Jumat, 13 Februari 2015

[FF EXO SEHUN] Netorare


Author:  @meiokris

Main cast : 
Oh Se Hun
Joo Hana

Length : Oneshot

Genre : mistery,  drama, hurt, angst/ 

Rate : G

Hai hehe author kambek deh. Kkk tumben ya kali ini author nggak nyeret ayanqq papi kris buat main ff, adanya si Sehun,kkk semoga berkesan ya ;) 
Jangan lupa follow kkkk  meiokris



Lelaki ituㅡmasih dengan kaos tipis berwarna putih tulangㅡ kembali menengok ke ujung jalan. Masih musim dingin dan ia dengan nekatnya berlari ke depan rumah hanya untuk mengais sesuatu dengan matanya pada suatu titik di persimpangan. Sembari mengeluarkan karbondioksida melalui mulutnya, ia masih berharap semua tanda tanya di benaknya bisa terjawab...

"Singgah kemana gerangan Luhan sepulang kerja?"

Sudah hampir jam sepuluh malam, sejak ia pulang kerja, Sehun tak mendapati Luhanㅡkakaknyaㅡ di kamar pribadinya. Tidak seperti biasanya, mengingat Luhan sudah terbiasa pulang tepat waktu. Kalaupun lembur, ia takkan repot-repot untuk membuat adiknya khawatir. Terbukti dengan beberapa SMS yang masuk berkali-kali ke ponsel Sehun.

Sehun menghela nafas panjang, mengusir kekhawatiran yang kian memuncak.  Dalam hatinya memanjatkan doa kepada Tuhan meminta keselamatan untuk kakaknya.

Bukannya sok suci. Hanya saja, usai pergantian malam menuju tahun baru, sebuah kasus pembunuhan terjadi di dekat perpustakaan tempat ia sering menghabiskan waktu di bangku sekolah menengah atas.

Parahnya, Sehun hanya sempat mendengar selentingan marga Joo yang menjadi korban pembunuhan. Seseorang dengan nama awalan Joo, membuat Sehun mengurungkan niat untuk mengetahui apa yang terjadi dengan gadis itu.

Ia tersenyum samar. Mencoba menepis kegundahan yang sempat terbesit dalam hatinya, itu bukanlah marga Joo yang sempat ia kenal. Itu bukanlah marga Joo yang pernah mengisi relung hatinya sejak tiga tahun terakhir. Marga Joo hanyalah menjadi kenangan terburuk dalam hidupnya.

Begitulah, sebuah nama dengan awalan marga Joo membuat jantungnya merasa direnggut paksa. Ia memilih bungkam seribu bahasa.

Sehun masuk ke dalam rumah dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk, mencoba menghilangkan kegundahan yang ia alami sekarang. Jarinya mengetuk-ngetuk lengan sofa sementara pandangan matanya tak jua beralih dari layar smartphone yang tergeletak di atas meja.
bahkan nomormu tak aktif, Hyung. Keluhnya.

Tok...tok..tok...

Sebuah ketukan pelan membuat Sehun sedikit tersentak, tanpa pikir panjang ia berlari menuju pintu depan.

Kriiieeettt...

Pintu terbuka dengan kasar dan menghasilkan debam layaknya sebuah kelapa yang jatuh. Sehun tertegun sejenak begitu mendapati siapa yang berada di depannya. Itu bukanlah Luhan!

Dadanya bergemuruh menahan emosi yang kian membuncah, ia mengusap wajahnya berkali-kali namun sosok di depannya itu masihlah sama dan kini tengah tersenyum simetris ke arahnya. Hanya menatapnya dan jantung Sehun sudah beralih profesi jadi pemain akrobat.

Wanita itu! Joo Hana!

"Noona...." panggilnya masih dengan tatapan tidak percaya. Sebagian dalam dirinya masih menyangkal keberadaan wanita itu di hadapannya.

"Bolehkah aku masuk?" Pintanya lembut namun terdengar sangat memabukkan bagi Sehun.

Sehun hanya bisa mengangguk, matanya tak lepas dari sang pemilik wajah malaikat hatinya. Joo Hana.

Ahh, wanita yang selalu dirindukannya setiap malam sekaligus wanita yang tak ingin ditemuinya saat ini. Ia benci mengakui ini, namun kehangatan melingkupi sudut hatinya yang sudah lama beku.

Hana tersenyum hangat melihat Sehun yang masih diam mematung. Ia maklum, ini bukan kali pertama Sehun kehilangan rotasinya begitu berpapasan dengannya.

"Sampai kapan kau akan berdiri di sana?" tegur Hana yang kontan saja membuat Sehun tertunduk malu dan memilih untuk berjalan menuju Hana yang tengah melepas jaket merah musim dinginnya.

"Noona, darimana kau tahu alamatku?" tanya Sehun masih malu-malu. Betapa munafik dirinya yang ingin bertindak cool dan dewasa, namun saat dihadapan Hana, ia kembali menjadi lelaki yang lemah dan kekanak-kanakan.

"Kau takkan bisa menebaknya." Sahutnya penuh rahasia.

Sehun hanya bisa meringis, meratapi betapa bodoh dan groginya dia pada wanita yang senantiasa menyelinap masuk ke dalam mimpinya.

Apa jatuh cinta rasanya sebodoh ini? Bahkan Sehun tak bisa menafsirkan definisi cinta sesungguhnya saat ia dihadapkan dengan gadis yang terpaut dua tahun lebih tua darinya.

Sehun bahagia sekaligus sedih secara bersamaan, bahagia karena ia bisa bertemu lagi dengan gadis yang selama ini menghantui pikirannya, namun sedih karena ia tak bisa merengkuhnya.

Ia sadar, meskipun hanya ada udara yang menjadi penghalang jarak antara ia dan Hana, namun ia masih merasa jauh dan Hana tak terjangkau. Sudah lama, tatapan matanya itu tak pernah berbinar bahkan saat pandangan mereka berserobok.

Merasa tak jua mendapatkan respon karena Sehun masih sibuk melongo, Hana pun berinisiatif untuk bertanya, "Apa kabarmu?"

Sehun kembali tersentak kaget begitu di rasanya ia terlalu lama memandangi wajah Hana tanpa sadar, ia merutuki kelinglungannya, "Baik, noona. Hanya saja... aku sedang menunggu Luhan hyung."

Raut Hana yang ceria kini berubah datar, "Luhan?" ulangnya lagi begitu mendengar nama Luhan.

"Ya. Noona mengenalnya?" Ia balik bertanya.

Hana menunduk, ia tertawa miris kemudian bahunya bergetar. Ia menangis menumpahkan emosinya yang meradang.

"Noona?!" Sehun tersentak kaget begitu menyadari reaksi yang ditimbulkan Hana begitu Sehun menyebut nama kakaknya.

"Aku... tidak sedang baik-baik saja." Terang Hana dengan suara bergetar.

"Ma...maksudmu?" Tanya Sehun tak sabar.

Hana tergugu, ia memeluk Sehun, melepaskan segala belenggu yang mengikat batinnya selama ini, "Sebenarnya aku ke sini hanya untuk menceritakan suatu rahasia yang tak pernah kau ketahui sebelumnya." Jelas Hana.

"Aku...tidak mengerti," desah Sehun frustrasi, ia merutuki kerja otaknya yang melambat akibat pengaruh Hana di dekatnya, "apa itu menyangkut suamimu?" Susah payah Sehun menyebutkan kata suami untuk Hana.

Ia mengernyit sebentar merasakan tusukan-tusukan kecil di hatinya, ya. Luka itu ternyata masih berdarah rupanya, bahkan setelah tiga tahun ia berusaha melupakan Hana.

Hana mengelap airmatanya, "Sebenarnya sudah dua bulan ini aku hamil."

"O-oohh..." Sehun hanya bisa ber-oh ria tanpa mengucapkan kata selamat, ia menggaruk belakang tengkuknya, apa yang salah dengan hamil? Toh Hana noona sudah menikah dengan Kris hyung. Lantas kenapa ia tidak bergembira?

Diam-diam setanpun tertawa dengan pongahnya karena berhasil membuat Sehun terlena dalam buaian sesaat, ada yang tidak beres dengan pernikahan ini dan Hana tidak suka dengan kehamilan keduanya.

Sehun hanya diam, bingung dengan reaksi yang harus ditampakkannya pada Hana. Ia takut reaksi yang ditimbulkannya semakin membuat Hana meratapi kesedihannya. Hana melepas pelukannya, lama ia menutup wajahnya.

Hana, gadis yang lembut dan sopan itu harus menyerah dan bertekuk lutut di hadapan lelaki berwajah papan seluncur, Kris. Lelaki yang dikenal Sehun sebagai lelaki yang dingin yang hanya bisa menyibukkan diri di depan komputer mengurusi data-data perusahaan atau sekedar meluangkan waktu untuk bermain basket.

Sehun juga yakin kalau Kris bukanlah tipe lelaki yang suka macam-macam. Tidak menarik. Terlalu membosankan. Bahkan, Sehun berani bertaruh tangannya lebih hangat dibandingkan tangan Kris hyung.

Bukanlah wanita suka dengan lelaki hangat? Lantas, kenapa Hana tidak memilihnya?

"Sudah setahun ini aku pisah ranjang dengan Kris," lirihnya, "tak kusangka pernikahan impian ini tidak berjalan seperti yang kuharapkan. Aku bosan, hanya melayani suamiku yang pergi pagi dan pulang tengah malam. Aku...merasa rumah tangga ini benar-benar tidak berwarna. Pun dengan kehadiran Naya, buah cintaku dengan Kris, semuanya tidak membuat keadaan hubunganku dengan Kris membaik, aku hanyalah istri robotnya yang melayani anak dan dirinya, tak ada penghargaan atau bahkan sebuah kecupan mesra.

Akhirnya aku menyadari, ini hanyalah sebuah pernikahan bisnis bagi Kris. Hanya Naya yang membuatku bertahan hingga saat ini."

Sehun membatu, kalimat demi kalimat yang diuraikan Hana benar-benar sesuai dengan yang ia pikirkan sejak awal mereka menikah. Hana tidak akan bertahan dengan pernikahan menjemukan ini ditambah dengan lelaki brengsek yang menghalalkan segala cara untuk menikahi Hana agar bisnisnya berjalan lancar. benar-benar tidak cool.

Diam-diam dalam hati, Sehun mengikrarkan janji untuk rela menikahi Hana andai mereka bercerai, ia pun tak keberatan untuk mengasuh Naya meskipun ia bukan ayah biologisnya. Ia juga akan mengurus calon bayi yang sedang dikandung Hana.
tapi.....

Sehun terdiam sebentar, mencoba menelaah kembali ucapan-ucapan Hana. Kalau Hana pisah ranjang dengan Kris sudah setahun belakangan ini, lantas siapa ayah biologis dari bayi yang Hana kandung?

Hana terus bercerita perihal retaknya hubungan ia dengan Kris, "beberapa bulan berselang setelah aku dan Kris benar-benar tidak saling bertegur sapa, aku bertemu dengan kakakmu, Luhan. Awalnya kami hanya bertemu secara tak sengaja, namun sejak saat itu frekuensi pertemuan kami semakin meningkat. Entah sudah direncanakan atau memang benar-benar suatu kebetulan, kami semakin sering bertemu. Jalan bersama. Luhan tipe lelaki yangㅡ"

detik berikutnya Sehun tak mendengarkan ucapan Hana, ia gemetar, giginya bergemeletak menahan amarah begitu mendengar arah pembicaraan ini.

Ia mencoba untuk mengurangi amarahnya namun gemelentam jantungnya membuat ia kesusahan berpikir,

"Stop, Noon!!" Teriak Sehun. Hanya itu yang bisa ia keluarkan saat ini. Ia merasakan sesuatu menyumbat tenggorokannya dan pita suaranya seakan sudah putus.

Dadanya naik turun, panas membara dan terasa sakit layaknya dipukul sebuah godam. Ia sudah paham betul maksud pembicaraan ini, "biar kuluruskan, kau selingkuh dengan Luhan hyung?" Suaranya naik satu oktaf saking emosinya. Bahkan tanpa sadar ia tak lagi mengucap Noona di hadapan gadis yang ia cintai selama lebih dari tiga tahun terakhir ini.

Ia tak habis pikir. Luhan, Saudara kandungnya sendiri, tega merebut perhatian gadis yang selama ini sudah terukir lama di hatinya. Rasanya ada bongkahan batu besar yang ditindihkan di atas dadanya sampai ia kesusahan menggapai oksigen.

Mendengar Hana jatuh cinta pada orang lain saja ia sudah seperti orang gila, apalagi jatuh cinta pada kakak kandungnya sendiri?

Sendiri. Tolong garis bawahi kalimat itu.

Sehun menatap Hana dengan tatapan kosong, mulutnya terasa disumpal. Hatinya kebas untuk bisa merasakan kesedihan yang kini dirasakan Hana.

"Malam itu aku berencana datang ke sini menemuimu untuk menceritakan hubungan kami, tapi Luhan malah keluar rumah dan langsung mencegahku menemuimu...."

Ya, Sehun ingat malam di mana Luhan keluar rumah dengan tergesa-gesa dan langsung berlari ke ujung jalan. Saat itu, Sehun terlalu mengantuk untuk sekedar menanyakan ada apa dengan kakak sesayangannya itu.

"Ia melarangku untuk menemuimu dan bahkan saat itu ia membawaku berjalan ke luar..." airmatanya kembali berlinang.

"Saat itu aku bertengkar dengannya di depan perpustakaan... Luhan sangat menjaga perasaanmu dan ia bahkan tidak ingin kau mengetahui hubungan ini dan aku terlalu lelah untuk terus bertahan dalam suatu hubungan semu, yang bahkan hanya aku dan dia yang mengetahui hubungan ini, aku juga ingin diakui...." derainya, "malam itu aku sudah tidak tahan lagi, aku menampar Luhan dan Luhan malah balas mencekikku..."

Sehun hanya terdiam kemudian tersenyum mengejek, matanya merah, "selama aku hidup, aku tidak pernah dipukul olehnya, apalagi kau yang bahkan hanya seumur jagung dikenalnya," bola matanya sarat akan amarah, "kau mengada-ada, Joo Hana."

Semua cerita ini hanyalah karangan Hana, sekarang Sehun yakin.

Pengkhianat itu bukanlah Luhan, melainkan Hana yang mulai melancarkan kegilaannya untuk mendapatkan Luhan.

"Sehun, aku mohon percayalah padaku." pinta Hana dengan wajah meminta belas kasihan.

Sehun meludah, ia ingin sekali memuntahkan gumpalan kebencian yang menyumbat paru-parunya. Entah siapa yang dibencinya sekarang...

Suara bel menginterupsi pembicaraan mereka dan Sehun langsung beranjak menuju ke depan.

"Tunggu di sini, jangan kemana-mana." ancam Sehun pada Hana sebelum ia pergi melangkah membukakan pintu masih berharap kalau yang datang adalah Luhan.

"Selamat malam, Pak." sapa dua orang lelaki yang berpakaian gelap.

"ya?" kali ini Sehun kembali dibuat terkejut dengan kedatangan dua orang yang diduganya adalah polisi.

Dua kali bel ini berbunyi dan dua kali pula orang yang datang adalah orang yang tidak diharapkannya saat ini.

"Kami dari kepolisian Gwangju," setelah berbasa-basi memperkenalkan diri, kedua polisi itu menunjukkan sebuat surat, "dan kami diperintahkan untuk menangkap saudara atas nama Lu Han karena diduga telah melakukan pembunuhan terhadap seorang perempuan yang bernama Joo Hana."

................

Rasanya Sehun ingin menusukkan besi panas ke ubun-ubunnya begitu mendengar berita ini.
Lelucon macam apa lagi ini?

Setelah mendengar keluhan Hana yang membuat darahnya mendidih, sekarang ia harus mendengar berita kalau Luhan membunuh Hana?

Ia yakin hari ini bukan April Mop atau tanggal-tanggal yang membuat lelucon memuakkan.

Ia tertawa datar dan malah menyeret salah satu polisi dan berjalan dengan langkah ringan.

"Jangan bercanda, Pak. Kakakku bahkan belum pulang hari ini dan kalian menuduh kakakku melakukan pembunuhan kepada wanita yang sekarang ada di si........"

Kalimatnya terhenti begitu tak mendapati sosok Hana duduk di sofa. Otaknya kini benar-benar mendidih.

"Hana... Joo Hana!!" teriak Sehun brutal. Dengan membabi buta ia berlari ke dapur hingga ke kamarnya dan
Luhan hanya untuk mencari Hana, "Jangan lari kau Hana! Jelaskan apa yang terjadi di sini?!?!" teriaknya sampai seorang polisi menghentikannya dan memberikannya selebaran.

"Maaf, Pak. Tapi Joo Hana memang sudah meninggal." terangnya.

Di rampas Sehun selebaran itu dan melihat foto seorang gadis yang dikenalinya sudah tewas dengan bekas memar disekitar leher dan pakaian serta jubah merah yang tadi dikenakannya.

"korban meninggal karena di cekik oleh saudara Luhan dan kemudian digulingkan ke saluran air samping perpustakaan."

Sehun menggeleng hebat..

Tidak mungkin wanita yang menemuinya tadi hanyalah roh Hana yang ingin menceritakan perihal kematiannya...

Tidak mungkin....

Tidak mungkin..

AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.


-END-