Author : @meiokris
Cast :
·
Kris EXO M a.k.a Wu Yi Fan/ Kevin Li
·
Mei a.k.a Mei Li
·
Aleyna Yilmaz a.k.a
Aleyna Wu
·
Baekhyun EXO K a.k.a Byun Baekhyun/Bian Bai
Xian
·
Chanyeol EXO K a.k.a Park Chanyeol/ Pu Canlie
Genre : romance, drama, angst, hurt, tragic
Rate : 16+
Length : chaptered
***
7 Mei...
Mei’s POV
“jadi...sebenarnya dia itu siapa?? Anggota teroris? Mafia? Gank terkenal?
Buronan polisi??” Xiao Bai masih tercengang mendengar penuturanku.
“aku juga belum bisa
memastikan..mungkin semacam masalah dengan keluarga? Dia bilang kemarin sewaktu
kami kabur, itu adalah anak buah ayahnya” aku masih berusaha menetralkan
suasana.
“kak
Mei, kau menyelamatkan nyawa satu orang yang akhirnya mengancam nyawa tiga
orang sekaligus..” keluh Bai Xian yang benar-benar dibuat pusing oleh ulahku.
“lebih
baik kau berhenti berhubungan dengannya kak. Aku tahu dia anak orang kaya tapi
percayalah kita bakalan lebih bahagia kalau tak ada masalah...” saran Bai Xian.
Canlie mengangguk setuju. “aku
tidak bisa membayangkan sewaktu kau
berjalan-jalan dengannya kau bisa selamat, sungguh keajaiban” decaknya.
“setidaknya dia masih punya hati nurani untuk menyembunyikan kita di rumah
sini dan terbebas dari kejaran anak buah ayahnya” belaku.
“kak..
kau pikir lelaki yang kau cintai setelah beberapa menit kau bertemu dengannya
di bar itu punya hati nurani? hah? Harusnya dia sebagai lelaki melindungi gadisnya bukan malah
menjerumuskannya dalam masalah ini..” Bai Xian masih saja bersikeras
menyalahkan Wufan.
“dia
tak meminta kita menjadi anggota gank atau organisasi lainnya kok, dia
hanya meminta kita untuk tinggal di sini dan merahasiakan keberadaannya” terangku.
“meminta
kita untuk tinggal di sini dan mungkin kita
disuruh untuk menjaga rahasia mereka?? daan
setelah urusan mereka selesai.......” Bai Xian mengacungkan jari telunjuknya
dan menekannya di dada Canlie, “dor...!!”
Aku terdiam sesaat, “baiklah kalian bisa meninggalkanku sendiri kalau
kalian merasa hidup kalian terancam, lagipula mereka tak mengenal kalian kan?
Hanya aku yang berada di lokasi kejadian saat Wufan di serang”
“ahh, sudahlah, sekarang semua pikiran menjadi kacau, nanti saja bahasnya”
lerai Xiao Can.
“taurus
memang suka keras kepala..” Bai Xian menggerutu kesal begitu mendengar saranku.
“kau
juga, kalian lahir di tanggal dan bulan yang sama jelas saja sama-sama keras
kepala. Harusnya kau mengalah sedikit padanya.. lagipula kita hanya memikirkan
ancaman dibunuh kan tidak benar-benar dibunuh..” celetuk Canlie.
Bai
Xian mengedikkan bahunya, meraih koran yang ada di hadapannya dan memutuskan
untuk berpura-pura membaca dan tak menghiraukan Canlie, “kau tahu,, tadi Xiu
Min mengatakan lusa kita harus pindah. Dia lebih menerima pengontrak rumah yang
berani membayar lebih mahal. Padahal kupikir setelah ini kita akan menjadi
gelandangan lagi... kalaupun
kita pindah dari rumah ini, kita tak mungkin pindah ke rumah lama kita”
Canlie
terkekeh. Giginya yang rapi dan putih terlihat dengan jelas, “dasar, kalau kita tinggal di jalanan lagi, bagaimana kalau
musim dingin nanti? apakah kau tega membiarkan kak
Mei mati kedinginan karena salju? Ingatlah, tinggal bersama dengan seorang
penjahat dan tinggal di jalanan sama-sama beresiko. Sebaiknya kita lebih
memilih cara mati yang tak terlalu menyakitkan kita nanti. Setidaknya kalau pun
dibunuh oleh Wufan kita hanya bisa
merasakan sakit sesaat, kau bisa menyuruhnya menembak di kepala atau tepat di
jantung saja, kalau di salju? Kita bisa bertahan tanpa makanan dan pakaian layak
selama tiga hari, setelah itu aliran darah kita akan membeku barulah malaikat
pencabut nyawa sudi mencabut nyawa kita.” Racaunya.
Bai
Xian menghela napas panjang, “semua jalan tak ada yang benar, hidup saja susah,
ku harap nanti kita tak menyusahkan orang...”
**
Author’s POV
Seseorang menepuk bahu Aleyna yang tengah sibuk berdoa
berharap semoga ibunya baik-baik saja ditangani sang dokter.
“Aleyna... benarkah kau Aleyna?”
Aleyna pun mendongakkan wajahnya berusaha mengenali sosok yang dengan
lembutnya meremas bahunya pelan.
Mata hazel yang sangat mirip dengannya kini menatapnya tajam, “kau tidak
mengenalku?” alisnya yang rapi kini terlihat saling bertautan menunggu reaksi
gadis yang kini sedang membeku menatapnya.
“appa?” ia membulatkan matanya tak percaya.
“hmm” Wufan tak kuasa membendung emosinya, dipeluknya tubuh mungil yang
tengah berusaha semakin merapatkan tubuhnya, meminta kehangatan lebih dari
seseorang yang sudah sangat lama ditunggunya.
“eomma” bisiknya lirih.
“eomma sakit apa? Kenapa tak ada yang menghubungiku?” Wufan ingin sekali
memukul tembok didepannya sampai retak. Ia menangis menahan amarahnya yang
sudah lama ia pendam.
“eomma sakit kanker usus, kata eomma kalau appa tahu nanti apa sedih dan
tidak mau menemui eomma” katanya polos membuat Wufan menghentikan gerakannya
dan mematung, menyesali setiap perbuatannya tapi ia tak menyesali buah cintanya
dengan Mei, seorang gadis mungil yang sangat cantik.
23 oktober....
Mei’s POV
“Kenapa kak? Masih memikirkan Wufan?” tanya Xiao Can. Aku mengangguk
mengiyakan, sudah beberapa hari ini sejak kejadian pengejaran Wufan dan anak
buahnya sekarang ia tak berani lagi menampakkan batang hidungnya di depanku dan
yang lainnya.
“apa kubilang, kupikir kalau dia serius dia takkan bersikap pengecut
seperti ini” cibir Xiao Bai yang masih sibuk mengangkat jemuran dan membawanya
ke ruang tengah.
“diam kau Xiao Bai” bentakku, “kau piikir bagaimana caranya kita bisa hidup
dan menyambung usaha kita kalau tanpa uang yang dikirim Wufan setiap bulannya
ke rekeningmu?” sahutku sengit.
“well, kuanggap dia hanyalah seorang dermawan baik hati yang suka
menghamburkan uangnya untuk hal tidak perlu” Xiao Bai masih tetap bersikeras.
“kak, aku baru saja mendapatkan info dari kepolisian Cina di GuangZhou
tentang Wufan. Dia bukanlah lelaki baik seperti kebanyakannya, bahkan orang tua
angkatnya adalah seorang imigran gelap, orang tua kandungnya seorang kaya
penjudi memiliki aset berharga yang dikelola dengan baik oleh anak buahnya,
harta yang tak pernah habis dengan banyak selir, kudengar Wufan juga telah
menikah dengan seorang gadis biasa pilihannya...umm.. maksudku... bukankah
tidak menutup kemungkinan kalau semua berita itu benar dan... yah... punya
banyak istri.. emmm.. darah keturunan dari ayahnya... yah... begitulah” Xiao
Can berusaha menyampaikan dengan bahasanya sendiri agar tak menyinggung
perasaanku.
“yak yak sudahlah, kakak besar kita otaknya sudah bergeser dengan segala
pemikiran roman picisan di otaknya, intinya adalah Wufan bukan orang baik dan
kita bertiga sekarang sedang terjebak dan digantung dalam permainannya” papar
Xiao Bai, “kak kusarankan sekarang kau ikut denganku untuk membeli keperluan di
pasar, setidaknya aku bisa menyarankanmu untuk membeli sebungkus detergen dan
mencuci otakmu”
“Baekhyun, jangan terlalu keras dengan kakak” tegur Xiao Can.
“sudahlah, Xiao Bai benar, aku rasa aku harus menenangkan otakku dengan
menemaninya berbelanja” aku melerai mereka berdua.
“kau memang harus membantuku berbelanja kak. Aku juga butuh barang untuk di
rumah” Xiao Bai menyeret tubuhku yang semakin ringkih karena banyak pikiran
ini.
“pa.... pa....”
Ya di sanalah, di pasar itulah nyawaku seakan tercabut dari tubuhku,
terjatuh dan menggelepar di lantai pasar. Rasanya aku disentakkan dan berusaha
di sadarkan dari mimpi dan khayalanku selama ini.
Suara khasnya... perawakan dan semua itu nampak tak asing di mataku. Kakiku
seakan diikat oleh rotan yang menghentikanku berjalan, membiarkan Xiao Bai yang
terus melangkah tanpa menyadari sesuatu yang telah kulihat.
Lelaki bertubuh tegap yang tengah menggendong anak kecil yang sangat tampan
dengan rambut coklat dan mata hazelnya yang sama persis dengan mata hazelnya
Wufan itu tak menyadari keberadaanku.
Akibat adanya turunan jalan aku harus mendongakkan sedikit kepalaku
melongok mengecek kebenaran penglihatanku. Perlahan turunan jalan itulah yang
menyembunyikan tubuh tegap lelaki yang benar-benar mirip Wufan.
Ya Tuhan dadaku berdegup sangat kencang, aku bahkan dapat merasakan
keberadaan seorang Wufan dari jarak sejauh ini, sebelum semuanya lenyap dari
pandanganku, mata bocah rupawan yang sedari tadi sibuk memandangi wajah ayahnya
kini beralih kebelakang dan memandangku!
Mata hazel yang awalnya bersembunyi di bahu ayahnya kini mulai menampakkan
pesonanya. Mata kami saling beradu pandang dan di sanalah matanya memancarkan
kedamaian bagai melihat air jernih yang menggelegak di telaga.
25 Oktober....
“Kak, aku mau bicara” Xiao Can mulai mendekatiku perlahan setelah aku
selesai mengerjakan shift malamku di cafe. Ya aku kembali ke pekerjaan lamaku
dan Yixing, masih dengan sorot mata yang teduh masih memelukku hangat dan
memperlakukanku seolah-olah aku adalah seorang gadis yang lemah.
“sudahlah jangan terlalu berbasa basi Canlie. Kak, Cafe itu tidak aman
bagimu, apa yang kau harapkan dari sana? Gajimu kecil dan taruhanmu adalah
nyawa, tidakkah kau sadari Wufan itu pembawa sial, kalau saja ada anak buahnya
yang mengenalimu di cafe, kupastikan kau tidak akan selamat kak, keluarga Wufan
benar-benar tidak tersentuh, mereka keturunan mafia dan orang yang tidak
mempunyai kepentingan dengan mereka tidak boleh mengetahui kehidupan mereka,
dan kau baru saja mengatakan kalau kau itu kekasih Wufan? Gila! Kau masuk ke
dalam salah satu neraka di dunia ini!” Xiao Bai meludah dengan mata sarat akan
kebencian dan kekhawatiran.
Aku terdiam sesaat, mencerna rentetan kalimatnya yang seakan berdesakan
dalam kepalaku, kepalaku rasanya terasa semakin berat sekarang, beban ini,
kehidupan rumah tangga dengan kedua adikku yang tiada pernah berujung kalau aku
masih bersikukuh membela Wufan.
“kembalilah dan temui kakak kandungmu sendiri kak, kau pasti akan melupakan
Wufan dan menemukan kebahagianmu di sana” Xiao Can memelukku haru.
Aku menggeleng dan melepaskan pelukanku dari Xiao Can dan menatapnya tajam,
“aku rasa ada yang sedang kusembunyikan dari kalian, tidak mungkin kalian tanpa
alasan langsung mengusirku begini kan?”
“kami tidak sedang mengusirmu kak, percayalah” hibur Xiao Can yang sempat kulihat ia
bertukar pandang dengan XiaoBai yang langsung mengangkat bahunya dan pergi
meninggalkan kami sebentar.
“bacalah” ia kembali dan menyodorkan selebaran fotocopyan yang sudah usang
dan lusuh karena terkena basah dan debu. Aku membacanya secara seksama hingga
rasanya aku merasa tak berpijak lagi ditempatku berdiri.
Aku berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya yang bisa kuhirup dengan
hidungku, rasanya paru-paruku terasa berlubang, sebanyak apapun aku mencoba
bernapas rasanya hampa, aku seperti tak bisa menangkap oksigen yang berkeliaran
di sekitarku begitu aku selesai membaca selebaran yang ternyata adalah daftar pencarian
orang dengan nama Wufan yang tertera jelas dengan huruf yang bercetak tebal di
sana.
“kalau orang tahu kau pernah terlibat dengannya mereka bisa saja memintamu
memberikan info dan begitu keluarga Wufan tahu, semuanya akan musnah.
“kak, info yang ku dengar juga ternyata benar, dia benar-benar sudah
menikah, ini foto gadis yang sudah dinikahinya dan ini anaknya” susah payah aku
meraih kertas yang dipegang Xiao Can, tanganku bergetar begitu melihat wajah
anak yang tengah tersenyum dalam gendongan ibunya. Wajah itu... mata hazel itu
adalah mata yang kulihat di pasar waktu itu. Aku tersenyum samar hingga tanpa
kusadari butir-butir kristal bening itu turun mengaliri pipiku.
Author’s POV
“eomma... ini appa eomma, bangunlah” Aleyna masih sibuk berbisik di depan
telinga ibunya sambil menggenggam erat tangannya.
Wufan hanya terpaku menatap sosok tubuh yang terbaring lemah di ranjang
rumah saja, ia membuka kacamata hitam dan masker yang sedari tadi dikenakannya.
Rambutnya yang berwarna cokelat gelap memancarkan semburat cokelat terang di
bawah pantulan cahaya matahari.
Wajah gadis yang dicintainya sedikit berkerut hingga sudut matanya mengalir
sebutir air hangat...
“ eomma bisa mendengarku? eomma jangan menangis” bisik Aleyna lagi,
ditempelkannya pipi mungilnya ke wajah ibunya.
Tangan Wufan yang bebas kini bergetar saat ia menggenggam tangan pucat Mei,
dielusnya tangan Mei berusaha memberikan kekuatan dengan bahasa isyarat.
Mulutnya seakan terkunci melihat hasil perbuatannya sendiri yang mencoba membangkang
dari kedua orang tuanya, ‘kalau saja aku tak membangkang, maka hanya aku yang
sakit di sini, aku yang membiarkan cintaku berkembang saat aku melihatnya dan
membiarkannya terjerumus dalam lubang hitam ini, hidupku terlalu keras untuk
kubagikan padamu Mei’ ia berujar dalam hati.
15 November 2003...
Mei’s POV
“tok.. tok.. tok...” hujan kali ini begitu deras, aku yang menunggu kakak
kandungku pulang dari club akhirnya mendengar suara pintu diketuk.
“kak...” aku baru saja menghentikan alasanku yang ingin menghambur ke
pelukan kakakku begitu menyadari kalau yang sekarang berdiri di depanku
bukanlah kakakku. Mataku tertuju pada sosok berjaket hitam yang menerobos masuk
dan memelukku hangat, “i miss you” desisnya.
Aku langsung menyadari sosok yang tengah memelukku erat ini, namun ungkapan
rindu itu kini terasa menyayat. Aku meronta meminta dilepaskan, kata-kata kakak
kandungku masih terngiang di benakku.
“kau.. jangan mentang-mentang kita keturunan
wanita jalang dengan darah kotor yang mengalir deras di tubuhmu itu kau ingin
mengikuti jejak ibu dan aku? Kau pikir menjadi jalang dengan menjajakan tubuhmu
ke semua pria itu akan membuatmu bahagia? Apalagi dengan menjadikan dirimu
sebagai simpanan tetap lelaki yang sudah beristri dan mempunyai anak? Aissh,
masih banyak lelaki single, kaya, tampan dan terhormat yang bisa kau peloroti
hartanya tanpa harus menjadi seorang wanita jalang. Tak malukah engkau menjadi
seorang simpanan lelaki yang sudah menikah? Tak malukah engkau menjajah lahan
orang lain?!”
aku benar-benar merasa tertampar dengan ucapan kakakku, menjadi jalang
katanya? Ya. Aku rela menjadi jalang karena cinta...
Aku berusaha melepaskan pelukannya yang semakin erat di tubuhku, “lepaskan”
pintaku, nyaris memohon.
“tidak Mei, apa kau tidak tahu betapa tersiksanya aku harus berpisah
denganmu?” bisiknya lirih tepat di telingaku. Aku masih berusaha melepaskan
pelukannya dan begitu ia lengah aku langsung menampar wajahnya.
“kau!!” tudingku, “dasar lelaki keparat! Kejam! Keji! Busuk! Kau sudah
beristri dan masih saja bermain-main dengan wanita lain hah?!” aku ingin sekali
mencekik lehernya kalau saja ia dengan sigap memutar tanganku dan menaikkannya
ke atas, menahannya di antara tembok dan membuatku sulit bergerak.
“tolooo....hmmpphhh” tanpa memberikan penjelasan ia langsung membungkam
bibirku dengan bibirnya.
Aroma wine yang sedari tadi meruak saat ia berbicara denganku kini
benar-benar singgah di bibirku, bercampur dengan salivaku, bibirku terasa panas
dan berdenyut karena ia menciumku dengan kasar.
Aku masih bersikeras melepaskan ciumannya hingga akhirnya sebelah tangannya
menggenggam tanganku dan tangannya yang lain meremas dadaku, membuatku akhirnya
membuka mulutku meloloskan desahan yang sedari tadi kutahan karena ciumannya.
Brengsek, lelaki brengsek, umpatku dalam hati. Lidahnya dengan lihainya
bermain di rongga mulutku, membelit lidahku dan membuatku terangsang, tanpa
kusadari ia sudah menggendongku ke kamar dan menghempaskanku ke ranjang, ia
masih sibuk menciumi leherku sambil terus meremas dadaku.
Esoknya...
Aku terbangun dengan sebuah lengan
yang dengan kokohnya melingkari tubuhku. Aku menggeliat perlahan dan merasakan
sakit di selangkangan dan kewanitaanku.
Ahh, pipiku langsung memerah begitu mengingat percintaan panasku dengan
Wufan.
Tak terasa butir-butir air mengalir
di kedua pipiku, buru-buru kuhapus sebelum ia mendengar isak tangisku, aku
melangkah dengan tubuh di tutupi selimut, memungut pakaianku yang berserakan di
lantai, aku meraih pulpen dan menuliskan sesuatu padanya.
Dear Wufan..
Mungkin saat kau
menemukan note ini aku sudah pergi, aku harap ini akan menjadi hari terakhir
pertemuan kita, asal kau tahu saja aku sangat mencintaimu tapi aku takkan
sanggup berbagi cinta dengan wanita lainnya.
Jangan khawatir
soal kejadian tadi malam, aku takkan menuntutmu, jika aku hamil aku takkan
datang dan menghancurkan rumah tangga kalian. Suatu saat nanti kalau kau masih
mengingatku dan anak kita, aku pasti akan mempertemukan kalian.
Jangan mencariku.
Mei-
**
Author’s POV
Wufan menggenggam tangan Aleyna, ditatapnya lekat-lekat wajah gadis mungil
yang benar-benar mirip dengannya, hanya saja mata hazelnya benar-benar mewarisi
dirinya.
“kenapa kau bisa mengenaliku?” tanya Wufan penasaran.
“karena eomma sering memperlihatkan foto appa, kata eomma aku memang benar-benar
punya appa, aku juga pernah melihat appa” jawabnya polos.
“dimana?”
“di bandara, tapi appa tidak melihatku”
Mata Wufan semakin memanas, dipeluknya berkali-kali Aleyna, “benar aku
ayahmu, maafkan appa, besok-besok kau tidak akan merasa sendirian lagi, appa
dan eomma akan menemanimu” bisiknya pelan.
1 Juni 2008....
Mei’s POV
“eommaaaa... aku ingin bertemu appa” Aleyna menunjuk-nunjuk layar datar
kecil itu.
Ya, semenjak hubungan Wufan dengan keluarganya membaik, khalayak publik pun
makin gencar membicarakannya hingga aku harus menekan dadaku setiap hari
merasakan perih di dadaku setiap melihatnya tengah tersenyum bahagia
menggandeng wanita yang sudah memberikannya dua orang anak.
Berkali-kali aku menabahkan diri kalau aku hanyalah seorang wanita simpanan
yang benar-benar sudah dilupakannya. Aku membesarkan Aleyna dengan uangku
sendiri dan sedikit bantuan dari Xiao Bai dan Xiao Can.
“eomma....” Aleyna masih saja sibuk merongrongku dengan pertanyaan kapan ia
bisa menemui ayahnya sementara aku gelagapan menjawab pertanyaannya.
Aku rasa inilah saatnya...
“baiklah, kalau kau melihat appa jangan berteriak ya, cukup melihatnya
saja” aku memperingatkan pada Aleyna.
“aku tahu eomma, nanti istri dan anak-anak appa akan marah kan?” katanya
polos.
Aku mengangguk mengiyakan, ya, aku takkan menutupi keadaan Wufan yang
sebenarnya pada Aleyna. Ahh, anak ini bahkan tak pernah dirasakan kehadirannya
oleh ayahnya sendiri. Aku menatapnya pilu.
“jangan sedih eomma, Aleyna sudah sangat bahagia bisa melihat appa”
hiburnya.
Sementara menunggu Aleyna memakan es krim, aku mendengar bunyi keributan di
bandara dan langsung membawa Aleyna dalam gendonganku.
Aleyna tercengang melihat banyaknya pengawal yang mengawal orang yang
diyakininya adalah Wufan.
“itu appa? Tampannya” decaknya kagum.
Baru saja aku ingin membawa Aleyna mendekat tiba-tiba kerumunan wartawan
dan pengawal mulai memecah membentuk sebuah jalan. Mataku terpaku pada gadis
yang tengah memeluk Wufan sementara dua orang anak berjenis kelamin lelaki dan
perempuan turut memeluknya. Aku bisa mengenali mereka semua dari foto yang
pernah dibawakan Xiao Can.
Aku memeluk Aleyna erat-erat seakan menumpukan sesaknya napasku padanya.
Paru-paruku benar-benar terasa hampa, menggapai udara yang kosong tanpa oksigen..
Aleyna masih menatap kepergian ayahnya dengan mata berbinar tanpa merasa
iri dengan saudara tirinya yang memiliki keluarga utuh.
“eomma” bisik Aleyna setelah ia puas memandangi ayahnya, “Aley sudah
bahagia bersama eomma, eomma segalanya” kemudian ia mencium pipiku pelan.
Aku membawa Aleyna ke ruang tunggu yang di sana mengalun lagu Roxette.
I know there's
something in the wake of your smile.
I get a notion
from the look in your eyes, yeah.
You've built a
love but that love falls apart.
Your little piece
of heaven turns too dark.
Listen to your
heart when he's calling for you.
Listen to your
heart there's nothing else you can do.
I don't know
where you're going and I don't know why,
but listen to
your heart before you tell him goodbye.
Sometimes you
wonder if this fight is worthwhile.
The precious
moments are all lost in the tide, yeah.
They're swept
away and nothing is what is seems,
the feeling of
belonging to your dreams.
And there are
voices that want to be heard.
So much to
mention but you can't find the words.
The scent of
magic, the beauty that's been
when love was
wilder than the wind.
-listen to your heart-
Author’s POV
“Siapa keluarganya?” seorang dokter tiba-tiba datang dan menghampiri Aleyna
dan Wufan.
“saya....” Wufan berhenti sejenak sebelum akhirnya ia berujar, “saya
suaminya, dok”
Dokterpun mengangguk dan menginstruksikan Wufan untuk menemuinya di ruang
dokter.
“bapak, sepertinya kanker di ususnya sudah menyebar” dokter itu terlihat
prihatin membayangkan nasib Mei Li.
“katakan apa yang bisa kulakukan agar istriku bisa sembuh dok?” Wufan
menatap dokter dengan sorot mata sendu, ia semakin menyesali kepasifannya yang
hanya membiarkan keadaan berlarut seiring berjalannya waktu.
Dokter itu menggeleng, “kita hanya menunggu keajaiban Tuhan, bahkan
persentase hidupnya hanya 20%”
“du...dua puluh” Wufan tersentak hingga dering telpon dokter itu berbunyi.
“halo?” sapa dokter itu.
Setelah mendengar ucapan dari perawat di seberang ia langsung bergegas
keluar.
“maaf, istri anda sedang butuh pertolongan sekarang.”
“a...apa? bolehkah aku ikut masuk?”
“maaf” dokter itu langsung meninggalkan Wufan yang terduduk di ruangannya.
“AAAAAAARRGGHHH MEI LI” teriaknya frustasi, “andai kau tahu, kaulah wanita
yang satu-satunya kucintai, persetan dengan istri pertamaku. Aku menikah tanpa
cinta di sana”
2 tahun kemudian....
“aley,.. sudahkah kau menabur bunga untuk ibumu?” tanya Bai Xian.
“sudah paman, mana pamanku yang satunya? Aku ingin memberinya kecupan
sebelum aku pulang bersama appa” Aleyna terlihat mencari sosok Canlie.
“dia masih sibuk mengantri es krim” cibir Bai Xian.
“ah, paman yang satu itu benar-benar” Aleyna berdecak.
“kau menabur bunga mawar? Kenapa wangi mawar ini begitu kuat terasa?” tanya
Bai Xian.
Aleyna menggeleng, “sepertinya tidak ada mawar di sana, entahlah”
Sementara Aleyna berlarian menghampiri Canlie, Bai Xian berjongkok di depan
makam Mei Li.
“kau tahu kak? Kau benar-benar mewariskan darah seorang wanita yang kuat
pada diri Aleyna, dia bahkan tidak menangis begitu tahu kau meninggal, dia
mencoba berdamai dengan takdir” Xiao Bai mengelus batu nisan yang berwarna
putih itu.
“mungkin Tuhan tidak ingin kau sakit terlalu lama” bisiknya lagi,
“ngomong-ngomong Wufan mau merawat Aleyna dan mengurusnya bersama istrinya”
Ia melanjutkan, “semua orang mencoba berdamai dengan takdir, kami
merelakanmu, dan istrinya, kau tahu istrinya luar biasa baik bahkan dia
memaafkan kelakuan bejat Wufan, dengan lapang dada ia menganggap Aleyna seperti
anaknya sendiri, kami bahkan menganggapnya kakak”
“tapi tak ada yang bisa menggantikanmu yang telah bersusah payah merawat
aku dan si kutu busuk Chanyeol” lirihnya.
“oh ya, aku baru tahu kalau wanita yang dicintai Wufan itu adalah kau kak,
kupikir kalaupun dia mencintai istri pertamanya, cintanya sudah luntur, banyak
orang yang mengatakan, ketika ada orang kedua di hidupmu berarti hilanglah
sudah cintamu kepada orang pertama”
“hmm” seseorang menyadarkan Bai Xian.
“eh.. kak Wufan, kau sudah datang rupanya” ia mencoba menyapa Wufan.
“iya, mana Aleyna?” tanya Wufan.
“dia sedang bersama Canlie, biar kupanggilkan” Bai Xian langsung bergegas
meninggalkan pemakaman karena merasa canggung curhatannya di dengar Wufan.
Sementara Xiao Bai meninggalkannya, Wufan berjongkok menghadap batu nisan
Mei.
“bagaimana kabarmu di surga?” bisiknya lirih.
“aku menepati janjiku sayang, aku menjaga anak kita dengan baik” ia
tersenyum, “dan kau takkan pernah mati di hatiku, wajah Aleyna benar-benar
mirip denganmu” Wufan semakin mendekatkan tubuhnya dengan batu nisan,
dikecupnya perlahan batu nisan itu.
“kadang masih terasa nyeri di sini” ia menunjuk dadanya, “kadang aku masih
ingin memaki Tuhan, meneriakkan ketidakadilan di hidupmu”
“tapi sekarang berkat Aleyna, aku mencoba berdamai dengan takdirnya”
lirihnya.
“baik-baik di sana sayang” bisiknya sebelum meninggalkan area pemakaman
untuk menjemput Aleyna pulang.
Jauh di antara rimbunan pohon yang tumbuh di areal pemakaman, ada seorang
wanita dengan wajah sendu, kulit yang pucat tengah tersenyum menatap empat
orang yang sedang berlarian di sekitar areal pemakaman, saling mengejar satu
sama lain.
“aku bahagia di sini, Wufan” bisik Mei Li sebelum ia menghilang dan hidup
dengan tenang di alamnya..
-END-