Sabtu, 02 Agustus 2014

[FF KRIS EXO] Defence Mechanisme

Defence Mechanisme
Author:  Mei F.D
Main cast :
Wu Yi Fan/ Kris EXO M
Min ah
Dennis Kane
Lee Hyuk Jae
Other cast

Length : oneshot
Genre : married life, family, romance, series.
PG : 15+

Hai author datang lagi dengan segala kegajean dari keluarganya Kris dan ditengah segala mcam pemikiran yang alay yang sedang melanda ini(?)  ._. 
Jangan lupa follow twitter ane :3 @meiokris
***
Author's POV
"Kris.. Dennis... Habiskan sarapannya dulu" teriak Minah dari dapur.
"Iya sayang. Sudah. Kami berangkat dulu ya. Dadah" Kris langsung menyambar roti yang dibuat Minah dan menandaskan segelas susu yang telah dibuat istrinya. Buru-buru disambarnya dasi dan langsung berlari ke pintu depan.
"Kayak ada yang kurang tapi apa yaa.." Kris langsung menghentikan langkahnya dan mengecek perlengkapannya untuk meeting hari ini. Berkas sudah siap di kantor, dasi juga sudah rapi, pakaian sudah siap. "Huh. Jam weker keparat. Sudah tau tadi malam bekas olahraga malam dan hari ini harus meeting masih saja tidak berbunyi" gerutunya seraya memutar kenop pintu.
Kris pun langsung kembali melangkah begitu dipikirnya semuanya telah siap. "Ah mungkin aku gugup karena ingin bertemu paman Sam yang dari Canada itu mungkin jadi aku seper......"
"Kris..." sebelum Kris menyelesaikan ucapannya, seseorang yang diyakininya bidadari pemilik hatinya itu memanggilnya dan membuat Kris dengan senang hati membuat gerakan memutar.
"Ya istriku. Apa kau mau...Hhaaaa...." Ia terkesiap begitu melihat seonggok. Bukan. Sesosok makhluk menggemaskan yang berada dalam gendongan istrinya tengah menatapnya sengit.
"Kau melupakan anakmu sendiri Kris" sindir Minah.
Buru-buru ia menguasai ekspresi keterkejutannya dan langsung terkekeh malu, “Hehehe, maaf sayang, aku kira kita belum punya anak” dipindahkannya Dennis dari gendongan Minah ke gendongannya.
“Yak! Sudah 4 tahun Dennis bersama kita dan kau masih melupakan anakmu sendiri?” cibir Minah.
“Tinju appa” tangan mungil Dennis langsung mendarat mulus di hidung mancung Kris.
“Aww...Aduh...Aduhh sakit” Kris pura-pura berteriak kesakitan akibat dipukul Dennis.
“Heh sayang tidak boleh begitu dengan appa” Minah mengelus tangan Dennis berusaha menghentikan kelancangan anaknya.
“Awas nanti hidung appa luka..” keluh Kris sambil mengelus-elus hidung mancungnya.

**

Kris’s POV
Huh hah.. huh hah... huh hah... Meeting di mulai 3 menit lagi dan aku harus cepat-cepat menemukan lift terdekat. Aku cepat-cepat berlari ke arah lift tanpa menghiraukan ucapan salam yang di lontarkan dari para pegawaiku.
“Tunggu sebentar” aku langsung berteriak saat pintu lift terdekat hampir menutup.
“Hahh...” aku menghembuskan napasku pelan dan mencoba menetralkan napasku yang masih ngos-ngosan karena berlari dari parkiran menuju ke lift.
“hhh... appa” aku terkesiap begitu melihat penghuni lift yang aku teriaki tadi adalah ayahku sendiri.
“Kenapa?” kening ayahku berkerut heran.
Aku memandang ayahku heran. Seorang mantan pemimpin perusahaan ikut datang ke tempat meeting? “Appa, kau mau ikut meeting?” tanyaku tak kalah heran.
“Meeting dengan Sam yang dari Canada itu? Astaga. meeting hari ini dibatalkan”
“MWOO???” aku menatap ayahku horor.
“Ya.. hari ini kita kedatangan Belinda Lee, sepupumu yang dari Canada itu. Jadi kubatalkan saja meeting hari ini” jawab ayahku kalem.
“Appa! Kau membatalkan meeting kepada seluruh klien penting tapi aku yang anakmu sendiri tidak kau kabari??” yah, terus aku capek-capek bangun pagi dan kesiangan ini hanya untuk menerima kabar pembatalan meeting?
“Untuk apa? Kau kan anakku” kata ayahku santai dengan wajah tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Aiissshh, apa?? jangan mentang-mentang aku bukanlah ‘orang lain’ dan bukan orang penting dalam meeting kali ini bukan berarti aku diberikan pengecualian mengenai kabar pembatalan meeting ini. ini namanya diskriminasi.
Pintu lift pun terbuka perlahan bersamaan dengan munculnya sosok wanita anggun nan cantik yang tengah menyeringai jahat kepadaku.
“Be...Belinda....”
"Hah? makh..." sebelum aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba Belinda langsung meneriakiku.
"Kris Wu Faaaan" teriaknya.
Aku memutar bola mataku dan mendapati orang yang sedang kubicarakan menatapku, "apa?" sahutku malas. Gadis ini, selalu saja merecokiku kalau saja bertemu denganku.
"Lihat ayaaah, dia bahkan tidak membalas sapaanku dengan baik" rengeknya. Apa dia bilang? ayah?
"Wu Fan aah. bersikaplah lebih baik pada sepupumu" tegur ayahku.
"Setelah kedatangan dadakannya yang membuat meeting di tunda dan aku masih harus bersikap manis padanya? Siapa dia? Putri Presiden? Huh?!" protesku.
"Wu Fan-ahh.. kau jahat sekali, kau tidak merindukanku?!?!??!?" tanyanya lagi.
"Tidak" sahutku jujur, astaga gadis ini benar-benar tahan banting ya.
"Bahkan sekalipun juga tidak?" tanyanya lagi.
"Ya" jawabku sadis.
“Kau masih tidak berubah ya, masih cuek terhadap wanita” gerutunya.
“Iya”
"Padahal aku merindukanmu"
"Iya aku tahu" sahutku asal.
“Padahal aku tidak sabar bertemu denganmu”
“Iya aku tahu”
"Dan aku membawakan bayi ini untukmu"
"Iya aku ta.... APA???" Kulirik lengannya yang ternyata tengah memeluk seorang bayi berusia sekitar 6 bulanan.
"Rencananya aku mau bulan madu lagi dengan suamiku dan aku tidak yakin pengasuhku akan merawatnya dengan baik, kau tahu kan sekarang ini banyak sekali penculikan massal dan daripada aku takut anakku diculik, lebih baik aku menitipkannya saja padamu" jelasnya.
Aku mendengus. Anak? Lagi? Dennis yang berasal dari bibitku saja sudah membuatku kalang kabut menjaganya bagaimana dengan bayi ini? Aku melihatnya sekilas, bayi itu bergelung hangat di dalam gendongan Belinda yang kuyakini adalah ibunya.
"Berapa lama?" tanyaku lagi.
"Hanya 3 hari kok, kami hanya merayakan bulan madu dengan beberapa keluarga di sini setelah itu kami akan kembali ke Kanada"
“Hmmm..”
“Kau kan tidak datang saat pernikahanku, anggap aja ini merupakan penebus dosamu” ujarnya mantap.
“Kau juga tidak datang saat pernikahanku” protesku.
“Yah, kau tahulah, mencari cuti pada saat perkuliahan semester akhir itu sangat berbahaya, pokoknya kau harus menebus dosamu karena tidak datang ke pernikahanku” paksanya.
“Sejak kapan aku berdosa dengan wanita kelebihan hormon sepertimu?” gerutuku.
“Ayolah... kau tidak mau kan aku melakukan ini di hadapan istrimu” bisik Belinda yang mulai memainkan sebelah tangannya yang bebas untuk membelai dasi Kris.
“Jangan mencoba menggodaku Belinda...” desisku.
“Kenapa? Kita kan sepupu jauh, bahkan ayahpun takkan keberatan kalau kita menikah nanti, iya kan ayah??”
“Ap... apa??”
“Apa??” tantangnya lagi.
"Aiiishhh... kapan kau akan menitipkannya padaku?" tanyaku  lagi.
"Sekarang" jawabnya cepat.
"APA? Aku bahkan belum berbicara dengan istriku, bagaimana kau...aiiishhh"
"Tenang saja aku yang akan meminta izin kepada istrimu, tinggal kau antarkan aku saja kesana"
Ayahku langsung terkekeh mendengar perdebatan kami yang membuatku tersadar kalau ada ayahku yang menyaksikan perbuatan Belinda, "Antar saja, Belinda memang susah di kalahkan" ayahku menengahi. "Minah kan suka dengan anak kecil" tambah ayahku. Aiishhh, aku juga suka, sayangnya mereka kadang mengganggu aktivitas mesra-mesraanku dengan Minah.
"Tapi appa, membiarkan seorang Belinda bertemu dengan istriku itu bukanlah hal yang baik" protesku lagi. Mengingat Belinda pernah mengacaukan hidupku dengan mengaku-ngaku sebagai pacarku.
“Sudahlah, astaga Kris, iyakan saja permintaan sepupu jauhmu itu, hoho” sahut ayahku seraya berlalu dari hadapanku dan Belinda. “Mendengar anak muda bertengkar membuatku seperti muda kembali” ia mencelos.
“Kalau sepupuku tidak seekstrim ini sih aku takkan keberatan” gerutu Kris.
PLAKK!!
“YAAKK!!!”
“APAA!!”
“KAU INI!!”
PLAKK!!
**

Author’s POV
“Dennis, jangan dipetik dong bunganya nanti bunganya nangis” seorang wanita paruh baya meminta Dennis untuk tidak memetik bunga marigold yang baru saja mekar.
“Dennis tidak pernah melihat bunga lagi nangis” celotehnya.
“eh, bunganya nangis pas Dennis sudah pergi sayang, kasihan bunganya kan mau ngumpul sama teman-temannya” katanya lembut.
“Dennis juga temannya” bantah Dennis lagi.
“eh??” belum sempat wanita paruh baya itu menyahut, Minah sudah lebih dulu menyapa Dennis.
“Sayang, eomma datang” teriaknya dari kejauhan seraya merentangkan kedua tangannya.
“Dennis pulang dulu ya Bu, annyeong” pamit Dennis sambil membungkuk sebelum berlari mengejar Minah.
“Terima kasih Bu, sudah menjaga Dennis hari ini” sapa Minah yang berjalan mendekati wanita paruh baya itu, Ree Ni.
“Sudah sepantasnya bu, saya berlaku selayaknya guru TK yang menjaga anak-anak seperti anak saya sendiri.. Ngomong-ngomong kenapa ibu tidak datang pada saat pengambilan raport?” tanya Ree Ni.
“Hah? Memangnya hari ini ada acara pengambilan raport ya?” tanya Minah bingung, sementara Dennis yang sudah berada di dalam gendongan Minah mulai bergerak-gerak.
“Raport Dennis ada di dalam tas lho..” sahutnya senang.
“Iya bu, mungkin ibu lupa membaca pengumuman yang tertera di dekat gerbang sekolah.” Jelasnya.
Minah memasang raut wajah kecewa, “maafin eomma ya” bisiknya sambil mengelus punggung Dennis.
“es krrrrrrrriiiim” teriak Dennis sambil menunjuk-nunjuk depot es krim di seberang sekolah.
“hahhaha, Dennis semenjak bisa mengucapkan huruf ‘r’ jadi sering membanggakan dirinya karena teman-temannya tidak bisa mengucapkannya” puji Ree Ni.
“ahh ya, dia memang begitu” puji Minah tak kalah bangga kepada buah hatinya. Setelah berpamitan pun akhirnya Minah dan Dennis menuju ke sebuah depot es krim di perempatan jalan.
“Kenapa tidak di es krim yang tadi ma?” tanya Dennis.
“Hari ini eomma ingin bertemu dengan teman eomma” jelas Minah sambil menuntun Dennis ke sebuah pondok es krim yang bertuliskan ‘Baby Zee’
Minah dan Dennis pun berjalan masuk ke pondok es krim milik teman SMA-nya itu.
“Bang Min Ah-ssi” teriak seseorang saat Minah menyuruh Dennis untuk duduk di sebelahnya.
“Song Ah Ra” balas Minah berteriak sambil melambaikan tangan kanannya ke arah Ah Ra.
“Sudah lama sekali kau tidak mampir ke sini” Ahra memandang Minah takjub.
“Ahh. Aku sibuk mengurus rumah dan keluargaku” kilah Minah, “kau memang berbakat dalam memasak, lihat, kedai es krim ini bahkan sangat penuh” decak Minah kagum.
“omoo.. lihat jagoan ini, siapa namanya??” seru Ahra.
“Dennis auntiee” sapa Dennis riang sambil memamerkan gigi-giginya.
“Aku tak menyangka kau sekarang sudah menikah dengan penerus rumah sakit terkenal itu” Ahra menatap Minah nanar sementara Minah sedang sibuk memesan es krim untuknya dan Dennis, “maksudku, yaaa. Kau dulu orang susah dan dia... seorang presiden direktur yang ganteng itu mau-maunya dengan kau yang....” keningnya mengerut jijik.
“Wae?” tanya Minah bingung.
“Sebentar...” dikeluarkannya  cermin kecil yang menggantung di tasnya. “lihat.. lihat... wajah siapa ini? aigoo.. wajah wanita yang tampak menyedihkan”
“Omoo...”
“Lihatlah, kau tampak sangat menyedihkan untuk bisa dibilang seorang istri presiden direktur. Rambut lurus diikat, kau gunakan uang pemberian suamimu itu kemana saja? Huh? Ke salon lah, keritingkan rambutmu!! pakaian ini... astaga... kau sebut ini pakaian? Pakailah warna-warna cerah untuk pakaianmu, dan lihat tangan-tangan mungil ini yang seharusnya membelai suamimu mesra, dan kau.... astaga... kasar sekali” cerocos Ahra.
“Tapi Kris tak pernah mempermasalahkan pakaianku” sela Minah pelan. Dalam hatinya ia merasa sedikit terluka dengan komentar dari temannya.
“Karena dia terlalu malu untuk mengakui istrinya yang menyedihkan. Asal kau tahu saja ya Minah, wajahmu pun sudah tidak mendukung, maksudku kau tidak cantik, pipi bakpao itu? Kau sudah menentang operasi plastik sejak SMA tapi kau tidak belajar membenahi dirimu sendiri..ckck” decak Ahra, “Kau lihat.. kalung mutiara ini.. suamiku yang pegawai negeri saja mampu membelikannya untukku” pamer Ahra.
Minah tampak berpikir ulang beberapa kali, ia terlihat termenung sambil memakan es krimnya tanpa menyadari Dennis yang sudah menghabiskan es krimnya dan turut memakan es krim eommanya.
“Bawalah majalah ini jika kau membutuhkannya. Bukannya aku bermaksud menghinamu, yah kau tahu kan penguatan negatif yang membuat perubahan pada diri seseorang. Kau itu wanita dewasa. Sudah sepantasnya kau membahagiakan suamimu. Lihatlah mantan suaminya Minjung. Mereka berpisah karena Minjung lebih senang mengenakan celana pendek daripada rok.” Disodorkannya majalah fashion kepada Minah, “jangan sampai orang mengira kau kerja rodi untuk suamimu” ditepuknya bahu Minah perlahan.
**
Kris’s POV
"Gendong bayinya dulu Kris, baru jalan..aku lagi mengambil botol susu!" teriak Belinda saat kami turun dari mobil dan berjalan menuju ke pekarangan rumahku, sementara Deas-anak Belinda- masih tertidur pulas dalam gendonganku.
"Aisshhh kau itu yang merepotkan" gerutuku pelan sambil memasuki pekarangan.
"Anggap saja dia anakmu biar tak merepotkan!" bentak Belinda lagi.
"Astagaaa... Keras kepala sekali yaa!!" teriakku frustasi. Benar-benar ya punya sepupu pemaksa seperti Belinda memang membuat umurku semakin pendek karena melihatnya saja ingin membuatku balas meneriakinya, dan ayah sempat berpikir untuk menjodohkan kami berdua? biar kupastikan rumah kami akan hancur berantakan karena sifat kami bersatu.
"Omooo... Omooo Deasku sayang, kamu kaget ya mendengar bentakan ayahmu?" bisiknya sambil mengusap-usap kepala Deas yang terisak pelan dalam gendonganku.
"Ayah kamu bilaang???"
Krrrieeettt... Pintu rumahpun terbuka dan pertengkaranku bersama Belinda langsung terhenti.
"Sayang.."pekikku begitu melihat Minah yang membukakan pintu untukku dan Belinda.
"Ayah?" ulang Minah lagi dengan wajah tanpa ekspresi.
Bukannya minta maaf, Belinda semakin menjadi-jadi, "Hi aku Belinda. Sepupu jauhnya Kris yang dulu ingin dijodohkan ayahnya Kris denganku. Kau pasti istrinya ya...emmm"
Apa?? seenaknya saja dia membuka aib keluarga di hadapan istriku terseksi, "Belinda!!" bentakku. "Apa yang..."
"Minah.. Bang Minah itu namaku" potong Minah cepat. Uwaaa, aku merasakan aura tidak enak yang menguar dari tubuh istri bohayku.
"Naahh.. Pasti istrimu tak keberatan kan kalau aku menitipkan anak ini padanya?" Ucap Belinda tanpa basa-basi."eh anak siapa ini?? gantengnyaaa... " Ditatapnya Dennis yang tengah bersembunyi dibalik kaki Minah.
"Anakku" jawabku cepat.
"Hii sayang. Ini Aunti Belinda.." lambainya pada Dennis. "Nah. Anakmu kan sudah besar, tentu sudah tidak begitu diawasi lagi kan.." ditatapnya aku dengan pandangan mencela, aku berani bertaruh dia takkan membiarkanku menjadikan Dennis sebagai alasanku untuk menolaknya. Oh ayolah Minah sayang, tolong aku...
Aku langsung menyela ucapan Belinda, "Kau bahkan belum meminta persetujuan dari..."
"Aku setuju." Jawab Minah cepat, diraihnya Deas dari gendonganku."kalian bersenang-senang saja" tambahnya lagi sambil menyunggingkan senyum yang kuyakini adalah senyum palsu, oalah, masalah baru (x.x)
"Bukan aku yang mau bersenang-senang Min.. Tapi Belinda dengan suaminya" bantahku sebelum kemarahan dan kecemburuan istriku semakin menggebu-gebu.
Tiba-tiba ponsel Belinda berbunyi......
"Ya halo sayang?" sapa Belinda begitu melihat layar smartphonenya.
“.....”
 "What?"
“......”
"Aku nggak ngerti dan ga ada urusan sama perusahaan dan klien watdepakmu itu sayang... pokoknya aku mau....."
“.....”
"tapi....."
“.......”
"Okok bye."
“......”
"love u more."
"Suamiku tidak jadi datang" kata Belinda begitu ia mematikan teleponnya.
Apa dia bilang? Tidak jadi datang? Watdahell!! "Mwoooo? Kau bilang suamimu ada di sini" protesku langsung.
"Aku hanya bilang akan berbulan madu dengan suamiku, sayang. Berhubung dia tidak bisa datang jadi kau yang harus menemaniku atas dasar sepupu."
“sepupu gundulmu....” aku langsung menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal itu.
"Apa yang terjadi?" kali ini Minah yang berbicara. Aku langsung membuat tatapan memelas padanya.
"Jadwal meeting dadakan. Biasalah" ujar Belinda sambil mengangkat bahunya.
"Aku.takkan.sudi.menemanimu.Belinda" sengaja kutekan nada bicaraku saat mengucapkan kalimat itu.
"Ayolah hanya 2 hari sayang. Istrimu pasti takkan keberatan kan?" diliriknya Minah yang sedari tadi membisu menyaksikan pertengkaran kami berdua yang berlangsung di depan rumahku ini.
"Belin...."
"Ya halo Ayah? Ini Wufan tidak mau menemaniku.... Suamiku ada meeting dadakan ayah dan aku sudah terlanjur kesini.....”
Apa? dia menelpon ayahku? Demi Tuhan tolong segera lenyapkan wanita biadab di depanku ini. aku langsung mengisyaratkan Belinda untuk menutup teleponnya.
“Ohiya yah jadi aku harus kembali lusa ya? Oke ayah. Tolong kosongkan semua agenda Wufan untuk 2 hari ke depan.. "
"Belindaa!!" desisku tertahan.
"Okee Ayah. Pastikan dia akan sengsara kalau memaksakan diri untuk kerja. Love you"
"Aiishhh" aku mengacak-acak rambutku frustasi.
"Jangan remehkan seorang Belinda" bisiknya di dekat kupingku.
"Kau tidak keberatan kan kalau suamimu kupinjam 2 hari wahai kakak ipar?" tunjuknya ke arah Minah dengan semena-menanya.
"Pinjam saja sesukamu, asal dikembalikan saja." Sahut Minah sembari menyunggingkan senyum ramahnya, tapi dapat kutangkap maksud kata-katanya itu. " lagipula aku takkan sendirian kan. Ada Dennis dan Deas" lanjutnya.
"Hahhaha jelas saja. Aku menitipkan Deas agar bisa menghiburm....awww"
"Berhenti mengoceh Belinda. Kajja..." seretku pada lengan Belinda.
"Mommi pergi dulu sayang" dikecup Belinda puncak kepala Deas yang masih tertidur pulas.
"aku pergi dulu" pamitku pada Minah.
"Yeah" sahut Minah.
"Kiccu?" godaku sambil memonyongkan bibirku.
"No kiccu!!" jeblaaakk... Didorongnya wajahku dan langsung berbalik masuk ke dalam rumah.
“hhhhh... sayaaang...” aku meringis pelan sambil mengusap wajahku pelan.
"Hu...kejam sekali istrimu" cibir Belinda.
"Lebih baik punya istri yang kejam daripada dekat-dekat dengan wanita kelebihan hormon yang pemaksa sepertimu" cibirku.
"Terimalah takdirmu punya sepupu cantik sepertiku Kris Wu Fan." Dibuatnya gerakan menepuk pada bahuku.
"Haaahh...semoga hari ini dan hari besok cepat berakhir" doaku.
"Aku bisa dengar itu WuFan"
"Dasar wanita setan" gerutuku.
"Aku iblis sayang. Muah:*"
"Iyeeekkk...jauhkan bibir beracunmu dari pipiku!!"

---

Minah’s POV

"Haaahh..." Aku menghela napas panjang. Usai memberikan susu formula pada Deas aku langsung menidurkannya. Kasihan anak ini.. Baru 6 bulan tapi sudah diberikan susu formula. Sedangkan Dennis sewaktu kecil lebih banyak kuberi ASI.
"Eomma.. Dennis mau tidur dipangku eomma" rengek Dennis saat aku masih sibuk menimang Deas.
"Ssttt.. Dedek Deas lagi tidur, nanti kalau Dennis tidur di sini dedeknya bangun.. Tidur di kamar sayang" pintaku sambil mengusap kepalanya pelan.
"Ihh. nggak jadi. Dennis mau main dengan eomma saja" ia mulai menggesek-gesekkan badannya padaku. Aigoo~~ anak ini manjanyaa.
"Mana bisa sayang. Eomma lagi gendong Deas" sahutku lagi.
Dennis langsung mencibir dan langsung meninggalkanku masuk ke kamar.
"Haahh... Anak itu...” keluhku.
"Bu..bu...bu..." Deas kembali berceloteh dan mulai menggapai-gapai benda di dekatnya. Aku pun langsung membawanya ke ayunan.
"Darling. Mommy datang."teriak seseorang yang kuyakini adalah Belinda.
"Berisik sekali kau ini. Kau kira istriku tuli ha sampai diteriaki begitu?" kali ini pasti suara Kris.
"Aku memanggil Deas, sayang. For your information."
"Berhenti memanggilku dengan ucapan menjijikan itu. Ini sudah di rumah."
Deg. Ini sudah di rumah? Maksudnya apa? Jadi kalau di luar rumah Belinda bisa memanggil suamiku sesuka hatinya? Buru-buru aku menggendong Deas dan berjalan menuju ke ruang tamu.
"Ooh jadi kau mau kupanggil sayang di luar rumah?"
"You know me right, Belinda." sahut Kris dingin.
"Ehm." aku berdehem pelan menandakan aku sudah mendengar semuanya.
"Hai Minah. Thanks ya sudah menjaga Deas dengan baik. Aku tau kau ibu yang baik." pujinya sambil memindahkan Deas dari gendonganku dan beralih menggendong Deas. Aku tersenyum tipis.
Sementara Kris hanya tersenyum kaku melihatku dan Belinda.
"Sayang. Aku harus mengantar Belinda dan Deas ke bandara dulu." pamitnya kikuk.
Aku tersenyum hangat sambil mengangguk pelan. Yah. Sudah saatnya aku mendewasakan diri di usiaku ini. Mereka saudara sepupu dan untuk apa aku meresahkan suamiku sendiri?
Timbulnya rasa resah itu menumbuhkan bibit ketidakpercayaan pada pasangan. Batinku. Aku sudah cukup matang untuk tidak menyulut api pertengkaran dengan Kris. Aku tahu ia setia, bahkan aku dapat melihat kilat kekhawatiran saat melihat Belinda berbicara denganku.
Tapi.... Apa memang itu kekhawatiran untukku? Atau bahkan karena takut rahasianya dan Belinda kuketahui? Ah. Sejujurnya hatiku tak bisa sepenuhnya tenang....

-----
Kris’s POV
"Belinda sialan. Sialan. Argh." rutukku sambil berjalan memasuki rumahku. Bagaimana bisa dia menjadi cewek yang sangat menyebalkan? Luar biasa menyebalkannya. Sudah menyeretku ke sana kemari. Belanja gila-gilaan. Minta di bayari pula. Sepupu kurang ajar.
Aku bahkan masih ingat ucapan perpisahannya padaku tadi siang.
"See you next yearrrr yeaahh." teriaknya riang.
"Yeah." sahutku sambil melambaikan tangan padanya. Never. Sambungku dalam hati. Next year dia bilang? Kau pikir aku sudi menampung wanita dengan isi otak sebusuk dia? Cih. Mimpi saja. Aku bahkan mati-matian menjaga istriku takut kalau-kalau ia tersinggung dengan ucapan Belinda yang kadang tidak terkontrol itu. Ah.. Meskipun ku maki pun ia pasti akan menuli. Ckck.
Buru-buru kubuka kancing kemejaku dan melonggarkan jam tanganku. Sudah jam 11. See?
Waktu berhargaku di kantor tersita dengan alasan urusan keluarga yang sama sekali tidak menguntungkan bagi diriku. Kalau tidak mengingat ini adalah titah orang tua mungkin aku sudah membiarkan Belinda berjalan sendirian dan membiarkan ia membusuk di kubangan.
Usai membersihkan diri aku pun langsung menuju ke kamarku dan Minah. Kubuka perlahan pintu kamar dan menutupnya kembali. Ku lihat Minah bergelung hangat di atas tempat tidurku dengan baju tidur berwarna pink pucat dengan tali spageti. Tahi lalat di lengannya pun nampak jelas diantara kulit putih meronanya yang terlihat bersinar di bawah pantulan lampu kamar.
Haaaah. Ada apa denganku sih. Kenapa menatap Minah dengan pandangan horor seperti ini? Seperti penjahat yang ingin memerawani anak gadis saja ckck. Boro-boro Minah masih perawan. Sudah keluar anak gajah macam Dennis begitu dan sudah sering tertusuk rudalku pula...ckckck.
Aku mendekatinya dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Kulit seputih susu dan tubuh pendek ini.. Sudah pendek. Bantet. Pipinya berisi begini lagi. Kekehku sambil mengecup sudut bibirnya.
Meskipun Minahku tidak secantik. Seseksi atau sepintar perawat-perawat di rumah sakitku. Tetap saja aku mencintainya dari segi kekurangannya.
Mencintai kelebihan orang lain itu menyenangkan. Tapi kalau kau berhasil mencintai kekurangannya, itu akan terlihat jauh lebih menyenangkan daripada hanya melihat kelebihannya saja.
Oke katakanlah aku gila karena mencintai gadis yang mungkin belum tentu menarik di mata orang lain.
Hanya saja.. Menyenangkan melihat kekurangannya dan kekurangan itulah yang menjadikan hidupku sempurna.
Aku tersenyum sambil mengelus pelan pipi gendutnya. Pelan menuruni lehernya dan.....
Ah.. Kenapa aku harus melihat gundukan kenyal itu??? Aku mengerang frustasi dan buru-buru mengalihkan pandanganku.
Kutarik nafasku dan kuhembuskan perlahan. Yah. Aku.tidak.mungkin.memerkosa.wanita.yang.sedang.tidur.
Kubuka pelan celanaku. "Hai burung. Tidurlah. Ini sudah malam. Sangkar emasmu sudah terkunci jadi kau tidak bisa menghangatkan diri." ingatku.
"Engggghhh.. Engghhh..." Minah menggeliat pelan dan merapatkan tubuhnya padaku.
Omo! Omo! Bahkan dalam tidurnya pun ia berusaha menggodaku. Aku mengerang frustasi dan melihat ke dalam celanaku dengan burung yang siap tempur.
"Mungkin ini hukumanku karena meninggalkan istriku sendiri." keluhku frustasi.
"Enggg... Kris....hhh..." Minah mengigau dan kali ini aku melihat sebutir air bening yang mengalir di sudut matanya.
Jadi? Ia tidak sedang berusaha menggodaku? Ia menangis dalam tidurnya sambil memanggil namaku? Kenapa?
"Min.." aku mengelus pipinya dan menghapus airmatanya pelan.
"Kris...." ia kembali memanggil namaku dan menggeliat pelan.
Aku memegang dahinya dan dapat kulihat dengan jelas bulir-bulir keringat di dahinya.
“Sayang. Kamu kenapa?” tanyaku bingung dan akhirnya memutuskan untuk mendekapnya sepanjang malam.
***
Esok paginya...
“Dennisss... mandi dulu!!!” teriak seseorang yang sudah menjadi jam wekerku setiap pagi.
“Appa...” seseorang mulai mengelus-elus kupinngku.
“Hmmmm...” sahutku tak bergerak dari posisi awalku.
“Appa, beruang yang jadi temen Dennis ngompol lagi” lapornya.
“Hmmmm...” sahutku malas lagi. Dasar anak kecil, sejak kapan ada boneka ngompol? Gerutuku dalam hati.
“Appa, ini apa?” tanya Dennis sambil mengguncang-guncang pundakku.
“Hmm.,” aku membuka mataku malas dan melihat apa yang sedang ditanyakan anakku itu, ehh?? Pembalut? “huh? Dapat dari mana itu?” tanyaku kaget.
“Di sini” jawab Dennis polos sambil menunjuk laci dekat tempat tidurku, “ehm.. itu kalau eomma ngompol pakai itu.”sahutku pelan dan langsung merebut pembalut itu dari hadapannya.
“Dennis juga ngompol Appa, Dennis mau pakai itu juga.” Rengeknya.
“Ngompol? Lagi?” tatapku tak percaya, sementara Dennis mengangguk pasti.
“Appa nggak pakai itu juga?”
“Appa sudah besar tidak pakai itu.” Sahutku asal.
“Eomma juga sudah besar.” Protesnya.
“ehm... itu... karena....”
“DENNIS! KRIS! BANGUN DAN MANDI!!” teriak sebuah suara yang langsung diiringi oleh sahutan dan makian yang membuat pagiku jadi sangat menyenangkan!
***
Aku berjalan pelan di koridor belakang rumah sakit dan berhenti untuk memberikan makan ikan mas koki di tamannya.
“Wu Fan, ada istrimu tuh.” Sapa seseorang yang kukenal sebagai pemburu wanita, Hyuk Jae. Hah? Minah? Jangan bilang dia datang ke sini karena ingin menanyakan sesuatu padaku?
“Hah?” buru-buru aku pergi meninggalkan koridor rumah sakit bersama dengan Hyuk Jae hyung yang menyedihkan itu kalau saja ia tidak mencegahku dengan memegang pundakku lagi.
“hahaha, kidding. You know kidding, yeaahh~ kidding beybehh.” Cegahnya yang langsung kuhadiahi dengan pukulan di belakang kepalanya.
“Padahal jantungku sudah mau keluar saking gugupnya,” kupukul kepalanya, “dan kau malah menipuku.” Kupukul lagi kepalanya dan kali ini lebih menyakitkan daripada dua pukulan sebelumnya.
“Wu Fan!” teriaknya tak terima, “Aku hanya sedikit bercanda dan kau malah menghadiahiku benjolan.”
Aku mendengus kesal.
“ohh, oke, aku tahu sepertinya sang pangeran dari rumah sakit ini sedang gundah gulana, secangkir kopi panas dan pelayan cantik cukuplah untuk bisa berkonsultasi dengan pakar percintaan, Lee Hyuk Jae.” Sarannya sambil menaik-turunkan alisnya.

Dan di sinilah aku dengan Hyuk Jae hyung keparat yang tengah sibuk menggoda pelayan di rumah sakit.
“Hyung, kalau aku datang ke sini mentraktirmu dan hanya sibuk melihat pemandangan menjijikan antara kau dengan para pelayan itu, lebih baik aku pergi.” Ancamku.
“Wow, calm down. Aku sedang mencoba menjernihkan otakku agar bisa memberikan solusi yang pas untuk Presiden Direktur kita ini.” sahutnya menyebalkan.
“cih, menjernihkan otak pantatmu!” tatapku gemas.
“Ah, oke baiklah. Kali ini aku akan serius,” ia membuat gerakan tangan mengusir kepada para pelayan yang mengelilinginya, “jadi, apa yang membuatmu gundah?”
“Anakku ngompol lagi dan istriku terlihat sedang ‘baik-baik’ saja.” Sahutku mencoba memberikan clue padanya.
Dan Hyuk Jae keparat tidak mengerti dengan maksudku. Padahal ia cukup pintar karena berhasil masuk ke dalam rumah sakitku dan bisa bekerja di sini. Memang sekali keparat tetaplah keparat.
“Maksudmu? Anakmu kan memang masih kecil dan wajar kalau mengompol lagi.” ia menatapku dengan tatapan yang membuatku ingin menusukkan garpu atau benda tajam lainnya ke dalam matanya.
“Seingatku anak kecil yang sudah berhenti mengompol tidak mengompol lagi, kalaupun ada, paling hanya sekali dua kali sedangkan Dennis sudah hampir setiap hari dan terhitung ini sudah hari ke empat ia kembali mengompol.” Jelasku mencoba untuk meredamkan emosiku yang sudah mulai naik melihat lawan bicaraku setengil ini.
“Oh, Oke baiklah lupakan sebentar masalah Dennis, Minah.... hmmm.. apa yang salah dengan istrimu yang baik-baik saja? Maksudmu, kau ingin dia cemburu dan bertindak berlebihan karena kepergianmu dengan Belinda?”
Aku terdiam. Apa ini puncak permasalahannya?
Apakah perilaku Minah dan Dennis hanya masalah normal?
Mereka sedang tidak baik-baik saja atau aku yang terlalu berlebihan?
Di cemburui? Aku bahkan ingin menertawakan satu kata itu. Cemburu? Ya. Kata biasa yang bahkan definisinya sudah tercantum dalam kamus umum di dunia, namun perilaku orang yang sedang mengalami perasaan ini dapat membuatnya bertingkah irasional.
Apa aku ingin Minah cemburu karena pergi bersama Belinda?
“Tapi entah kenapa aku merasa ia tidak sedang baik-baik saja,” Keluhku lesu. “kemarin malam aku mendapatinya tengah mengigau memanggil namaku sambil menangis, dan bahkan ia tidak menceritakan perihal mimpinya padaku. Aku yakin ada hal yang ia sembunyikan.” Bahuku terkulai sayu saking tidak semangatnya. Ckckck.
“Sebentar, biar aku berpikir. Rasanya aku pernah menonton masalah ini dalam sebuah drama. Iya, drama yang sedang... BOOM!!” ia membuat gerakan berlebihan dengan ucapannya itu.
“Kalau kau ingin memberikan solusi dengan berpatokan drama melankolis dan menjijikan, lebih baik kau tidak usah menampakkan batang hidungmu lagi di depanku.”
“Bukan, aku yakin di drama itu ada sesuatu yang membuatku merasa ada sangkut pautnya dengan masalahmu.” Hyuk Jae masih tetap ngotot dan berusaha mengingat sambil memejamkan kedua matanya.
“Cih. Aku tidak sudi kalau masalah rumah tanggaku----“
“Diamlah, seorang pakar tidak bisa berpikir jernih kalau pasien sepertimu terus-terusan membeo.” Keluhnya.
Aku mencibir kesal dan memutuskan untuk menyesap kopiku menunggu ide dari Hyuk Jae. Kalau kau bertanya kenapa selama ini aku hanya bercerita masalah rumah tanggaku pada Hyuk Jae hyung ataupun ibuku, itu karena mereka sudah mengenalku luar dalam tentang sifatku yang suka mengancam dan tidak sabaran ini. Setidaknya, aku tidak perlu repot-repot berkoar meminta untuk di mengerti kan karena pada dasarnya mereka sudah memaklumiku.
-----
Author’s POV
Minah merasakan tempat tidur di sebelahnya terasa berat. Ia memejamkan matanya dan mencoba berpura-pura tidur.
“Aku tahu kamu masih belum tidur sayang. Nafasmu tidak teratur begitu.” Bisik Kris geli.
Minah masih tidak bergerak dari posisi awalnya dan mencoba untuk membuat nafasnya teratur.
“Semakin kau mencoba menteraturkan nafasmu, itu semakin membuatku yakin kau sedang mendengar ucapanku sayang.” Godanya lagi.
“Aku tidak mood bermesra-mesraan denganmu Kris.” Sahut Minah malas.
“Kenapa? Karena ranjang dingin tanpaku?”
“Kriss...” mau tak mau Minah tersenyum juga dan memukul dada Kris pelan. “mau membicarakan apa?”
“Hmmm...,” Kris menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal, “anak mungkin.”
“Huh?” kening Minah berkerut dan Kris dapat melihatnya karena posisi kepala Minah yang menempel di dada bidangnya.
Hhh. Kenapa semakin diperlakukan Kris seperti ini dadaku terasa semakin sesak? Batin Minah.
“Maksudku, Dennis kembali mengompol itu karena masalah perasaannya.” Jelas Kris yang makin membuat Minah bingung. Perasaan? Apa hubungannya perasaan dengan mengompol?”
“Ya, Mekanisme pertahanan diri. Dennis mengompol karena tidak rela kasih sayangmu terbagi dengan Deas mungkin?” tebaknya.
“Aku...tidak mengerti...”
“Hmm, semacam menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Semacam proses penipuan diri begitu lah.” Kris terlihat menggaruk-garuk kepalanya mencoba mencari kata yang pas, “jadi, si Dennis mungkin cemas dengan keadaan Deas yang tiba-tiba datang dan langsung merebut perhatianmu darinya, makanya ia kembali ke perilaku awalnya agar dia tidak diperlakukan seperti orang yang lebih dewasa daripada Deas.”
Penipuan diri? Lari dari kenyataan? Berusaha menipu diri atas kenyataan yang sedang terjadi?
Sekelebat pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman adalah, “apakah aku benar-benar jadi satu-satunya di hatimu? Bukan salah satunya?”
Dan pertanyaan itu terpaksa ditutupi dengan pernyataan ‘aku baik-baik saja’ namun pada kenyataannya, ‘aku tidak sedang baik-baik saja’
Apakah itu juga termasuk mekanisme pertahanan diri?
Dan panah itu pun menusuk Minah, tepat di jantung hatinya.
“Aku... aku....” Minah bergerak tidak nyaman.
“Kupikir kau sedang berusaha menipu dirimu sendiri dengan bersikap seolah kau baik-baik saja padahal kenyataannya tidak begitu kan?” Kris membuat Minah menatapnya dengan pandangan menusuk yang membuat Minah kehilangan kata-kata.
“Kau cemburu kan melihatku dengan Belinda sama seperti kau cemburu melihat Jessica?” Kris mengangkat dagu Minah dan menyeringai.
Minah menelan ludah dengan susah payah dan berusaha mengumpulkan kata-kata yang berceceran di benaknya.
“Darimana kau tahu?” akhirnya. Hanya pertanyaan itu yang bisa ia keluarkan.
“Bibir mungkin bisa berbohong, ekspresi mungkin bisa di manipulasi. Gerak tubuh bisa di samarkan. Tapi hati? Hati kamu sedang tidak baik-baik saja dan alam bawah sadarmu menyampaikannya padaku. Kau memimpikanku sambil menangis, sayang” diusap Kris pipi Minah pelan, “alam bawah sadar tidak bisa berbohong, Minah.”
“aku....” Minah terisak pelan, “aku hanya tidak ingin terlalu kekanak-kanakan.” Akhirnya airmatanya tumpah juga. Minah tergugu di depan Kris. Hatinya terasa sesak karena ia terus menahan airmata yang sudah lama siap untuk dikeluarkan. Pertahanannya hancur seketika. Ia luluh di samping suami yang amat dicintainya.
Kris sudah berhasil menohoknya. Tepat sasaran. Dan seketika hatinya terasa kosong karena beban yang sudah ia tampung beberapa hari ini sudah keluar juga.
“Aku tidak menganggapmu kekanak-kanakan, semua orang punya cara tersendiri untuk mengekspresikan sifatnya. Aku hanya minta kau lebih transparan padaku, Minah.”
Minah mengangguk pelan, diusapnya airmatanya sudah tumpah kemana-mana dan dengan lancangnya membasahi baju tidur Kris.
“Dalam pernikahan pasti ada suka dan duka, dan aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakitimu karena dalam setiap pernikahan itu ada kalanya kita saling menyakiti. Tapi selama komitmen ini masih kuat dalam diri kita masing-masing, aku rasa kita bisa saling menjaga diri.” Dikecupnya puncak hidung Minah yang berwarna merah bekas menangis.
“Tapi aku tidak secantik Belinda ataupun Jessica, dan temanku mengatakan kau bisa bosan dengan penampilanku yang seperti ini.”
“ehm,” Kris berdehem, “kau sendiri? Apa kau bosan melihatku setiap hari bolak-balik di depanmu hanya mengenakan baju tanpa lengan, ataupun boxer berwarna-warni dan pulang kerja dengan keringat dan bau tubuh di mana-mana? Apa kau bosan?”
Minah menggeleng dan memeluk tubuh Kris yang terasa pas di lengannya, “aku tidak pernah bosan meskipun kau bau, mesum, dan menyebalkan.”
Kris pun tersenyum puas dan mencium puncak kepala Minah, “begitupun juga denganku, karena aku sudah tak bisa melihatmu dengan mata lagi, tapi dengan hati.”

==THE END==

WOOO~~  TAMAT WOO AKHIRNYA~~ HAHAHA. Njir gue galau nulis partnya, pingin punya suami kaya Kris. Hahaha mati aja lah. Sampai jumpa disekuel gue berikutnya :*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar