Single ‘gay’
Parent
Author: Mei F.D
Main
cast :
·
Wu Yi Fan/ Kris EXO M
·
Dennis Kane
·
Lee Hyuk Jae
·
Other cast (Minah, Vanessa, Kim Jongdae)
Length
: oneshot
Genre
: married life, family, romance dikit, brothership, comedy kriuk=_= , mesum
mode on, series
PG
: 17+(?) bawahan dikit(?)
Hai
author datang lagi dengan segala kegajean dari keluarganya Kris + Hyukjae yang
ikutan rusuh kkk. Gausah bacot. Lets cekidooot.
***
Kris’s POV
Aku masih sibuk menyelesaikan laporan
keuangan dari rumah sakit yang akan di kirim ke email ayahku yang berada di
London, beliau memintaku untuk mengirimi perkembangan rumah sakit yang sudah
beliau bangun sejak aku masih berumur belasan tahun.
Krieettt.. terdengar suara pintu
ruang kerjaku di buka dari luar, Minah istriku datang membawakan segelas
minuman untukku.
“ini kubawakan susu coklat
hangat untukmu” dia berjalan menghampiriku, baju tidur lucu berwarna pink itu
terlihat kebesaran di tubuh mungilnya. Aih, menggemaskan.
“thanks..” ujarku tersenyum,
tanganku terulur untuk meraih gelas dan menyesapnya pelan.
“mmhh... Kris.. mhh..”
Yayaya, semenjak menikah dia
sudah jarang memanggilku Oppa, alasannya karena aku tak pantas di panggil Oppa,
kita Cuma berbeda tiga tahun, aku bukan orang Korea asli dan dia mencoba
memanggilku gege dengan aksen Korea kental yang menggelikan di kupingku.
Akhirnya aku memutuskan untuk membiarkan dia memanggilku sesuka yang dia mau.
“apa sayang?” tanyaku sambil
terus memfokuskan pandangan pada layar laptop.
“aku.. aku besok mau pergi
dengan Hyeri ke Incheon, ada urusan yang harus kuselesaikan” samar-samar aku
melihat ia menggigit bibir bawahnya menunggu izin dariku.
“oh, itu berapa lama?”
“Cuma sehari, tapi aku pulang
larut malam dan harus pergi pagi-pagi sekali, kau tak keberatan kan mengurus
Dennis?”
“it’s OK baby, no problem” aku
memandangnya, tanganku terulur mengusap pipinya perlahan.
Dia tersenyum sumringah, “ ah
syukurlah, jangan lupa besok pagi kau harus mengantarkannya ke sekolah, ingat
besok hari pertamanya masuk sekolah”
“hmmm...” aku kembali memainkan
tombol keyboard di layar laptopku.
“jangan lupa menaburkan bedak di
tubuhnya setelah dia selesai mandi, fotocopy akte kelahirannya juga di bawa ke
sekolahnya, kalau sudah siang jangan lupa berikan dia sus....”
“sssttt...” aku menghentikan
ucapannya dengan menaruh ujung telunjukku di depan bibir mungilnya, “tenanglah,
aku bisa mengurusnya sayang. Tidurlah..”
“ahh yasudah kalau begitu, aku
tidur lebih dulu” Minah mulai beranjak dari tempatnya berpijak sampai
gerakannya terhenti ketika merasakan lenganku yang melingkari pinggangnya.
“ma...mau apa?” tanyanya gugup,
wajahnya berubah merah merona, astaga kau masih saja malu dengan suamimu ini!
“mana ciuman selamat malam
untukku?” aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan membimbingnya untuk
duduk di meja kerjaku.
Cupp~~ dia mendaratkan bibirnya
di permukaan pipiku, “sudahkan? Lepaskan aku..” ujarnya memelas ketika dirasa
ia mulai terdesak karena tubuhku yang mulai menghimpitnya.
“hmmm..hmm..” aku membuat
gerakan penolakan, kuraih tengkuknya dan kecium bibir merahnya perlahan.
“mmhhh...” tangannya yang bebas
memukul-mukul dadaku menyuruhku untuk berhenti, aku tertawa dalam hati ketika
gerakan tangannya mulai melemas, ia membiarkanku untuk mencecap dan merasakan
bibirnya yang mungil itu.
Ahh, “tidurlah..” ujarku sambil
mengacak rambutnya pelan.
Ia memelototiku,”kau ini, bisa
tidak untuk tidak menciumku setiap hari?” protesnya.
Aku meringis melihat bibirnya
yang terlihat semakin merah dan penuh sehabis kucium, “jangan harap.” Aku
terkekeh.
Dia mendengus kesal sampai
akhirnya meninggalkanku sendirian di ruang kerjaku.
“kau tidak mengatakan ucapan
selamat malam untukku?” teriakku.
“jangan harap!!” teriaknya dari
luar. Aku tersenyum geli melihat tingkahnya dan kembali meneruskan pekerjaanku.
**
“Kris..”
Aku merasakan seseorang
mengguncang tubuhku dan memanggilku, ah Minah, bahkan dalam mimpiku pun dia
selalu hadir walau Cuma sesaat.
“Kris aku mau berangkat
sekarang..” guncangan di tubuhku semakin kuat. Aih, ini bukan mimpi? Aku semakin merapatkan tubuhku memeluk
tubuhnya yang kurasa semakin empuk.
“Kris Wu Fan berhenti bermesraan
dengan guling itu! Aku mau pergi sekarang!”
Guling? Aku mengintip dari balik
celah mataku, samar-samar kulihat benda yang kupeluk daritadi. Astaga, kukira
Minah.
“ahh..iya.. ini jam berapa?” aku
menguap sebentar menatap ke arahnya yang sudah berpakaian rapi.
“jam 6, Hye sudah menjemput, aku
pergi sekarang..” dia mendekatkan bibirnya ke arah bibirku yang akhirnya dia
berhenti sejenak sampai bibirnya menyentuh keningku.
“BAH, pemberi harapan palsu.”
Dengusku saat ia tak jadi mencium bibirku.
Minah tersenyum menang dan
mengajakku untuk mengantarnya ke depan.
“Pagi Mr. Wu” sapa Hyeri
temannya Minah, “kau terlihat tampan sekali”
Aku tersenyum samar, entah
sapaannya pagi ini untuk mengejekku atau mengatakan dalam artian sebenarnya.
“jagakan isteriku..” pesanku
pada Hyeri.
“sip bos!” Minah mendelik kesal
ke arahku seakan mengatakan, aku-sudah-besar-tuan.
“hey..hey.. jangan menatapku
seperti itu..” ujarku geli sambil mencubit hidungnya, “hati-hati di jalan..”
Minah tetap saja menunjukkan
wajah cemberutnya padaku sampai ketika ia memasuki bus bersama Hyeri, aku tersenyum
melepas kepergiannya.
Ku lirik jam dinding, ahh~ masih
jam 06.15. aku bisa melanjutkan tidurku sebelum Dennis bangun.
Aku kembali ke kamarku, aku
melirik diriku sekilas di cermin, rambut acak-acakan dengan kaos baju tipis dan
celana pendek selutut khas lelaki bangun pagi, salah satu dari poin ke sekian
pesona tampan dari diriku, pantas saja Hyeri tanpa sadar mengeluarkan pujian
kepada lelaki yang sudah beristri ini. Aku terkekeh.
Aku menggulingkan diriku di atas
ranjang dan berniat untuk tidur lagi sampai akhirnya tangisan dari Dennis
terdengar di kupingku.
“EOMMAAA!! APPA!!”
Astaga! Aku mengacak-acak
rambutku, ini Senin dan aku meliburkan diri agar bisa merawat Dennis dan bisa
sedikit menikmati tidur lebih lama, bahkan ini masih terlalu pagi untuk memulai
aktivitas antara ayah dan anak.
Aku berjalan gontai menuju ke
kamar Dennis.
“Appa..... hiks...hiks..”
Aku mendapati tubuh anak semata
wayangku yang terduduk di samping ranjang sambil menangis, “aduh sayang.. sudah
besar kenapa masih saja menangis? Uljimaaa~” aku mencoba menenangkan Dennis.
“hiks..hiks...” Dennis
menghambur ke pelukanku, “mana eomma?”
“Eomma pergi bersama temannya
sayang..” aku mencoba menenangkannya, mendekapnya erat sambil sesekali mengelus
airmata di pipinya.
Dennis masih sesenggukan di
pelukanku sampai akhirnya tangisnya berhenti dan ia sudah berlari-lari keluar
memintaku untuk memandikannya.
“Dennis... pakai dulu bedak sama
bajunya...” aku melakukan ritual pagi yang setiap hari dilakukan istri
tercintaku, kejar-kejaran bersama Dennis.
“Shireo...” dia terus berlarian
memintaku untuk terus mengejarnya, aku terduduk di sofa.
“terserah kalau Dennis tidak mau
pakai baju, appa tak mau mengantar Dennis ke sekolah.” Aku berpura-pura
merajuk.
“ahh.. appa.. Dennis kan mau
ketemu Nessa sama guru2...” dia mulai mendekatiku dan menarik-narik ujung
bajuku.
“No, appa mau tidur ah~ ” aku
berpura-pura memejamkan mataku.
“iya appa Dennis mau pakai
baju...” sungutnya. Yes! Kau salah melawan iblis tua anakku. Aku terkekeh dalam
hati dan langsung duduk untuk memakaikannya baju.
*
“Appa sudah tampan belum?” aku
memamerkan baju kaos hitamku yang baru kubeli kemarin, yah hari ini aku pengin
terlihat santai, bosan dengan pakaian kantorku.
“sudah-sudah” Dennis yang sudah
siap di meja makannya duduk untuk menerima sarapan pagiku.
Aku yang tak terbiasa berkutat
dengan dapur ini terkesan canggung membuka pintu kulkas dengan tujuan memasak
sarapan. Oh c’mon, i’m a single parent now!
“makanlah...” aku menyodorkan
piring berisi dua buah telur goreng yang sudah kumasak dengan sedemikian rupa.
“monster raawr....” Dennis
menirukan suara monster begitu melihat masakanku, telur ceplok yang berwarna
kecokelatan terlihat agak menyeramkan apalagi dengan olesan kecap manis
membentuk lengkungan di bawah dua buah telur itu sebagai mulutnya. Ku harap
rasanya tak semenyeramkan penampilannya, doaku dalam hati.
*
Aku mengantarkan Dennis ke
sekolah barunya, hari pertama masuk sekolah, tapi Dennis sudah dengan pedenya
ingin menemui teman-teman barunya, tak susah membiarkan Dennis sendirian karena
dia memang pandai bersosialisasi, aku masih mengunci pintu mobilku ketika aku
mendapatkan pesan Line dari istriku.
ah, aku
lupa, usai mengantar Dennis kau harus berbelanja ya! Sebentar lagi aku akan
mengirimkan daftar belanjaannya.
Aku menunggu sampai akhirnya
Minah mengirimkan sebuah foto berupa tulisan daftar belanjaannya, ada beberapa
nama belanjaan yang tak ku tahu daaaaan aku bahkan tak tahu dimana saja letak
barang-barang ini, kalau aku berbelanja sendirian bisa-bisa tiga jam tak selesai
karena harus berputar-putar mencari barang belanjaan.
Ah~ tiba-tiba sekelebat bayangan
Hyuk Jae hyung menghampiriku, langsung saja kutelpon dia.
“yoo waddup brooh?” terdengar
suara dari seberang sana ditambah keributan yang cukup memekakkan telingaku.
“dimana kau?” tanyaku.
“di bengkel broh, sepertinya aku
harus membeli mobil baru..” keluhnya, “ada apa kau menelponku pagi-pagi
begini?”
“aku ingin kau menemaniku
belanja kebutuhan rumah tangga, u know lah Minah sedang keluar kota dan aku tak
pernah berbelanja... berhubung kau sendiri dan single kupikir kau pasti
mengetahui beberapa tempat benda-benda yang harus kubeli nanti.” Kataku to the
point.
“sialan. Kau mengejekku huh?!
Baiklah tapi kau harus menemaniku membeli mobil baru.” Tawarnya.
“deal...” jawabku singkat dan
langsung menutup teleponnya.
Sebelum aku membukakan pintu
mobil untuk Dennis yang sudah berteriak di balik kaca jendela tiba-tiba aku
mendapatkan sebuah pesan Line lagi.
sinting
kau kenapa tiba-tiba mematikan teleponmu sedangkan aku belum memberitahu
alamatku sekarang!!
Tak lama kemudian dia mengirimkan alamat
tempatnya, aku hanya membaca sekilas dan langsung menurunkan Dennis dari mobil
Alphardku.
Dennis melonjak-lonjak kegirangan tak sabar
untuk bisa bermain bersama dengan teman-temannya.
“stay cool.. ” bisikku pada Dennis, Dennis
mengangguk dan bergaya ala model, sesekali ia melemparkan kecup jauh kepada
teman-teman wanitanya. Aku tersenyum sambil memperbaiki letak kacamataku.
Dennis akan tumbuh sekeren dan seganteng Appanya. Hahaha. Aku berjalan lambat
mengimbangi langkah kecilnya sembari memperhatikan tatapan para wanita-wanita
muda yang memandangiku dengan kagum. Hey hey nona nona, kalian kan sudah
berkeluarga. Protesku dalam hati.
Aku mengantarkan Dennis masuk ke kelas dan
melangkah menuju ke kantor membawa akte kelahiran Dennis sekaligus membayar
biaya sekolahnya selama dua tahun ke depan nanti.
Bruukk!! Tiba-tiba seseorang menabrakku dari
samping dan membuatku menjatuhkan surat yang kubawa, seorang gadis dengan body
aduhai dan pakaian ketat yang pas membalut tubuhnya langsung menunduk dan
mengambilnya untukku, entah mungkin sedikit membaca nama yang tertera di sana.
Rambutnya yang bergelombang tergerai ke bawah begitu dia menunduk, mungkin
kalau saja Hyuk Jae yang ada di posisiku sekarang dia pasti langsung menunduk,
dengan alibi ingin membantu gadis itu mengambil barang yang berserakan, matanya
bergerilya mencari gundukan putih bersih yang terselip di antara pakaian wanita
seksi ini. HAHAHA.
“so...sorry...” pandangan matanya beralih
menatap mataku sambil menyerahkan akte kelahiran yang tadi terjatuh.
“no prob..” jawabku sambil tersenyum. Ku akui
dia sepertinya tertarik denganku bahkan dari bola matanya yang membesar begitu
menatap mataku, tiba-tiba ia teringat dengan akte kelahiran Dennis mungkin yang
membuat raut wajahnya sedikit kecewa.
“y..yeah.. nggg... namaku Chella, kau siapa?”
tanyanya sambil mengulurkan tangannya malu-malu ke arahku.
W-O-W berani juga dia, bukan.. dia bukan
wanita pertama yang bersikap bodoh seperti ini di hadapanku, ada ratusan wanita
yang berwajah dungu begitu menatapku dan langsung menjatuhkan harga dirinya
dengan langsung melakukan pendekatan terselubung padaku. Ku pikir pesonaku
sudah memudar karena sudah menikah dan memiliki anak, ternyata sama saja,
mungkin bertambah tampan? Haha.
“Kris.” Jawabku singkat, wajahnya langsung
sumringah, mungkin dia pikir aku sedang mengantarkan keponakanku karena nama
orang tua yang tertera di sana adalah Wu Yi Fan.
Dia menggaruk-garukkan kepalanya yang bisa
kutebak tidak gatal itu,dia gugup atau sedang berpikir? Tanyaku bingung, raut
wajahnya terlihat menimbang-nimbang, sesekali tatapan matanya melirik ke arah
sepatu dan jam tangan yang kupakai.
“hmmm.. aku.. aku bisa meminta nomor teleponmu?”
tanyanya akhirnya. What? Gila? Yang benar saja, ini baru beberapa menit yang
lalu dia mengajakku berkenalan dan langsung meminta nomor handphoneku?
“hggg, aku harus mengantarkan
ini dulu” kelitku. Tak enak menolak
langsung, aku langsung permisi dari hadapannya dan langsung menuju kantor,
begitu aku berbelok samar-samar sudut mataku menangkap bayangan tubuhnya yang
sepertinya sedang menerima telepon dari seseorang dan akhirnya ia pergi keluar.
Yes! Aku bernapas lega saat
wanita itu sudah pergi menjauh, apa jadinya kalau Minah tahu aku memberikan
nomor handphoneku pada wanita tak di kenal bisa-bisa dia membungkam mulutnya
selamanya. Aku bergidik ngeri membayangkannya dan memutuskan untuk menemui
bagian administrasi sekolah Dennis.
*
“padahal tadi aku bingung mau
memilih mobil yang mana..” gumam Hyuk Jae, “kupikir aku akan memilih Lexus atau
Alphard, taunya malah Camry...” matanya masih berbinar membayangkan bentuk
mobil baru yang akan segera di antarkan ke apartemennya sore ini.
“hmmm” aku hanya
mengangguk-angguk sambil memfokuskan pandangan pada jalan.
“eh, bukannya kita mau ke
supermarket?” tanya Hyuk Jae begitu aku melewati supermarket terbesar di kota
ini.
“kita akan menjemput Dennis..”
sahutku.
“ow ow baby D~ sudah lama sekali
aku tak bertemu dengannya..” Hyuk Jae mengatakannya dengan antusias, “jadi..
semacam acara belanja keluarga gitu?” tanyanya.
“yes, u’re ma wifey now” jawabku
enteng sambil memarkirkan mobilku di depan gerbang sekolah Dennis.
Tak kusangka otak Hyuk Jae hyung sudah konslet, dia berlari-lari sambil
merentangkan tangannya ke arah Dennis yang juga berlari ke arahnya.
“Uncle Jae~~” teriaknya.
“hello Baby D~ i’m ur mommy~~ ”
Hyuk Jae langsung memeluk Dennis, Dennis yang tak mengerti ini hanya bisa
mengangguk senang dan memanggil dia masih dengan sebutan Uncle Jae, hey hey
nama itu terlalu keren untuknya, tak ada darah Eropa di tubuhnya kenapa dia di
panggil Uncle Jae? Aku menggeleng-geleng melihat kelakuan mereka.
Beberapa wanita yang melirikku
kini tersenyum aneh, seperti menyiratkan. Astaga-itu-anak-adopsi? Mereka-GAY??
Ah ah, aku melirik ke arah
Dennis yang memang lebih mirip dengan Minah dibandingkan denganku.
“Ok Hyuk Jae berhenti berakting
seperti itu, menjijikan..” tegurku yang langsung mendapat cengiran khas dari
Hyuk Jae yang memperlihatkan tonjolan tulang pipinya yang mungkin terlihat
seksi menurut pandangan wanita.
“jadi... setelah ini kita akan
ke supermarket? Kita akan berbelanja bersama Baby D~” kata Hyuk Jae hyung
sambil mencubit pelan pipi Dennis.
Astaga hyung! Kau membuat orang
semakin salah paham! Aku menggertakkan gigiku geram.. besok-besok aku akan
membawa Minah mengantarkan Dennis kalau perlu aku harus berciuman dengan Minah
agar mereka percaya kalau aku normal.
Aku meluncurkan mobil Alphardku
dengan kecepatan sedang sementara Dennis memilih tiduran di kursi belakang.
“bagaimana harimu?” tanyaku basa
basi sambil melirik ke kaca yang memantulkan bayangan Dennis, memastikan kalau
ia tak sedang tertidur.
“Dennis bertemu Nessa terus kami
main ayunan bersama..” tanyanya malas-malasan sambil memainkan bantal yang
sudah tersedia di sana.
“bagaimana dengan teman
barumu?”kali ini aku fokus ke jalan.
“mereka bilang kalau Dennis
tampan..” serunya sambil tersenyum bangga.
“bah, lebih tampan Dennis atau
Uncle Jae?” kali ini Hyuk Jae yang bertanya.
“Dennis laa~ Uncle Jae sudah
tua.” Cibirnya.
“tadi ketemu sama gadis,entahlah
dia gadis atau sudah punya anak.. tapi kupikir dia cocok denganmu..” aku memulai
pembicaraan.
“maksudmu? Kau berkenalan dengan
gadis? Astaga Wu Fan, kau baru sekali ditinggal Minah sudah main mata saja.”
Protes Hyuk Jae langsung mengalihkan pandangan matanya menatapku, “eh coba
ulangi yang terakhir tadi? dia cocok denganku?” mata Hyuk Jae langsung
membelalak.
“jangan harap kuulangi” jawabku
kesal, “bukan aku yang mengajak berkenalan tapi wanita itu” sahutku ketus.
“Hha iya tau kok Tuan Besar Wu
Fan, btw, gimana bodynya?”
“hmmm... molla, mana sempat aku
memperhatikan, pakaiannya seksi, mungkin sedikit matre dan tipe-tipe social
climber gitu..” jawabku seadanya.
Hyuk Jae langsung mencibir dan
menghempaskan tubuhnya ke kursi penumpang, “kalau tipe begitu sih mana cocok
denganku bisa-bisa tiap hari bertengkar denganku..”
“siapa tahu kau bisa
mengubahnya, who knows? U’re coach” Tatapku geli.
Hyuk Jae menggeram mendengar
celetukan dariku. “Kalau seperti itu sih dia mungkin hanya akan berakhir di
ranjang semalam dengan bayaran minim”
“ya ya
ya pantas saja banyak wanita yang menolak tidur untuk yg kedua kalinya
bersamamu” aku tertawa sambil memarkirkan mobilku di parking area.
*
Aku mendorong troli sementara
Hyuk Jae masih sibuk memegang iPadku mencari-cari barang dalam list belanja
yang dikirimkan Minah, sedangkan Dennis masih sibuk mengunyah permen karet di
dalam troli yang ia comot dari supermarket padahal kami belum membayar ke
kasir.
“oh Wu Fan, kau tau lipstik yang
biasa isterimu pakai?” tanyanya.
Aku menggeleng pelan,
membayangkan seperti apa warna lipstick isteriku, merah muda? Ah bukankah
bibirnya selalu berwarna pink menggemaskan? Aku menunjuk sebuah lisptick merah
muda yang mungkin cocok dengan warna bibir mungilnya.
“great! Kita berhasil
menyelesaikan belanjaan ini dalam waktu hmm... 1,5 jam? Awawaw baby D~ mommy
Jae hebat bukan?” lagi-lagi Hyuk Jae
mengatakan kata-kata menjijikan itu sampai beberapa staff supermarket menoleh
dan menatap kami dengan pandangan ngeri. Aku tersenyum kecut.
“Appa, gendong” Dennis
mengulurkan tangannya ketika dirasa tubuhnya mulai merasa dihimpit oleh
barang-barang belanjaan yang kubeli.
“Appa kan sedang mendorong
troli” tolakku. Dennis mengerucutkan bibirnya.
“Ahh, ok biar mommy Jae yang
menggendongmu” Hyuk Jae hyung langsung menyerahkan iPad ke tanganku, tangannya
yang cukup kekar menggendong Dennis dan menaikkannya ke pundak.
“ayeye..ayeye...” Dennis
menggerak-gerakkan kakinya yang mulai mencekik leher Hyuk Jae hyung.
“hnasdtysdfahufcukup Dennis
cukup akhswukdw..” Hyuk Jae mulai kehilangan keseimbangan ketika ia tak bisa
bernapas karena tercekik kaki Dennis, tubuhnya oleng, Dennis pun tak sengaja
menyenggol kumpulan botol minuman kosong di sampingnya.
BRAKKK!! Beberapa botol terjatuh
dan sebagian botol terlihat berserakan dan pecah.
“Great hyung!” aku mendelik
menatap kekacauan yang mereka perbuat, sementara Hyuk Jae hanya bisa
terbatuk-batuk dan membiarkan Dennis untuk ku gendong.
“maaf Tuan, sepertinya kau harus
membereskan semua kekacauan ini..” seorang security mencengkeram lengan Hyuk
Jae hyung.
“Kris..uhuk...uhuk..” masih
dengan setengah terbatuk dia berusaha mengisyaratkanku untuk membayar semua
kekacauan ini.
“kenapa harus aku?” kilahku yang
merasa tak ada hubungannya dengan insiden ini. Masih dengan terbatuk Hyuk Jae
menunjuk ke arah Dennis yang sudah meringkuk nyaman di gendonganku. Tanganku
yang bebas berhigh five dengan security tadi, “baiklah aku yang akan membayar
ganti rugi semuanya”
“traktir aku makan..” bisik Hyuk Jae dengan
lancangnya di kupingku, padahal baru beberapa menit yang lalu ia membuat
kekacauan dan membuat keberadaan kami semakin terekspos, dua orang lelaki
sedang berbelanja kebutuhan rumah tangga, bahkan aku sempat mendengar cibiran
dari beberapa wanita berumur tiga puluh tahunan yang bergunjing dengan teman
sepantarannya, “kau lihat, apa enaknya memiliki pasangan sesama jenis, bahkan
sepertinya hukum alam tak mengizinkan mereka untuk hidup bersama”
Aku melirik kesal ke arah Hyuk
Jae, “yeah hyung” jawabku yang langsung mundur dari dari hadapannya, lebih
tepatnya menghindari guyonan khas wanita berumur yang tak pernah menikah seumur
hidupnya. Mungkin mereka semacam kumpulan wanita pembenci gay yang
keberadaannya dianggap membuat eksistensi mereka sebagai penghasil keturunan
dan pemuas batin terancam punah. Bagaimana bisa dua insan sama jenis hidup bersama
sedangkan kalau saja mereka normal mungkin salah satu atau dua dari wanita itu
bisa bersanding dengan mereka. Ow ow ralat ucapanku, bukankah lelaki beristri
lebih dari satu itu sah sah saja. Aku terkekeh dalam hati.
*
Aku menyesap pelan kopi hangat
yang kupesan di sebuah restoran yang cukup terkenal di dekat supermarket ini
dan Hyuk Jae-Dennis masih sibuk mengunyah roti bakar yang mereka pesan sambil
sesekali menyeruput Caramel Macchiato yang mereka pesan.
Sesekali Hyuk Jae menyuapi
Dennis sambil terus memaksanya memanggilnya dengan sebutan Mommy Jae, hell o~
Tempat yang disediakan restoran
ini cukup luas, bergaya minimalis dengan sentuhan warna cokelat serta rangkaian
lampu kecil berwarna keemasan yang membuatnya tampak elegan, aku menatap
sekelilingku, semuanya berpasangan, mungkin hanyalah aku dan Hyuk Jae yang
terlihat seperti pasangan gay yang memaksakan diri menikah berdua dan
mengadopsi anak bernama Dennis. Lihat saja, sesekali wanita-wanita cantik yang
–sepertinya mengincarku- berusaha menguping pembicaraan kami dan ketika
mendengar Hyuk jae menyebut dirinya mommy Jae, muka mereka langsung berubah
masam dan tak pernah menatapku lagi.
Serius, Hyuk Jae benar-benar
menjagaku main mata dan menjaga perempuan main mata padaku, dalam artian secara
tidak langsung.
Tiba-tiba seseorang langsung
duduk di samping tempat dudukku dan membuatku terkesiap.
“Chella?” aku memicingkan mataku
berusaha meyakinkan apa yang aku lihat sekarang, gadis yang bertemu denganku
tadi pagi...
“Hello Kris, hello Dennis, ini ya
keponakanmu? Ahh manis sekali” benar kan, dia benar-benar membaca akte
kelahiran Dennis, Chella langsung mencondongkan tubuhnya untuk mengusap kepala
Dennis, aku berani bertaruh dia sengaja melakukan itu untuk memamerkan gundukan
indahnya padaku. Aku membuang muka dan memilih menatap Hyuk Jae yang sepertinya
tak berkedip begitu melihat pemandangan gratis yang sayang dilewatkan oleh mata
mesumnya itu.
“Chell, ini Hyuk Jae hyung,
hyung ini Chella kenalan yang tadi aku ceritakan” ujarku kalem sambil berdehem
karena Chella tak juga menjauhkan dirinya dan gundukan harta karunnya di
hadapanku.
“Chella cantik, hello” begitulah
ekspresi Hyuk Jae yang masih belum sepenuhnya sadar dari alam bawah sadarnya
begitu melihat pemandangan surga dunia.
Chella langsung menatap Hyuk Jae
dengan tatapan meremehkan, haha tak tahu saja dia kalau Hyuk Jae hampir sama
kayanya denganku, kalau dihitung-hitung selisih kekayaan kami Cuma 15% yah
meskipun dari segi pengeluaran dia begitu amat sangat pelit.. untuk wanita seperti Chella mungkin setiap
persen itu sama besarnya dengan kebahagiaan yang akan menanti mereka kelak,
dalam hal belanja.
“helo.” Sahutnya ketus tanpa
mempedulikan tatapan Hyuk Jae, make up minimalisnya yang pasti mahal itu tak
dapat menutupi raut wajahnya kalau ia merasa terganggu dengan keberadaan Hyuk
Jae.
“amazing......” hanya kata itu
yang keluar dari bibir Hyuk Jae. Aku yang sudah biasa melihat pemandangan ini
hanya menggeleng.
“mau apa kau ke sini?” tanyaku
sesopan mungkin.
“ah tadi aku menemani auntie belanja,
sekarang aku free kebetulan aku melihatmu di sini jadi aku mampir saja,
pembicaraan kita belum selesai tadi pagi..” dia menatapku penasaran.
“ow, pembicaraan apa?” tanyaku
cuek.
“yang... ya soal meminta nomor
handphonemu..” matanya semaakin mengharap padaku.
“hey hey ada apa ini..” Hyuk Jae
yang sepertinya baru sadar akan arah pembicaraan kami langsung menengahi,
“Chella, kau gadis cantik kenapa kau mau meminta nomor handphone lelaki tak
berdarah ini?” Hyuk Jae menyebutkan kata lelaki tak berdarah dalam artian sudah
tak memiliki selera terhadap wanita karena aku sudah mempunyai istri.
“bukan urusanmu” sahutnya ketus.
Author’s POV
“tapi lebih baik kau memilihku, i’m single
now” ujar Hyuk Jae masih berusaha menyaingi Kris, sampai sekarang ia masih
berusaha menebarkan pesonanya, dasar tipe-tipe lelaki sweettalk.
“”cih.” Chella mendengus, ia
melirik Dennis dan langsung mencondongkan tubuhnya ke arah Dennis, “sayang, kau
tidak mau berkenalan dengan Auntie?”
“Auntie..” Dennis menyapanya
dengan antusias sampai akhirnya ia tak sengaja menumpahkan Caramel Macchiatonya
yang masih penuh dan membuat lelehan airnya mengenai high heelsnya.
“aissshh....!!” Chella memekik
kaget begitu di dapatinya high heels mahalnya terkena tumpahan minuman.
“omg, Kris, bisakah kau
memberikan nomor handphonemu sekarang? Aku harus kembali ke mobil dan mengganti
sepatu mahalku.” Ia masih saja belum menyerah untuk meminta nomor handphone
Kris.
“hmmm... sorry...”
“Sorry untuk apa? Untuk
keponakanmu yang menumpahkan minumannya ke sepatu mahalku atau Sorry kau.....”
“yaak! Sepertinya ada
kesalahpahaman di sini noona cantik, baby D bukan keponakannya, itu anaknya..”
sela Hyuk Jae.
“aku tak sedang berbicara
denganmu..” masih dengan suara ketus dan menahan amarahnya yang membabi buta
Chella berusaha tersenyum kecut ke arah Kris.
“Sorry untuk aku tak bisa
memberikanmu nomor handphone dan sorry untuk kenakalan yang anakku perbuat..”
jawab Kris dengan ucapan penuh kehati-hatian.
“Omg! R u serious?” masih dengan
logat Britishnya yang kental Chella membelalak kaget.
“yes I’m...” jawab Kris sambil
membelai rambut Dennis.
“Appa~” Dennis memegang ujung
baju kaus Kris, meremasnya perlahan karena takut dengan Chella.
“Oh..” Chella tersenyum kikuk
pada Kris sampai akhirnya sebuah telepon menyelamatkannya dan membawanya keluar
meninggalkan Kris.
“buhahahha tak kusangka kau
masih suka tebar pesona juga” Hyuk Jae tak bisa menyembunyikan tawanya.
“bukan salahku kalau gadis itu
menyukaiku” Kris mulai membela dirinya.
“oh..Ok..Ok.. kau memang selalu
mempesona Kris Wu Fan, padahal dalammu tak lebih menarik dariku” cela Hyuk Jae.
Guyonan mereka terhenti ketika Kris mulai menyalakan lagu dari iPadnya,
sementara itu Dennis menarik-narik tangan Hyuk Jae.
“waeyo baby D?” tanya Hyuk Jae.
“kebelet pipis ;s” Dennis
bergidik menahan diri untuk tidak pipis di celana.
“woy!” Hyuk Jae langsung
gelagapan dan menyadarkan Kris yang masih sibuk mendengarkan musiknya.
“what?” tanya Kris bingung.
“baby D mau pipis..”
“astaga! Ayo kita ke toilet”
Kris pun langsung membawa Dennis pergi ke toilet.
Hyuk Jae yang mulai merasakan
aura tak enak karena takut Kris akan membiarkannya membayar harga makanan yang
telah mereka pesan pun lebih memilih mengikuti Kris “wait me!!” serunya.
Hyuk Jae tertegun sejenak ketika
semua pintu toilet tertutup. “Wu fan?” panggilnya.
Tak ada jawaban dari dalam
hingga akhirnya salah satu pintu terbuka, Wu Fan mengisyaratkan Hyuk Jae untuk
masuk.
“waeyo?” tanya Hyuk Jae.
Sementara itu ada beberapa orang
namja yang baru saja selesai buang air kecil langsung membasuh tangannya di
wastafel, tiba-tiba mereka mendengar suara-suara aneh dari dalam sebuah toilet.
Terdengar suara dari dalam toilet.
“masa kau tak bisa
melakukannya?”
“yah hyung diamlah, disini
sempit sekali..”
“cepat buka celananya.”
“Oh, shit resletingnya macet.
Baby D, tenanglah”
Beberapa namja itu saling
berpandangan, “baby D? D? Dick? Making love? Gay?” mereka saling bertanya-tanya
sambil mengeringkan tangannya.
“ahh~ apakah kau sudah lega baby
D? Ayo kita keluar bersama-sama”
“........” beberapa namja itu
hanya saling berpandangan dan akhirnya keluar dari toilet.
“ahh..lega sekali, rasanya aku
tak bisa bernafas saking sempitnya di sana” Hyuk Jae menghirup napas panjang.
“ayo hyung keluar, nanti orang
berpikir yang tidak-tidak..” Kris masih mengingat insiden belanja tadi dan
langsung bergegas keluar dari toilet membawa Dennis.
Ketika mereka meninggalkan
toilet samar-samar terdengar ejekan dari beberapa lelaki yang masih berdiri di
depan pintu toilet.
“making love? Oh yess ohh
noohhh..” salah satu dari mereka menirukan gaya berbicara orang yang sedang
bercinta, Hyukjae yang tidak mengerti kalau ia yang sedang dibicarakan lantas
menoleh dan tersenyum ke arah mereka.
*
“Yaa!! Kris!! Shoot yang
bagus!!” seru Hyuk Jae begitu Kris berhasil memasukkan bola basket ke dalam
ring.
“haahh...” Kris membiarkan bola
basket menggelinding ke pekarangan rumahnya dan ia lebih memilih masuk ke
rumah.
“kau bermain dulu dengan Baby V
ya..” Hyuk Jae menepuk-nepuk pundak Dennis dan langsung mengekori Kris di
belakang.
“appa~ hebat-hebat” Dennis
bertepuk tangan membanggakan appanya yang memang sudah sangat lihai bermain
basket.
“Dennis kalau sudah besar mau
main itu juga?” tanya Nessa yang menatap Dennis dengan serius.
“nanti kalau Dennis sudah tinggi...” Dennis
langsung membusungkan dadanya, membayangkan kalau nanti ia bisa dengan mudah
menyaingi Kris.
Tiba-tiba gerakannya berhenti sejenak, Dennis
teringat sesuatu, “Nessa?” panggilnya.
“Ya Dennis?” Nessa tersipu malu karena di panggil
oleh Dennis.
“Noona neomu yeppeo~~” lagi-lagi ia menyanyi
dan membuat Nessa tersipu malu.
“Nessa, kamu yeoja kan?” sebuah
pertanyaan konyol terlontar dari mulut kecil Dennis.
“ne~” Nessa langsung beraegyo
menunjukkan ciri khas seorang gadis kecil.
Dennis tak berujar dan langsung meraba
dada Nessa, ia tak merasakan apa-apa, hanya merasakan detak jantung Nessa yang
berdetak sangat keras, “tapi Nessa tidak punya gunung” keluhnya dan langsung
menarik tangannya kembali.
“Nessa tidak mengerti..” kata Vanessa
polos.
“kata appa, nanti kalau sudah
besar Dennis bakalan tinggal sama yeoja kaya eomma sama appa, kalau namja punya
belalai kalau yeoja punya gunung..” Dennis menatap Nessa dengan pandangan
sedikit kecewa, “eomma Dennis punya gunung, auntie yang Dennis temui di cafe
juga punya gunung, Nessa punya belalai?”
Nessa terdiam sejenak,
“belalai?”
“Dennis punya belalai di sini”
Dennis menunjuk daerah di bawah perutnya.
Nessa menggeleng lemah, “Nessa
tidak punya~”
“ayo kita tanya bundanya
Nessa..” ajak Dennis yang menuntun Nessa untuk bangkit dan menemui ibunya.
“kalau Nessa yeoja?”
“kita bisa tinggal bersama kaya
eomma sama appa” Dennis tersenyum manis dan langsung mencubit pipi Nessa.
Sementara
itu.....
“yuhuuu~” Jongdae yang berniat
untuk mengantarkan mobil baru Hyuk Jae singgah ke rumah Kris setelah
mendapatkan pesan kakaotalk dari Hyuk Jae yang menyuruh Jongdae mengantarkan
mobilnya ke sini.
“yuhuu~~ Kris? Minah? Hyukjae
hyung?” panggilnya lagi. Ia sudah mengetuk dan memencet bel berkali-kali dan
tak ada jawaban.
Tok...Tok...Krieeet... akhirnya
pintu tak sengaja terbuka karena ketukan Dae yang terlalu kencang, Jongdae
memberanikan diri masuk dan berjalan ke arah ruang tamu sambil terus memanggil
nama Hyukjae dan Kris.
“Kris... Hyu....kjae....” tiba-tiba
panggilannya terhenti begitu mendapati Kris dan Hyukjae yang sedang tidur
bersama di kamar Kris.
“kkkk...aa....” lidah Jongdae
terasa kelu untuk mengucapkan beberapa patah kata karena menyaksikan tubuh Kris
yang hanya mengenakan kaos singlet tipis dan Hyukjae dalam keadaan topless.
Kris terbangun dan menatap
Jongdae, “wae?” tanyanya menguap.
“ahh, akhirnya kau sudah datang”
Hyuk Jae yang ikut terbangun mengambil baju yang tersampir di ujung ranjang dan
memakainya. Kris yang langsung menyadari kehadiran Hyukjae di sebelahnya
langsung berteriak kaget.
“AAAAAAAAAAAAA!!” ia menendang
Hyukjae yang sedang berusaha memakai bajunya hingga Hyuk Jae kehilangan
keseimbangan dan terjatuh ke lantai.
“apa yang kau lakukan bodoh!!”
Hyukjae langsung meringis kesakitan.
“dasar monyet tua bangka!! Apa
yang lakukan padaku, huh?! Tak kusangka setelah ditolak yeoja berkali-kali kau
sekarang menjadi gay!!” Kris langsung bergidik ngeri membayangkan tubuhnya yang
dipeluk atau dipegang-pegang oleh sahabat, hyung sekaligus rekan kerjanya ini.
"Hei!! Im normal!"
Hyukjae langsung menceritakan kronologinya, “tadi aku kelelahan sehabis nonton
tv, karena harinya sangat panas kuputuskan untuk tidur di kamarmu dan
menyalakan AC ruangan” sungutnya.
Jongdae yang menyaksikan pemandangaan
ini kemudian bernafas lega, “huuhh, syukurlah... kukira aku hidup dalam
pergaulan yang salah”, ia tersenyum tanpa rasa bersalah dan langsung
melemparkan kunci mobilnya kepada Hyukjae, “nih kunci mobilnya, ayo kita
pulang, kau yang menyetir.. aku masih shock..”
Setelah menyerahkan kunci mobil
Hyukjae, Dae langsung berlalu, “aku menunggu di luar, guys..” yang terdengar
seperti gay di telinga Kris dan Hyukjae.
*
Minah’s POV
Huh, sudah menunggu lama meminta di jemput
tak kunjung di jemput jua, aku sudah menunggu satu jam di rumah Hyeri, telepon
tak diangkat, sms tak di balas, Line tak di read, maunya apa?
Aku mengetuk pintu rumahku, tak
ada jawaban juga, akhirnya aku mencoba mendorong pintu rumahku, tak dikunci
ternyata. Aku menggerutu kesal karena Kris yang selalu lupa mengunci pintu
rumah, mentang-mentang di depan rumah sudah ada pos penjaga bukan berarti ia
bisa bertindak seenaknya.
Akhirnya aku masuk ke rumah, aku
melihat iPad dan iPhone Kris yang tergeletak di atas meja ruang tamu, “cih di
silent” gerutuku ketika mengecek gadgetnya.
Samar-samar aku mendengar
kucuran air dari dalam kamar mandi, Kris kah? Dennis kemana? Aku sudah sangat
rindu dengan anakku, dengan Kris juga sih, tapi ia sudah membuatku kesal.
Aku berjalan mendekat ke arah
sumber suara dan terhenti di depan pintu kamar mandi....
“Appa~ pintu kamar mandinya
tidak di kunci”
“biarkan saja, tak ada yang
masuk ini...” jawab Kris. Aku mencibir kesal, ingin sekali aku membuka pintu
kamar mandi kalau saja Kris tidak melakukan tindakan bodoh, alih-alih aku
mengerjainya dengan membuka pintu kamar mandi, bisa-bisa ia yang menarikku dan
mengajakku mandi bersamanya dan Dennis.
“Appa~, tadi Dennis ke rumah
Bundanya Nessa.. kata Bundanya Nessa, Nessa itu yeoja” suara polos anakku
terdengar lagi.
“hmmm terus?” tanya Kris yang
sepertinya sudah menyabuni Dennis, terdengar suara benda yang ditutup seperti
tutup botol dari sabun cair yang biasa kami pakai.
“kata appa kalau yeoja itu punya
gunung, Nessa tidak punya gunung, tapi kata bundanya Nessa bakal punya gunung
kalau sudah besar, Dennis punya burung kalau sudah besar, tapi kata Appa ini
belalai..” jelasnya. Er... ada apa ini??? tanyaku, aku berniat untuk mendobrak
pintu kamar mandi tapi kuurungkan, bisa-bisanya Kris membicarakan masalah orang
dewasa kepada Dennis.
“ahh ya... kalau sudah besar
baru disebut burung, nanti tumbuh bulu burungnya di sana” suara Kris yang asal
ceplos itu kembali terdengar dan langsung membuat darahku mendidih, pembicaraan
macam apa ini??!!
“appa kok gak liatin burung
appa??” Dennis yang serba ingin tahu itu kembali bertanya.
“kamu mau lihat? Tapi jangan
bilang-bilang eomma ya appa kasih lihat burung appa...” ini tidak bisa
dibiarkan, bisa-bisanya Kris melakukan hal itu, ini tak bisa di toleransi lagi.
BRAKK!! Aku langsung mendobrak
pintu kamar mandi dan mendapati Kris yang berencana untuk membuka celana pendek
yang ia kenakan. Kedua pasang mata itu menatapku antara kaget bercampur
bingung.
“KRIS! BERHENTI MENGOTORI OTAK
DENNIS!!”
-END-