"Kau.benar.benar.membunuh.karirku." bisikku tepat di kupingnya.

"A...aku salah apa?" Tanyanya takut-takut. Aku bahkan dapat merasakannya tubuhnya gemetar begitu aku menaruh satu tanganku di bahunya.

"Ooohh. Jadi kau lupa ya Nyonya Aie? Kau datang di tempat shootingku dan membuat kekacauan, kemudian merusak perabotan rumah, dan terakhir kau membuat dirimu terlihat di antara para tukang gosip itu!!!" Teriakku sambil menatap manik mata Aie. Ia bergetar hebat tapi ia benar-benar tidak menangis saat kubentak. Haaah!

"Aku.tidak.sengaja." tekannya. Ia bahkan tak melepas kontak mata diantara kami. "Kau pikir aku sadar kalau aku bisa terlihat oleh mereka?" elaknya.

"Harusnya kau sadar kalau ada yang tidak beres denganmu!" Bentakku lagi.

"Aku sudah menyadarinya sebelum aku terjatuh! Kau pikir mudah berpikir di saat panik? Hah!!"

Aku menggiring Aie ke sudut tembok dan membiarkannya tersudut. Braakk!! Aku melampiaskan amarahku dengan meninju dinding di sebelahnya "Lebih baik kau cepat pergi dari hidupku!! Aku muak!!" Desisku tertahan.

Tak kusangka Aie tertawa, matanya merah menahan amarah, "oke sebelum aku pergi. Aku ingin bertanya satu hal. Kalau kau ingin aku pergi kenapa malam itu kau membiarkan dirimu sendiri menolongku?"

Deg.
Aku membeku.
Kenapa menolongnya...
Kenapa menolong...
Kenapa..
Kenapa.

*
Author's POV

Haaaaah. Rasanya Aie ingin membenturkan otaknya saja dan berharap bisa bertemu dan jatuh cinta dengan orang baik yang bisa melihatnya. Catat ya. Orang baik yang sudi membantunya tanpa pamrih.

Ia meragu.

Ia paham betul bagaimana perasaan ini menelusup perlahan dalam hatinya tadi malam.

Bagaimana bisa ia melihat wajah tampan Kris yang menolongnya dan ia terpesona untuk yang pertama kalinya.

Saat ia melirik Kris yang menarik lengannya waktu itu, Kris bermandikan keringat dan bau tanah bercampur kayu menguar dari tubuhnya. Tapi jantung Aie malah berdetak kencang untuk pertama kalinya dan ia tak pernah merasakan ini saat melihat Kris mondar mandir di depannya dengan hanya mengenakan handuk mandi atau tubuh harum akibat berendam di jacuzzi.

Ia bahkan terlihat menawan ketika menyuruh Aie masuk ke dalam mobil dan bahkan 2x lebih menawan saat ia mengkhawatirkan Aie sambil membawanya kabur ke rumah.

Apa aku mulai jatuh cinta? Renung Aie dalam diam.

Diliriknya tayangan televisi mulai berganti menjadi acara gosip yang menayangkan acara konferensi pers.

Mata Aie membulat kaget begitu melihat lelaki yang berkeliaran di pikirannya ini kini tengah memasuki ruangan dengan mengenakan tuxedo hitam dengan rambut yang disemir coklat berantakan.

Aie memalingkan wajah, "aku nggak akan terpesona dengan lelaki jahat itu." Cibirnya.

Tapi nyatanya tubuhnya berkhianat. Matanya melirik dan malah menikmati pemandangan yang terpampang di hadapannya sekarang.

"Walaupun aku menontonnya, Kris tidak akan tahu kan?" hibur Aie berusaha untuk tidak menjadi munafik karena hati dan perasaannya mengkhianati egonya.

Akhirnya Aie kembali menghadapi layar datar di hadapannya dengan waswas.

Apa kali ini Kris akan membuka identitasnya di Hadapan publik?

Kali ini Hyuk Jae managernya Kris yang berbicara. Aie menunggu dalam diam dan sibuk melihat Kris yang nampak jauh lebih tenang. Sesekali ia bercanda dengan beberapa wartawan di dekatnya.

Haaaaaah. Sudah lama ia tak melihat senyum itu hadir di bibirnya. Sudah lama Kris tak tersenyum untuknya sejak Aie selalu membuat kekacauan. Sekarang hanyalah terpampang wajah Kris yang tengah murka padanya.

Aie bergidik ngeri membayangkan Kris yang sudah berniat memukulnya.

Andai aku punya 9 nyawa mungkin aku akan memberikan satu nyawaku agar bisa melihat senyumnya itu. Batin Aie sedih.

"Semua orang tahu Anda sedang menggarap sebuah film bergenre action di sekitar hutan ChenYi yang terkenal angker itu. Bisakah Anda menjelaskannya bagaimana Anda bisa masuk ke hutan terlarang itu dan membawa seorang gadis?" tanya seorang wartawan wanita berambut coklat panjang.

Kris tersenyum sejenak, "Ya, awalnya saya tidak tahu kalau lokasi tempat saya shooting itu berbahaya, ketika saya mendengar teriakan minta tolong dari seorang gadis, saya langsung refleks berlari dan mencari asal suara."

"Tapi para kru film dan bahkan manager Anda tidak mendengar teriakan minta tolong itu."

"Ya, mungkin mereka sedang sibuk. Kebetulan aku sedang beristirahat dan tiba-tiba saja suara itu terdengar sangat jelas di telingaku."

Para wartawan pun terlihat mengangguk-angguk dan mencatat sesuatu di bukunya.

"Kau mengenal gadis itu?" kali ini giliran wartawan gendut yang bertanya.
Lama Kris terdiam, hingga akhirnya ia menatap tajam ke arah kamera, "tidak." Jawabnya.

Aie mencibir. "Dasar tukang tipu! Pembohong! Pandai sekali kau memutar balikkan keadaan dengan tatapan mengintimidasi kepada para wartawan itu seakan mereka bersalah Karena menanyaimu! Penipu ulung!" Maki Aie.

"Kalau tidak mengenalnya kenapa kau malah membawa gadis itu lari bersamamu dengan menggunakan mobil?"

"Kupikir ia sedang luka dalam karena ia terjatuh cukup dalam ke dalam sebuah lubang. Jadi kupikir aku harus menolongnya."

"Anda membawanya ke rumah sakit?"

Haaaahhh.. menyusahkan memang jadi artis. Menolong hantu saja sebegini susahnya. batin Aie geram.

"Tidak. Kebetulan sahabatku seorang dokter jadi ia sudah memeriksa dan mengatakan kepadaku kalau gadis itu baik-baik saja."

"Bisa Anda memberitahukan siapa nama dokter yang sudah menolong gadis itu?"

"Tidak."

"Kena
"

"Tolong jangan tanyakan kenapa karena itu saya menghargai profesinya sebagai seorang dokter. Ia hanya menolong seseorang jadi saya rasa masalah ini tidak perlu dibesar-besarkan." papar Kris sebelum ia mengakhiri konferensinya.

Kemudian giliran Hyuk Jae yang menjawab beberapa pertanyaan dari para wartawan sementara Aie hanya bisa mengumpat pelan.

Ia ingin bertemu dengan Kris. Memeluknya dan menangis keras di depannya karena kesal, rindu sekaligus ingin berterima kasih karena sudah menolongnya.

*

Kris membuka pintu apartemennya di susul Hyuk Jae yang mengekor di belakangnya.

"Kris, aku ingin
"

"Bisa kita bahas nanti saja masalah kontrak? Aku ingin istirahat." Teriak Kris sambil membanting pintu apartemen keras.

Ia melepaskan tuxedo yang tadi ia pakai sepanjang konferensi dan membuangnya asal.

Ia menatap layar datar yang masih menayangkan isi percakapan konferensi persnya dengan awak media.

"Tch. Jadi setan kecil itu menontonnya." Tebak Kris.

"Ai...." panggilnya.

"Aie, muncullah. Aku sudah tidak marah denganmu." Dimatikannya layar datar itu dan berjalan menuju ke Kamar.

"kupikir aku salah Ai, aku tidak tahu bagaimana posisimu sekarang."

"Aie. Aku tahu kau belum pergi. Aku bahkan masih bisa mencium bau busukmu." Canda Kris. Ia mencium aroma lily berkeliaran di kamarnya. Itu bau Aie.

"Maaf." Sahut Kris lagi. Aie benar-benar membuat Kris bermonolog karena tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Yasudah kalau begitu aku tidur. Begitu aku bangun tidur aku tidak akan sudi mengantarkanmu ke hutan ChenYi." Ancam Kris yang langsung berbalik menuju tempat tidur.

Baru saja ia memutar tubuhnya,
Cup!

Lagi. Bibirnya kembali bersentuhan dengan benda kenyal yang kini berwarna kemerahan.

Itu bibir Aie!

Dan si pemilik bibir pun tak kalah kagetnya dengan Kris.

Baru saja ia ingin melepaskan bibirnya dari bibir Kris, lengan Kris sudah melingkari pinggangnya dan membuat tubuhnya semakin merapat.

Kris menutup matanya dan mulai mengecup bibir Aie perlahan.

Sekali dua kali entah siapa yang memulai di antara mereka bibir itu kini saling berpagutan, saling melumat satu sama lain bagai oksigen. Saling membutuhkan.

Aie merasakan sentuhan bibir Kris terasa panas membara. Ia merasakan darah seakan naik dan tersebar di bagian pipinya. Hangat dan menyenangkan! Sensasi apa ini?

Sementara Kris merasakan aura menenangkan saat bibir mereka saling menempel. Ia merindukan perasaan ini. Ia merindukan Aie.

"Kupikir... sudah seharusnya aku diantarkan ke hutan ChenYi sekarang." Kata Aie begitu mereka selesai berciuman. Napas mereka masih memburu, Kris bahkan masih belum melepaskan lengannya dari pinggang Aie.

Hah.. Aie membalas perasaanku ternyata, dan itu berarti ketika ia mencintaiku. Maka aku harus melepaskannya pergi. 

Ia bahkan teringat saat ia yakin betul tak akan mencintai gadis yang berada di hadapannya ini. Ini gila! Bagaimana mungkin ia bisa mencintai sosok arwah yang bahkan tidak mempunyai raga!

Kris tersenyum dan mengacak rambut Aie perlahan, "Baiklah. Esok pagi kau akan kuantarkan ke sana."

***

Kris's POV

2 tahun kemudian.....

"Kris?"

"Hmmmm...." sahutku masih terkantuk-kantuk. Aku sangat lelaaah. Haaaah. Setelah pulang ke rumah pada saat subuh dan sekarang mama tetap bersikeras untuk menemuiku. Ralat. Untuk mempertemukan aku dengan gadis pilihan mama.

"Astagaaa!! Wanitamu bahkan sudah cantik di luar sana dan kau! Mandi saja belum!" Sungut mama padaku.

"Ma, aku baru tidur 3 jam loh." Sahutku ogah-ogahan. Mataku bahkan enggan untuk sekedar menatap wajah mamaku.

Ya. Hari ini semestinya adalah hari pertemuanku dengan gadis pilihan mama
yang mungkin akan dijodohkan denganku.

Aku hanya mengangguk mengiyakan pertemuan itu dengan gadis yang bahkan sama sekali tak kukenal. Ia berasal dari Korea. Anak dari keluarga jauh Ayahku.

Yah, begitulah silsilahnya. Aku juga tidak mengerti.

Ngomong-ngomong soal perjodohan ini, bukan berarti aku tidak laku dan lantas menerima dengan ikhlas pilihan mama. Aku hanya masih memegang teguh pepatah, "cinta karena terbiasa" dan itu memang terbukti padaku dan Aie waktu itu, aku yakin pilihan mama pasti lebih baik.

Aie....

Cintaku yang terhalang oleh keadaan.

Tolong ingatkan aku kalau aku tidak sekejam orang lain dengan membuat Aie bertahan di sisiku selamanya sebagai arwah penasaran.

Nyatanya aku bahkan mengantarkan kepergiannya dengan besar hati ke hutan ChenYi.

Bahkan melihat dengan mata kepalaku sendiri saat ia menghilang di antara cahaya putih yang menyilaukan.

Mungkin sekarang Aie sudah bahagia di surga......

"Krisss... ya ampuuun cepatlah mandi nanti
" suara mamaku terpotong begitu ia mendengar suara gadis yang memanggilnya.

"Mama ngapain di sini?" tanya seseorang yang kuyakini adalah calonku.

Mama? Gadis ini lancang juga berjalan sampai ke sini dan bahkan memanggil mamaku dengan panggilan yang sama!

"Aie. Tunggulah di luar. Aduuuh mama jadi malu. Anak mama susah banget bangunnya."

Suara mama kini hanya dengungan dalam telingaku sesaat setelah beliau menyebutkan nama gadis yang akan dijodohkan denganku.

Apa aku tidak salah dengar? Aie?

Kantukku mendadak hilang, berganti dengan rasa penasaran yang memuncak.

Aku bangkit dari tempat tidurku dan benar saja! Aku melihatnya! Itu Aie! Dengan wujud manusia!

"S-song Aie?" Tanyaku memastikan. Demi Tuhan aku bahkan merasakan tubuhku bergetar dan jantung ini berdetak amat keras.

Orang yang kupanggil-Aie- itu mengernyit heran sementara mamaku membatu begitu aku menyebut nama keramat yang tak pernah kuucapkan pada siapapun itu, "Loh, kau tahu namaku darimana?"

Jdeeerrrr...

****

Tamaaat!! Asik gantung. Wkwk

Yah pokoknya Aie itu cuma koma kok dan sekarang ia menjadi calon istri Kris yaaah yang berarti Kris harus bersikeras membuat Aie kembali mencintainya karena Aie melupakan kisahnya saat ia menjadi arwah penasaran. 

Jangan tanyakan sekuelnya. Tidak ada. Bye xD


Sabtu, 02 Agustus 2014

[FF KRIS EXO] Defence Mechanisme

Defence Mechanisme
Author:  Mei F.D
Main cast :
Wu Yi Fan/ Kris EXO M
Min ah
Dennis Kane
Lee Hyuk Jae
Other cast

Length : oneshot
Genre : married life, family, romance, series.
PG : 15+

Hai author datang lagi dengan segala kegajean dari keluarganya Kris dan ditengah segala mcam pemikiran yang alay yang sedang melanda ini(?)  ._. 
Jangan lupa follow twitter ane :3 @meiokris
***
Author's POV
"Kris.. Dennis... Habiskan sarapannya dulu" teriak Minah dari dapur.
"Iya sayang. Sudah. Kami berangkat dulu ya. Dadah" Kris langsung menyambar roti yang dibuat Minah dan menandaskan segelas susu yang telah dibuat istrinya. Buru-buru disambarnya dasi dan langsung berlari ke pintu depan.
"Kayak ada yang kurang tapi apa yaa.." Kris langsung menghentikan langkahnya dan mengecek perlengkapannya untuk meeting hari ini. Berkas sudah siap di kantor, dasi juga sudah rapi, pakaian sudah siap. "Huh. Jam weker keparat. Sudah tau tadi malam bekas olahraga malam dan hari ini harus meeting masih saja tidak berbunyi" gerutunya seraya memutar kenop pintu.
Kris pun langsung kembali melangkah begitu dipikirnya semuanya telah siap. "Ah mungkin aku gugup karena ingin bertemu paman Sam yang dari Canada itu mungkin jadi aku seper......"
"Kris..." sebelum Kris menyelesaikan ucapannya, seseorang yang diyakininya bidadari pemilik hatinya itu memanggilnya dan membuat Kris dengan senang hati membuat gerakan memutar.
"Ya istriku. Apa kau mau...Hhaaaa...." Ia terkesiap begitu melihat seonggok. Bukan. Sesosok makhluk menggemaskan yang berada dalam gendongan istrinya tengah menatapnya sengit.
"Kau melupakan anakmu sendiri Kris" sindir Minah.
Buru-buru ia menguasai ekspresi keterkejutannya dan langsung terkekeh malu, “Hehehe, maaf sayang, aku kira kita belum punya anak” dipindahkannya Dennis dari gendongan Minah ke gendongannya.
“Yak! Sudah 4 tahun Dennis bersama kita dan kau masih melupakan anakmu sendiri?” cibir Minah.
“Tinju appa” tangan mungil Dennis langsung mendarat mulus di hidung mancung Kris.
“Aww...Aduh...Aduhh sakit” Kris pura-pura berteriak kesakitan akibat dipukul Dennis.
“Heh sayang tidak boleh begitu dengan appa” Minah mengelus tangan Dennis berusaha menghentikan kelancangan anaknya.
“Awas nanti hidung appa luka..” keluh Kris sambil mengelus-elus hidung mancungnya.

**

Kris’s POV
Huh hah.. huh hah... huh hah... Meeting di mulai 3 menit lagi dan aku harus cepat-cepat menemukan lift terdekat. Aku cepat-cepat berlari ke arah lift tanpa menghiraukan ucapan salam yang di lontarkan dari para pegawaiku.
“Tunggu sebentar” aku langsung berteriak saat pintu lift terdekat hampir menutup.
“Hahh...” aku menghembuskan napasku pelan dan mencoba menetralkan napasku yang masih ngos-ngosan karena berlari dari parkiran menuju ke lift.
“hhh... appa” aku terkesiap begitu melihat penghuni lift yang aku teriaki tadi adalah ayahku sendiri.
“Kenapa?” kening ayahku berkerut heran.
Aku memandang ayahku heran. Seorang mantan pemimpin perusahaan ikut datang ke tempat meeting? “Appa, kau mau ikut meeting?” tanyaku tak kalah heran.
“Meeting dengan Sam yang dari Canada itu? Astaga. meeting hari ini dibatalkan”
“MWOO???” aku menatap ayahku horor.
“Ya.. hari ini kita kedatangan Belinda Lee, sepupumu yang dari Canada itu. Jadi kubatalkan saja meeting hari ini” jawab ayahku kalem.
“Appa! Kau membatalkan meeting kepada seluruh klien penting tapi aku yang anakmu sendiri tidak kau kabari??” yah, terus aku capek-capek bangun pagi dan kesiangan ini hanya untuk menerima kabar pembatalan meeting?
“Untuk apa? Kau kan anakku” kata ayahku santai dengan wajah tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Aiissshh, apa?? jangan mentang-mentang aku bukanlah ‘orang lain’ dan bukan orang penting dalam meeting kali ini bukan berarti aku diberikan pengecualian mengenai kabar pembatalan meeting ini. ini namanya diskriminasi.
Pintu lift pun terbuka perlahan bersamaan dengan munculnya sosok wanita anggun nan cantik yang tengah menyeringai jahat kepadaku.
“Be...Belinda....”
"Hah? makh..." sebelum aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba Belinda langsung meneriakiku.
"Kris Wu Faaaan" teriaknya.
Aku memutar bola mataku dan mendapati orang yang sedang kubicarakan menatapku, "apa?" sahutku malas. Gadis ini, selalu saja merecokiku kalau saja bertemu denganku.
"Lihat ayaaah, dia bahkan tidak membalas sapaanku dengan baik" rengeknya. Apa dia bilang? ayah?
"Wu Fan aah. bersikaplah lebih baik pada sepupumu" tegur ayahku.
"Setelah kedatangan dadakannya yang membuat meeting di tunda dan aku masih harus bersikap manis padanya? Siapa dia? Putri Presiden? Huh?!" protesku.
"Wu Fan-ahh.. kau jahat sekali, kau tidak merindukanku?!?!??!?" tanyanya lagi.
"Tidak" sahutku jujur, astaga gadis ini benar-benar tahan banting ya.
"Bahkan sekalipun juga tidak?" tanyanya lagi.
"Ya" jawabku sadis.
“Kau masih tidak berubah ya, masih cuek terhadap wanita” gerutunya.
“Iya”
"Padahal aku merindukanmu"
"Iya aku tahu" sahutku asal.
“Padahal aku tidak sabar bertemu denganmu”
“Iya aku tahu”
"Dan aku membawakan bayi ini untukmu"
"Iya aku ta.... APA???" Kulirik lengannya yang ternyata tengah memeluk seorang bayi berusia sekitar 6 bulanan.
"Rencananya aku mau bulan madu lagi dengan suamiku dan aku tidak yakin pengasuhku akan merawatnya dengan baik, kau tahu kan sekarang ini banyak sekali penculikan massal dan daripada aku takut anakku diculik, lebih baik aku menitipkannya saja padamu" jelasnya.
Aku mendengus. Anak? Lagi? Dennis yang berasal dari bibitku saja sudah membuatku kalang kabut menjaganya bagaimana dengan bayi ini? Aku melihatnya sekilas, bayi itu bergelung hangat di dalam gendongan Belinda yang kuyakini adalah ibunya.
"Berapa lama?" tanyaku lagi.
"Hanya 3 hari kok, kami hanya merayakan bulan madu dengan beberapa keluarga di sini setelah itu kami akan kembali ke Kanada"
“Hmmm..”
“Kau kan tidak datang saat pernikahanku, anggap aja ini merupakan penebus dosamu” ujarnya mantap.
“Kau juga tidak datang saat pernikahanku” protesku.
“Yah, kau tahulah, mencari cuti pada saat perkuliahan semester akhir itu sangat berbahaya, pokoknya kau harus menebus dosamu karena tidak datang ke pernikahanku” paksanya.
“Sejak kapan aku berdosa dengan wanita kelebihan hormon sepertimu?” gerutuku.
“Ayolah... kau tidak mau kan aku melakukan ini di hadapan istrimu” bisik Belinda yang mulai memainkan sebelah tangannya yang bebas untuk membelai dasi Kris.
“Jangan mencoba menggodaku Belinda...” desisku.
“Kenapa? Kita kan sepupu jauh, bahkan ayahpun takkan keberatan kalau kita menikah nanti, iya kan ayah??”
“Ap... apa??”
“Apa??” tantangnya lagi.
"Aiiishhh... kapan kau akan menitipkannya padaku?" tanyaku  lagi.
"Sekarang" jawabnya cepat.
"APA? Aku bahkan belum berbicara dengan istriku, bagaimana kau...aiiishhh"
"Tenang saja aku yang akan meminta izin kepada istrimu, tinggal kau antarkan aku saja kesana"
Ayahku langsung terkekeh mendengar perdebatan kami yang membuatku tersadar kalau ada ayahku yang menyaksikan perbuatan Belinda, "Antar saja, Belinda memang susah di kalahkan" ayahku menengahi. "Minah kan suka dengan anak kecil" tambah ayahku. Aiishhh, aku juga suka, sayangnya mereka kadang mengganggu aktivitas mesra-mesraanku dengan Minah.
"Tapi appa, membiarkan seorang Belinda bertemu dengan istriku itu bukanlah hal yang baik" protesku lagi. Mengingat Belinda pernah mengacaukan hidupku dengan mengaku-ngaku sebagai pacarku.
“Sudahlah, astaga Kris, iyakan saja permintaan sepupu jauhmu itu, hoho” sahut ayahku seraya berlalu dari hadapanku dan Belinda. “Mendengar anak muda bertengkar membuatku seperti muda kembali” ia mencelos.
“Kalau sepupuku tidak seekstrim ini sih aku takkan keberatan” gerutu Kris.
PLAKK!!
“YAAKK!!!”
“APAA!!”
“KAU INI!!”
PLAKK!!
**

Author’s POV
“Dennis, jangan dipetik dong bunganya nanti bunganya nangis” seorang wanita paruh baya meminta Dennis untuk tidak memetik bunga marigold yang baru saja mekar.
“Dennis tidak pernah melihat bunga lagi nangis” celotehnya.
“eh, bunganya nangis pas Dennis sudah pergi sayang, kasihan bunganya kan mau ngumpul sama teman-temannya” katanya lembut.
“Dennis juga temannya” bantah Dennis lagi.
“eh??” belum sempat wanita paruh baya itu menyahut, Minah sudah lebih dulu menyapa Dennis.
“Sayang, eomma datang” teriaknya dari kejauhan seraya merentangkan kedua tangannya.
“Dennis pulang dulu ya Bu, annyeong” pamit Dennis sambil membungkuk sebelum berlari mengejar Minah.
“Terima kasih Bu, sudah menjaga Dennis hari ini” sapa Minah yang berjalan mendekati wanita paruh baya itu, Ree Ni.
“Sudah sepantasnya bu, saya berlaku selayaknya guru TK yang menjaga anak-anak seperti anak saya sendiri.. Ngomong-ngomong kenapa ibu tidak datang pada saat pengambilan raport?” tanya Ree Ni.
“Hah? Memangnya hari ini ada acara pengambilan raport ya?” tanya Minah bingung, sementara Dennis yang sudah berada di dalam gendongan Minah mulai bergerak-gerak.
“Raport Dennis ada di dalam tas lho..” sahutnya senang.
“Iya bu, mungkin ibu lupa membaca pengumuman yang tertera di dekat gerbang sekolah.” Jelasnya.
Minah memasang raut wajah kecewa, “maafin eomma ya” bisiknya sambil mengelus punggung Dennis.
“es krrrrrrrriiiim” teriak Dennis sambil menunjuk-nunjuk depot es krim di seberang sekolah.
“hahhaha, Dennis semenjak bisa mengucapkan huruf ‘r’ jadi sering membanggakan dirinya karena teman-temannya tidak bisa mengucapkannya” puji Ree Ni.
“ahh ya, dia memang begitu” puji Minah tak kalah bangga kepada buah hatinya. Setelah berpamitan pun akhirnya Minah dan Dennis menuju ke sebuah depot es krim di perempatan jalan.
“Kenapa tidak di es krim yang tadi ma?” tanya Dennis.
“Hari ini eomma ingin bertemu dengan teman eomma” jelas Minah sambil menuntun Dennis ke sebuah pondok es krim yang bertuliskan ‘Baby Zee’
Minah dan Dennis pun berjalan masuk ke pondok es krim milik teman SMA-nya itu.
“Bang Min Ah-ssi” teriak seseorang saat Minah menyuruh Dennis untuk duduk di sebelahnya.
“Song Ah Ra” balas Minah berteriak sambil melambaikan tangan kanannya ke arah Ah Ra.
“Sudah lama sekali kau tidak mampir ke sini” Ahra memandang Minah takjub.
“Ahh. Aku sibuk mengurus rumah dan keluargaku” kilah Minah, “kau memang berbakat dalam memasak, lihat, kedai es krim ini bahkan sangat penuh” decak Minah kagum.
“omoo.. lihat jagoan ini, siapa namanya??” seru Ahra.
“Dennis auntiee” sapa Dennis riang sambil memamerkan gigi-giginya.
“Aku tak menyangka kau sekarang sudah menikah dengan penerus rumah sakit terkenal itu” Ahra menatap Minah nanar sementara Minah sedang sibuk memesan es krim untuknya dan Dennis, “maksudku, yaaa. Kau dulu orang susah dan dia... seorang presiden direktur yang ganteng itu mau-maunya dengan kau yang....” keningnya mengerut jijik.
“Wae?” tanya Minah bingung.
“Sebentar...” dikeluarkannya  cermin kecil yang menggantung di tasnya. “lihat.. lihat... wajah siapa ini? aigoo.. wajah wanita yang tampak menyedihkan”
“Omoo...”
“Lihatlah, kau tampak sangat menyedihkan untuk bisa dibilang seorang istri presiden direktur. Rambut lurus diikat, kau gunakan uang pemberian suamimu itu kemana saja? Huh? Ke salon lah, keritingkan rambutmu!! pakaian ini... astaga... kau sebut ini pakaian? Pakailah warna-warna cerah untuk pakaianmu, dan lihat tangan-tangan mungil ini yang seharusnya membelai suamimu mesra, dan kau.... astaga... kasar sekali” cerocos Ahra.
“Tapi Kris tak pernah mempermasalahkan pakaianku” sela Minah pelan. Dalam hatinya ia merasa sedikit terluka dengan komentar dari temannya.
“Karena dia terlalu malu untuk mengakui istrinya yang menyedihkan. Asal kau tahu saja ya Minah, wajahmu pun sudah tidak mendukung, maksudku kau tidak cantik, pipi bakpao itu? Kau sudah menentang operasi plastik sejak SMA tapi kau tidak belajar membenahi dirimu sendiri..ckck” decak Ahra, “Kau lihat.. kalung mutiara ini.. suamiku yang pegawai negeri saja mampu membelikannya untukku” pamer Ahra.
Minah tampak berpikir ulang beberapa kali, ia terlihat termenung sambil memakan es krimnya tanpa menyadari Dennis yang sudah menghabiskan es krimnya dan turut memakan es krim eommanya.
“Bawalah majalah ini jika kau membutuhkannya. Bukannya aku bermaksud menghinamu, yah kau tahu kan penguatan negatif yang membuat perubahan pada diri seseorang. Kau itu wanita dewasa. Sudah sepantasnya kau membahagiakan suamimu. Lihatlah mantan suaminya Minjung. Mereka berpisah karena Minjung lebih senang mengenakan celana pendek daripada rok.” Disodorkannya majalah fashion kepada Minah, “jangan sampai orang mengira kau kerja rodi untuk suamimu” ditepuknya bahu Minah perlahan.
**
Kris’s POV
"Gendong bayinya dulu Kris, baru jalan..aku lagi mengambil botol susu!" teriak Belinda saat kami turun dari mobil dan berjalan menuju ke pekarangan rumahku, sementara Deas-anak Belinda- masih tertidur pulas dalam gendonganku.
"Aisshhh kau itu yang merepotkan" gerutuku pelan sambil memasuki pekarangan.
"Anggap saja dia anakmu biar tak merepotkan!" bentak Belinda lagi.
"Astagaaa... Keras kepala sekali yaa!!" teriakku frustasi. Benar-benar ya punya sepupu pemaksa seperti Belinda memang membuat umurku semakin pendek karena melihatnya saja ingin membuatku balas meneriakinya, dan ayah sempat berpikir untuk menjodohkan kami berdua? biar kupastikan rumah kami akan hancur berantakan karena sifat kami bersatu.
"Omooo... Omooo Deasku sayang, kamu kaget ya mendengar bentakan ayahmu?" bisiknya sambil mengusap-usap kepala Deas yang terisak pelan dalam gendonganku.
"Ayah kamu bilaang???"
Krrrieeettt... Pintu rumahpun terbuka dan pertengkaranku bersama Belinda langsung terhenti.
"Sayang.."pekikku begitu melihat Minah yang membukakan pintu untukku dan Belinda.
"Ayah?" ulang Minah lagi dengan wajah tanpa ekspresi.
Bukannya minta maaf, Belinda semakin menjadi-jadi, "Hi aku Belinda. Sepupu jauhnya Kris yang dulu ingin dijodohkan ayahnya Kris denganku. Kau pasti istrinya ya...emmm"
Apa?? seenaknya saja dia membuka aib keluarga di hadapan istriku terseksi, "Belinda!!" bentakku. "Apa yang..."
"Minah.. Bang Minah itu namaku" potong Minah cepat. Uwaaa, aku merasakan aura tidak enak yang menguar dari tubuh istri bohayku.
"Naahh.. Pasti istrimu tak keberatan kan kalau aku menitipkan anak ini padanya?" Ucap Belinda tanpa basa-basi."eh anak siapa ini?? gantengnyaaa... " Ditatapnya Dennis yang tengah bersembunyi dibalik kaki Minah.
"Anakku" jawabku cepat.
"Hii sayang. Ini Aunti Belinda.." lambainya pada Dennis. "Nah. Anakmu kan sudah besar, tentu sudah tidak begitu diawasi lagi kan.." ditatapnya aku dengan pandangan mencela, aku berani bertaruh dia takkan membiarkanku menjadikan Dennis sebagai alasanku untuk menolaknya. Oh ayolah Minah sayang, tolong aku...
Aku langsung menyela ucapan Belinda, "Kau bahkan belum meminta persetujuan dari..."
"Aku setuju." Jawab Minah cepat, diraihnya Deas dari gendonganku."kalian bersenang-senang saja" tambahnya lagi sambil menyunggingkan senyum yang kuyakini adalah senyum palsu, oalah, masalah baru (x.x)
"Bukan aku yang mau bersenang-senang Min.. Tapi Belinda dengan suaminya" bantahku sebelum kemarahan dan kecemburuan istriku semakin menggebu-gebu.
Tiba-tiba ponsel Belinda berbunyi......
"Ya halo sayang?" sapa Belinda begitu melihat layar smartphonenya.
“.....”
 "What?"
“......”
"Aku nggak ngerti dan ga ada urusan sama perusahaan dan klien watdepakmu itu sayang... pokoknya aku mau....."
“.....”
"tapi....."
“.......”
"Okok bye."
“......”
"love u more."
"Suamiku tidak jadi datang" kata Belinda begitu ia mematikan teleponnya.
Apa dia bilang? Tidak jadi datang? Watdahell!! "Mwoooo? Kau bilang suamimu ada di sini" protesku langsung.
"Aku hanya bilang akan berbulan madu dengan suamiku, sayang. Berhubung dia tidak bisa datang jadi kau yang harus menemaniku atas dasar sepupu."
“sepupu gundulmu....” aku langsung menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal itu.
"Apa yang terjadi?" kali ini Minah yang berbicara. Aku langsung membuat tatapan memelas padanya.
"Jadwal meeting dadakan. Biasalah" ujar Belinda sambil mengangkat bahunya.
"Aku.takkan.sudi.menemanimu.Belinda" sengaja kutekan nada bicaraku saat mengucapkan kalimat itu.
"Ayolah hanya 2 hari sayang. Istrimu pasti takkan keberatan kan?" diliriknya Minah yang sedari tadi membisu menyaksikan pertengkaran kami berdua yang berlangsung di depan rumahku ini.
"Belin...."
"Ya halo Ayah? Ini Wufan tidak mau menemaniku.... Suamiku ada meeting dadakan ayah dan aku sudah terlanjur kesini.....”
Apa? dia menelpon ayahku? Demi Tuhan tolong segera lenyapkan wanita biadab di depanku ini. aku langsung mengisyaratkan Belinda untuk menutup teleponnya.
“Ohiya yah jadi aku harus kembali lusa ya? Oke ayah. Tolong kosongkan semua agenda Wufan untuk 2 hari ke depan.. "
"Belindaa!!" desisku tertahan.
"Okee Ayah. Pastikan dia akan sengsara kalau memaksakan diri untuk kerja. Love you"
"Aiishhh" aku mengacak-acak rambutku frustasi.
"Jangan remehkan seorang Belinda" bisiknya di dekat kupingku.
"Kau tidak keberatan kan kalau suamimu kupinjam 2 hari wahai kakak ipar?" tunjuknya ke arah Minah dengan semena-menanya.
"Pinjam saja sesukamu, asal dikembalikan saja." Sahut Minah sembari menyunggingkan senyum ramahnya, tapi dapat kutangkap maksud kata-katanya itu. " lagipula aku takkan sendirian kan. Ada Dennis dan Deas" lanjutnya.
"Hahhaha jelas saja. Aku menitipkan Deas agar bisa menghiburm....awww"
"Berhenti mengoceh Belinda. Kajja..." seretku pada lengan Belinda.
"Mommi pergi dulu sayang" dikecup Belinda puncak kepala Deas yang masih tertidur pulas.
"aku pergi dulu" pamitku pada Minah.
"Yeah" sahut Minah.
"Kiccu?" godaku sambil memonyongkan bibirku.
"No kiccu!!" jeblaaakk... Didorongnya wajahku dan langsung berbalik masuk ke dalam rumah.
“hhhhh... sayaaang...” aku meringis pelan sambil mengusap wajahku pelan.
"Hu...kejam sekali istrimu" cibir Belinda.
"Lebih baik punya istri yang kejam daripada dekat-dekat dengan wanita kelebihan hormon yang pemaksa sepertimu" cibirku.
"Terimalah takdirmu punya sepupu cantik sepertiku Kris Wu Fan." Dibuatnya gerakan menepuk pada bahuku.
"Haaahh...semoga hari ini dan hari besok cepat berakhir" doaku.
"Aku bisa dengar itu WuFan"
"Dasar wanita setan" gerutuku.
"Aku iblis sayang. Muah:*"
"Iyeeekkk...jauhkan bibir beracunmu dari pipiku!!"

---

Minah’s POV

"Haaahh..." Aku menghela napas panjang. Usai memberikan susu formula pada Deas aku langsung menidurkannya. Kasihan anak ini.. Baru 6 bulan tapi sudah diberikan susu formula. Sedangkan Dennis sewaktu kecil lebih banyak kuberi ASI.
"Eomma.. Dennis mau tidur dipangku eomma" rengek Dennis saat aku masih sibuk menimang Deas.
"Ssttt.. Dedek Deas lagi tidur, nanti kalau Dennis tidur di sini dedeknya bangun.. Tidur di kamar sayang" pintaku sambil mengusap kepalanya pelan.
"Ihh. nggak jadi. Dennis mau main dengan eomma saja" ia mulai menggesek-gesekkan badannya padaku. Aigoo~~ anak ini manjanyaa.
"Mana bisa sayang. Eomma lagi gendong Deas" sahutku lagi.
Dennis langsung mencibir dan langsung meninggalkanku masuk ke kamar.
"Haahh... Anak itu...” keluhku.
"Bu..bu...bu..." Deas kembali berceloteh dan mulai menggapai-gapai benda di dekatnya. Aku pun langsung membawanya ke ayunan.
"Darling. Mommy datang."teriak seseorang yang kuyakini adalah Belinda.
"Berisik sekali kau ini. Kau kira istriku tuli ha sampai diteriaki begitu?" kali ini pasti suara Kris.
"Aku memanggil Deas, sayang. For your information."
"Berhenti memanggilku dengan ucapan menjijikan itu. Ini sudah di rumah."
Deg. Ini sudah di rumah? Maksudnya apa? Jadi kalau di luar rumah Belinda bisa memanggil suamiku sesuka hatinya? Buru-buru aku menggendong Deas dan berjalan menuju ke ruang tamu.
"Ooh jadi kau mau kupanggil sayang di luar rumah?"
"You know me right, Belinda." sahut Kris dingin.
"Ehm." aku berdehem pelan menandakan aku sudah mendengar semuanya.
"Hai Minah. Thanks ya sudah menjaga Deas dengan baik. Aku tau kau ibu yang baik." pujinya sambil memindahkan Deas dari gendonganku dan beralih menggendong Deas. Aku tersenyum tipis.
Sementara Kris hanya tersenyum kaku melihatku dan Belinda.
"Sayang. Aku harus mengantar Belinda dan Deas ke bandara dulu." pamitnya kikuk.
Aku tersenyum hangat sambil mengangguk pelan. Yah. Sudah saatnya aku mendewasakan diri di usiaku ini. Mereka saudara sepupu dan untuk apa aku meresahkan suamiku sendiri?
Timbulnya rasa resah itu menumbuhkan bibit ketidakpercayaan pada pasangan. Batinku. Aku sudah cukup matang untuk tidak menyulut api pertengkaran dengan Kris. Aku tahu ia setia, bahkan aku dapat melihat kilat kekhawatiran saat melihat Belinda berbicara denganku.
Tapi.... Apa memang itu kekhawatiran untukku? Atau bahkan karena takut rahasianya dan Belinda kuketahui? Ah. Sejujurnya hatiku tak bisa sepenuhnya tenang....

-----
Kris’s POV
"Belinda sialan. Sialan. Argh." rutukku sambil berjalan memasuki rumahku. Bagaimana bisa dia menjadi cewek yang sangat menyebalkan? Luar biasa menyebalkannya. Sudah menyeretku ke sana kemari. Belanja gila-gilaan. Minta di bayari pula. Sepupu kurang ajar.
Aku bahkan masih ingat ucapan perpisahannya padaku tadi siang.
"See you next yearrrr yeaahh." teriaknya riang.
"Yeah." sahutku sambil melambaikan tangan padanya. Never. Sambungku dalam hati. Next year dia bilang? Kau pikir aku sudi menampung wanita dengan isi otak sebusuk dia? Cih. Mimpi saja. Aku bahkan mati-matian menjaga istriku takut kalau-kalau ia tersinggung dengan ucapan Belinda yang kadang tidak terkontrol itu. Ah.. Meskipun ku maki pun ia pasti akan menuli. Ckck.
Buru-buru kubuka kancing kemejaku dan melonggarkan jam tanganku. Sudah jam 11. See?
Waktu berhargaku di kantor tersita dengan alasan urusan keluarga yang sama sekali tidak menguntungkan bagi diriku. Kalau tidak mengingat ini adalah titah orang tua mungkin aku sudah membiarkan Belinda berjalan sendirian dan membiarkan ia membusuk di kubangan.
Usai membersihkan diri aku pun langsung menuju ke kamarku dan Minah. Kubuka perlahan pintu kamar dan menutupnya kembali. Ku lihat Minah bergelung hangat di atas tempat tidurku dengan baju tidur berwarna pink pucat dengan tali spageti. Tahi lalat di lengannya pun nampak jelas diantara kulit putih meronanya yang terlihat bersinar di bawah pantulan lampu kamar.
Haaaah. Ada apa denganku sih. Kenapa menatap Minah dengan pandangan horor seperti ini? Seperti penjahat yang ingin memerawani anak gadis saja ckck. Boro-boro Minah masih perawan. Sudah keluar anak gajah macam Dennis begitu dan sudah sering tertusuk rudalku pula...ckckck.
Aku mendekatinya dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Kulit seputih susu dan tubuh pendek ini.. Sudah pendek. Bantet. Pipinya berisi begini lagi. Kekehku sambil mengecup sudut bibirnya.
Meskipun Minahku tidak secantik. Seseksi atau sepintar perawat-perawat di rumah sakitku. Tetap saja aku mencintainya dari segi kekurangannya.
Mencintai kelebihan orang lain itu menyenangkan. Tapi kalau kau berhasil mencintai kekurangannya, itu akan terlihat jauh lebih menyenangkan daripada hanya melihat kelebihannya saja.
Oke katakanlah aku gila karena mencintai gadis yang mungkin belum tentu menarik di mata orang lain.
Hanya saja.. Menyenangkan melihat kekurangannya dan kekurangan itulah yang menjadikan hidupku sempurna.
Aku tersenyum sambil mengelus pelan pipi gendutnya. Pelan menuruni lehernya dan.....
Ah.. Kenapa aku harus melihat gundukan kenyal itu??? Aku mengerang frustasi dan buru-buru mengalihkan pandanganku.
Kutarik nafasku dan kuhembuskan perlahan. Yah. Aku.tidak.mungkin.memerkosa.wanita.yang.sedang.tidur.
Kubuka pelan celanaku. "Hai burung. Tidurlah. Ini sudah malam. Sangkar emasmu sudah terkunci jadi kau tidak bisa menghangatkan diri." ingatku.
"Engggghhh.. Engghhh..." Minah menggeliat pelan dan merapatkan tubuhnya padaku.
Omo! Omo! Bahkan dalam tidurnya pun ia berusaha menggodaku. Aku mengerang frustasi dan melihat ke dalam celanaku dengan burung yang siap tempur.
"Mungkin ini hukumanku karena meninggalkan istriku sendiri." keluhku frustasi.
"Enggg... Kris....hhh..." Minah mengigau dan kali ini aku melihat sebutir air bening yang mengalir di sudut matanya.
Jadi? Ia tidak sedang berusaha menggodaku? Ia menangis dalam tidurnya sambil memanggil namaku? Kenapa?
"Min.." aku mengelus pipinya dan menghapus airmatanya pelan.
"Kris...." ia kembali memanggil namaku dan menggeliat pelan.
Aku memegang dahinya dan dapat kulihat dengan jelas bulir-bulir keringat di dahinya.
“Sayang. Kamu kenapa?” tanyaku bingung dan akhirnya memutuskan untuk mendekapnya sepanjang malam.
***
Esok paginya...
“Dennisss... mandi dulu!!!” teriak seseorang yang sudah menjadi jam wekerku setiap pagi.
“Appa...” seseorang mulai mengelus-elus kupinngku.
“Hmmmm...” sahutku tak bergerak dari posisi awalku.
“Appa, beruang yang jadi temen Dennis ngompol lagi” lapornya.
“Hmmmm...” sahutku malas lagi. Dasar anak kecil, sejak kapan ada boneka ngompol? Gerutuku dalam hati.
“Appa, ini apa?” tanya Dennis sambil mengguncang-guncang pundakku.
“Hmm.,” aku membuka mataku malas dan melihat apa yang sedang ditanyakan anakku itu, ehh?? Pembalut? “huh? Dapat dari mana itu?” tanyaku kaget.
“Di sini” jawab Dennis polos sambil menunjuk laci dekat tempat tidurku, “ehm.. itu kalau eomma ngompol pakai itu.”sahutku pelan dan langsung merebut pembalut itu dari hadapannya.
“Dennis juga ngompol Appa, Dennis mau pakai itu juga.” Rengeknya.
“Ngompol? Lagi?” tatapku tak percaya, sementara Dennis mengangguk pasti.
“Appa nggak pakai itu juga?”
“Appa sudah besar tidak pakai itu.” Sahutku asal.
“Eomma juga sudah besar.” Protesnya.
“ehm... itu... karena....”
“DENNIS! KRIS! BANGUN DAN MANDI!!” teriak sebuah suara yang langsung diiringi oleh sahutan dan makian yang membuat pagiku jadi sangat menyenangkan!
***
Aku berjalan pelan di koridor belakang rumah sakit dan berhenti untuk memberikan makan ikan mas koki di tamannya.
“Wu Fan, ada istrimu tuh.” Sapa seseorang yang kukenal sebagai pemburu wanita, Hyuk Jae. Hah? Minah? Jangan bilang dia datang ke sini karena ingin menanyakan sesuatu padaku?
“Hah?” buru-buru aku pergi meninggalkan koridor rumah sakit bersama dengan Hyuk Jae hyung yang menyedihkan itu kalau saja ia tidak mencegahku dengan memegang pundakku lagi.
“hahaha, kidding. You know kidding, yeaahh~ kidding beybehh.” Cegahnya yang langsung kuhadiahi dengan pukulan di belakang kepalanya.
“Padahal jantungku sudah mau keluar saking gugupnya,” kupukul kepalanya, “dan kau malah menipuku.” Kupukul lagi kepalanya dan kali ini lebih menyakitkan daripada dua pukulan sebelumnya.
“Wu Fan!” teriaknya tak terima, “Aku hanya sedikit bercanda dan kau malah menghadiahiku benjolan.”
Aku mendengus kesal.
“ohh, oke, aku tahu sepertinya sang pangeran dari rumah sakit ini sedang gundah gulana, secangkir kopi panas dan pelayan cantik cukuplah untuk bisa berkonsultasi dengan pakar percintaan, Lee Hyuk Jae.” Sarannya sambil menaik-turunkan alisnya.

Dan di sinilah aku dengan Hyuk Jae hyung keparat yang tengah sibuk menggoda pelayan di rumah sakit.
“Hyung, kalau aku datang ke sini mentraktirmu dan hanya sibuk melihat pemandangan menjijikan antara kau dengan para pelayan itu, lebih baik aku pergi.” Ancamku.
“Wow, calm down. Aku sedang mencoba menjernihkan otakku agar bisa memberikan solusi yang pas untuk Presiden Direktur kita ini.” sahutnya menyebalkan.
“cih, menjernihkan otak pantatmu!” tatapku gemas.
“Ah, oke baiklah. Kali ini aku akan serius,” ia membuat gerakan tangan mengusir kepada para pelayan yang mengelilinginya, “jadi, apa yang membuatmu gundah?”
“Anakku ngompol lagi dan istriku terlihat sedang ‘baik-baik’ saja.” Sahutku mencoba memberikan clue padanya.
Dan Hyuk Jae keparat tidak mengerti dengan maksudku. Padahal ia cukup pintar karena berhasil masuk ke dalam rumah sakitku dan bisa bekerja di sini. Memang sekali keparat tetaplah keparat.
“Maksudmu? Anakmu kan memang masih kecil dan wajar kalau mengompol lagi.” ia menatapku dengan tatapan yang membuatku ingin menusukkan garpu atau benda tajam lainnya ke dalam matanya.
“Seingatku anak kecil yang sudah berhenti mengompol tidak mengompol lagi, kalaupun ada, paling hanya sekali dua kali sedangkan Dennis sudah hampir setiap hari dan terhitung ini sudah hari ke empat ia kembali mengompol.” Jelasku mencoba untuk meredamkan emosiku yang sudah mulai naik melihat lawan bicaraku setengil ini.
“Oh, Oke baiklah lupakan sebentar masalah Dennis, Minah.... hmmm.. apa yang salah dengan istrimu yang baik-baik saja? Maksudmu, kau ingin dia cemburu dan bertindak berlebihan karena kepergianmu dengan Belinda?”
Aku terdiam. Apa ini puncak permasalahannya?
Apakah perilaku Minah dan Dennis hanya masalah normal?
Mereka sedang tidak baik-baik saja atau aku yang terlalu berlebihan?
Di cemburui? Aku bahkan ingin menertawakan satu kata itu. Cemburu? Ya. Kata biasa yang bahkan definisinya sudah tercantum dalam kamus umum di dunia, namun perilaku orang yang sedang mengalami perasaan ini dapat membuatnya bertingkah irasional.
Apa aku ingin Minah cemburu karena pergi bersama Belinda?
“Tapi entah kenapa aku merasa ia tidak sedang baik-baik saja,” Keluhku lesu. “kemarin malam aku mendapatinya tengah mengigau memanggil namaku sambil menangis, dan bahkan ia tidak menceritakan perihal mimpinya padaku. Aku yakin ada hal yang ia sembunyikan.” Bahuku terkulai sayu saking tidak semangatnya. Ckckck.
“Sebentar, biar aku berpikir. Rasanya aku pernah menonton masalah ini dalam sebuah drama. Iya, drama yang sedang... BOOM!!” ia membuat gerakan berlebihan dengan ucapannya itu.
“Kalau kau ingin memberikan solusi dengan berpatokan drama melankolis dan menjijikan, lebih baik kau tidak usah menampakkan batang hidungmu lagi di depanku.”
“Bukan, aku yakin di drama itu ada sesuatu yang membuatku merasa ada sangkut pautnya dengan masalahmu.” Hyuk Jae masih tetap ngotot dan berusaha mengingat sambil memejamkan kedua matanya.
“Cih. Aku tidak sudi kalau masalah rumah tanggaku----“
“Diamlah, seorang pakar tidak bisa berpikir jernih kalau pasien sepertimu terus-terusan membeo.” Keluhnya.
Aku mencibir kesal dan memutuskan untuk menyesap kopiku menunggu ide dari Hyuk Jae. Kalau kau bertanya kenapa selama ini aku hanya bercerita masalah rumah tanggaku pada Hyuk Jae hyung ataupun ibuku, itu karena mereka sudah mengenalku luar dalam tentang sifatku yang suka mengancam dan tidak sabaran ini. Setidaknya, aku tidak perlu repot-repot berkoar meminta untuk di mengerti kan karena pada dasarnya mereka sudah memaklumiku.
-----
Author’s POV
Minah merasakan tempat tidur di sebelahnya terasa berat. Ia memejamkan matanya dan mencoba berpura-pura tidur.
“Aku tahu kamu masih belum tidur sayang. Nafasmu tidak teratur begitu.” Bisik Kris geli.
Minah masih tidak bergerak dari posisi awalnya dan mencoba untuk membuat nafasnya teratur.
“Semakin kau mencoba menteraturkan nafasmu, itu semakin membuatku yakin kau sedang mendengar ucapanku sayang.” Godanya lagi.
“Aku tidak mood bermesra-mesraan denganmu Kris.” Sahut Minah malas.
“Kenapa? Karena ranjang dingin tanpaku?”
“Kriss...” mau tak mau Minah tersenyum juga dan memukul dada Kris pelan. “mau membicarakan apa?”
“Hmmm...,” Kris menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal, “anak mungkin.”
“Huh?” kening Minah berkerut dan Kris dapat melihatnya karena posisi kepala Minah yang menempel di dada bidangnya.
Hhh. Kenapa semakin diperlakukan Kris seperti ini dadaku terasa semakin sesak? Batin Minah.
“Maksudku, Dennis kembali mengompol itu karena masalah perasaannya.” Jelas Kris yang makin membuat Minah bingung. Perasaan? Apa hubungannya perasaan dengan mengompol?”
“Ya, Mekanisme pertahanan diri. Dennis mengompol karena tidak rela kasih sayangmu terbagi dengan Deas mungkin?” tebaknya.
“Aku...tidak mengerti...”
“Hmm, semacam menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Semacam proses penipuan diri begitu lah.” Kris terlihat menggaruk-garuk kepalanya mencoba mencari kata yang pas, “jadi, si Dennis mungkin cemas dengan keadaan Deas yang tiba-tiba datang dan langsung merebut perhatianmu darinya, makanya ia kembali ke perilaku awalnya agar dia tidak diperlakukan seperti orang yang lebih dewasa daripada Deas.”
Penipuan diri? Lari dari kenyataan? Berusaha menipu diri atas kenyataan yang sedang terjadi?
Sekelebat pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman adalah, “apakah aku benar-benar jadi satu-satunya di hatimu? Bukan salah satunya?”
Dan pertanyaan itu terpaksa ditutupi dengan pernyataan ‘aku baik-baik saja’ namun pada kenyataannya, ‘aku tidak sedang baik-baik saja’
Apakah itu juga termasuk mekanisme pertahanan diri?
Dan panah itu pun menusuk Minah, tepat di jantung hatinya.
“Aku... aku....” Minah bergerak tidak nyaman.
“Kupikir kau sedang berusaha menipu dirimu sendiri dengan bersikap seolah kau baik-baik saja padahal kenyataannya tidak begitu kan?” Kris membuat Minah menatapnya dengan pandangan menusuk yang membuat Minah kehilangan kata-kata.
“Kau cemburu kan melihatku dengan Belinda sama seperti kau cemburu melihat Jessica?” Kris mengangkat dagu Minah dan menyeringai.
Minah menelan ludah dengan susah payah dan berusaha mengumpulkan kata-kata yang berceceran di benaknya.
“Darimana kau tahu?” akhirnya. Hanya pertanyaan itu yang bisa ia keluarkan.
“Bibir mungkin bisa berbohong, ekspresi mungkin bisa di manipulasi. Gerak tubuh bisa di samarkan. Tapi hati? Hati kamu sedang tidak baik-baik saja dan alam bawah sadarmu menyampaikannya padaku. Kau memimpikanku sambil menangis, sayang” diusap Kris pipi Minah pelan, “alam bawah sadar tidak bisa berbohong, Minah.”
“aku....” Minah terisak pelan, “aku hanya tidak ingin terlalu kekanak-kanakan.” Akhirnya airmatanya tumpah juga. Minah tergugu di depan Kris. Hatinya terasa sesak karena ia terus menahan airmata yang sudah lama siap untuk dikeluarkan. Pertahanannya hancur seketika. Ia luluh di samping suami yang amat dicintainya.
Kris sudah berhasil menohoknya. Tepat sasaran. Dan seketika hatinya terasa kosong karena beban yang sudah ia tampung beberapa hari ini sudah keluar juga.
“Aku tidak menganggapmu kekanak-kanakan, semua orang punya cara tersendiri untuk mengekspresikan sifatnya. Aku hanya minta kau lebih transparan padaku, Minah.”
Minah mengangguk pelan, diusapnya airmatanya sudah tumpah kemana-mana dan dengan lancangnya membasahi baju tidur Kris.
“Dalam pernikahan pasti ada suka dan duka, dan aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakitimu karena dalam setiap pernikahan itu ada kalanya kita saling menyakiti. Tapi selama komitmen ini masih kuat dalam diri kita masing-masing, aku rasa kita bisa saling menjaga diri.” Dikecupnya puncak hidung Minah yang berwarna merah bekas menangis.
“Tapi aku tidak secantik Belinda ataupun Jessica, dan temanku mengatakan kau bisa bosan dengan penampilanku yang seperti ini.”
“ehm,” Kris berdehem, “kau sendiri? Apa kau bosan melihatku setiap hari bolak-balik di depanmu hanya mengenakan baju tanpa lengan, ataupun boxer berwarna-warni dan pulang kerja dengan keringat dan bau tubuh di mana-mana? Apa kau bosan?”
Minah menggeleng dan memeluk tubuh Kris yang terasa pas di lengannya, “aku tidak pernah bosan meskipun kau bau, mesum, dan menyebalkan.”
Kris pun tersenyum puas dan mencium puncak kepala Minah, “begitupun juga denganku, karena aku sudah tak bisa melihatmu dengan mata lagi, tapi dengan hati.”

==THE END==

WOOO~~  TAMAT WOO AKHIRNYA~~ HAHAHA. Njir gue galau nulis partnya, pingin punya suami kaya Kris. Hahaha mati aja lah. Sampai jumpa disekuel gue berikutnya :*