Defence Mechanisme
Author: Mei F.D
Main cast :
Wu Yi Fan/ Kris EXO M
Min ah
Dennis Kane
Lee Hyuk Jae
Other cast
Length : oneshot
Genre : married life, family, romance, series.
PG : 15+
Hai author datang lagi dengan segala kegajean dari keluarganya Kris dan
ditengah segala mcam pemikiran yang alay yang sedang melanda ini(?) ._.
Jangan lupa follow twitter ane :3 @meiokris
***
Author's POV
"Kris.. Dennis... Habiskan sarapannya dulu" teriak Minah dari
dapur.
"Iya sayang. Sudah. Kami berangkat dulu ya. Dadah" Kris
langsung menyambar roti yang dibuat Minah dan menandaskan segelas susu yang
telah dibuat istrinya. Buru-buru disambarnya dasi dan langsung berlari ke pintu
depan.
"Kayak ada yang kurang tapi apa yaa.." Kris langsung
menghentikan langkahnya dan mengecek perlengkapannya untuk meeting hari ini.
Berkas sudah siap di kantor, dasi juga sudah rapi, pakaian sudah siap.
"Huh. Jam weker keparat. Sudah tau tadi malam bekas olahraga malam dan hari
ini harus meeting masih saja tidak berbunyi" gerutunya seraya memutar
kenop pintu.
Kris pun langsung kembali melangkah begitu dipikirnya semuanya telah
siap. "Ah mungkin aku gugup karena ingin bertemu paman Sam yang dari
Canada itu mungkin jadi aku seper......"
"Kris..." sebelum Kris menyelesaikan ucapannya, seseorang yang
diyakininya bidadari pemilik hatinya itu memanggilnya dan membuat Kris dengan
senang hati membuat gerakan memutar.
"Ya istriku. Apa kau mau...Hhaaaa...." Ia terkesiap begitu
melihat seonggok. Bukan. Sesosok makhluk menggemaskan yang berada dalam
gendongan istrinya tengah menatapnya sengit.
"Kau melupakan anakmu sendiri Kris" sindir Minah.
Buru-buru ia menguasai ekspresi keterkejutannya dan langsung terkekeh
malu, “Hehehe, maaf sayang, aku kira kita belum punya anak” dipindahkannya
Dennis dari gendongan Minah ke gendongannya.
“Yak! Sudah 4 tahun Dennis bersama kita dan kau masih melupakan anakmu
sendiri?” cibir Minah.
“Tinju appa” tangan mungil Dennis langsung mendarat mulus di hidung mancung
Kris.
“Aww...Aduh...Aduhh sakit” Kris pura-pura berteriak kesakitan akibat
dipukul Dennis.
“Heh sayang tidak boleh begitu dengan appa” Minah mengelus tangan Dennis
berusaha menghentikan kelancangan anaknya.
“Awas nanti hidung appa luka..” keluh Kris sambil mengelus-elus hidung
mancungnya.
**
Kris’s POV
Huh hah.. huh hah... huh hah... Meeting di mulai 3 menit lagi dan aku
harus cepat-cepat menemukan lift terdekat. Aku cepat-cepat berlari ke arah lift
tanpa menghiraukan ucapan salam yang di lontarkan dari para pegawaiku.
“Tunggu sebentar” aku langsung berteriak saat pintu lift terdekat hampir
menutup.
“Hahh...” aku menghembuskan napasku pelan dan mencoba menetralkan
napasku yang masih ngos-ngosan karena berlari dari parkiran menuju ke lift.
“hhh... appa” aku terkesiap begitu melihat penghuni lift yang aku teriaki
tadi adalah ayahku sendiri.
“Kenapa?” kening ayahku berkerut heran.
Aku memandang ayahku heran. Seorang mantan pemimpin perusahaan ikut
datang ke tempat meeting? “Appa, kau mau ikut meeting?” tanyaku tak kalah
heran.
“Meeting dengan Sam yang dari Canada itu? Astaga. meeting hari ini
dibatalkan”
“MWOO???” aku menatap ayahku horor.
“Ya.. hari ini kita kedatangan Belinda Lee, sepupumu yang dari Canada
itu. Jadi kubatalkan saja meeting hari ini” jawab ayahku kalem.
“Appa! Kau membatalkan meeting kepada seluruh klien penting tapi aku
yang anakmu sendiri tidak kau kabari??” yah, terus aku capek-capek bangun pagi
dan kesiangan ini hanya untuk menerima kabar pembatalan meeting?
“Untuk apa? Kau kan anakku” kata ayahku santai dengan wajah tanpa rasa
berdosa sedikitpun.
Aiissshh, apa?? jangan mentang-mentang aku bukanlah ‘orang lain’ dan
bukan orang penting dalam meeting kali ini bukan berarti aku diberikan
pengecualian mengenai kabar pembatalan meeting ini. ini namanya diskriminasi.
Pintu lift pun terbuka perlahan bersamaan dengan munculnya sosok wanita
anggun nan cantik yang tengah menyeringai jahat kepadaku.
“Be...Belinda....”
"Hah? makh..." sebelum aku menyelesaikan ucapanku, tiba-tiba
Belinda langsung meneriakiku.
"Kris Wu Faaaan" teriaknya.
Aku memutar bola mataku dan mendapati orang yang sedang kubicarakan
menatapku, "apa?" sahutku malas. Gadis ini, selalu saja merecokiku
kalau saja bertemu denganku.
"Lihat ayaaah, dia bahkan tidak membalas sapaanku dengan baik"
rengeknya. Apa dia bilang? ayah?
"Wu Fan aah. bersikaplah lebih baik pada sepupumu" tegur
ayahku.
"Setelah kedatangan dadakannya yang membuat meeting di tunda dan
aku masih harus bersikap manis padanya? Siapa dia? Putri Presiden? Huh?!"
protesku.
"Wu Fan-ahh.. kau jahat sekali, kau tidak merindukanku?!?!??!?"
tanyanya lagi.
"Tidak" sahutku jujur, astaga gadis ini benar-benar tahan
banting ya.
"Bahkan sekalipun juga tidak?" tanyanya lagi.
"Ya" jawabku sadis.
“Kau masih tidak berubah ya, masih cuek terhadap wanita” gerutunya.
“Iya”
"Padahal aku merindukanmu"
"Iya aku tahu" sahutku asal.
“Padahal aku tidak sabar bertemu denganmu”
“Iya aku tahu”
"Dan aku membawakan bayi ini untukmu"
"Iya aku ta.... APA???" Kulirik lengannya yang ternyata tengah
memeluk seorang bayi berusia sekitar 6 bulanan.
"Rencananya aku mau bulan madu lagi dengan suamiku dan aku tidak
yakin pengasuhku akan merawatnya dengan baik, kau tahu kan sekarang ini banyak
sekali penculikan massal dan daripada aku takut anakku diculik, lebih baik aku
menitipkannya saja padamu" jelasnya.
Aku mendengus. Anak? Lagi? Dennis yang berasal dari bibitku saja sudah
membuatku kalang kabut menjaganya bagaimana dengan bayi ini? Aku melihatnya
sekilas, bayi itu bergelung hangat di dalam gendongan Belinda yang kuyakini
adalah ibunya.
"Berapa lama?" tanyaku lagi.
"Hanya 3 hari kok, kami hanya merayakan bulan madu dengan beberapa
keluarga di sini setelah itu kami akan kembali ke Kanada"
“Hmmm..”
“Kau kan tidak datang saat pernikahanku, anggap aja ini merupakan
penebus dosamu” ujarnya mantap.
“Kau juga tidak datang saat pernikahanku” protesku.
“Yah, kau tahulah, mencari cuti pada saat perkuliahan semester akhir itu
sangat berbahaya, pokoknya kau harus menebus dosamu karena tidak datang ke
pernikahanku” paksanya.
“Sejak kapan aku berdosa dengan wanita kelebihan hormon sepertimu?”
gerutuku.
“Ayolah... kau tidak mau kan aku melakukan ini di hadapan istrimu” bisik
Belinda yang mulai memainkan sebelah tangannya yang bebas untuk membelai dasi
Kris.
“Jangan mencoba menggodaku Belinda...” desisku.
“Kenapa? Kita kan sepupu jauh, bahkan ayahpun takkan keberatan kalau
kita menikah nanti, iya kan ayah??”
“Ap... apa??”
“Apa??” tantangnya lagi.
"Aiiishhh... kapan kau akan menitipkannya padaku?"
tanyaku lagi.
"Sekarang" jawabnya cepat.
"APA? Aku bahkan belum berbicara dengan istriku, bagaimana
kau...aiiishhh"
"Tenang saja aku yang akan meminta izin kepada istrimu, tinggal kau
antarkan aku saja kesana"
Ayahku langsung terkekeh mendengar perdebatan kami yang membuatku
tersadar kalau ada ayahku yang menyaksikan perbuatan Belinda, "Antar saja,
Belinda memang susah di kalahkan" ayahku menengahi. "Minah kan suka
dengan anak kecil" tambah ayahku. Aiishhh, aku juga suka, sayangnya mereka
kadang mengganggu aktivitas mesra-mesraanku dengan Minah.
"Tapi appa, membiarkan seorang Belinda bertemu dengan istriku itu
bukanlah hal yang baik" protesku lagi. Mengingat Belinda pernah
mengacaukan hidupku dengan mengaku-ngaku sebagai pacarku.
“Sudahlah, astaga Kris, iyakan saja permintaan sepupu jauhmu itu, hoho”
sahut ayahku seraya berlalu dari hadapanku dan Belinda. “Mendengar anak muda
bertengkar membuatku seperti muda kembali” ia mencelos.
“Kalau sepupuku tidak seekstrim ini sih aku takkan keberatan” gerutu
Kris.
PLAKK!!
“YAAKK!!!”
“APAA!!”
“KAU INI!!”
PLAKK!!
**
Author’s POV
“Dennis, jangan dipetik dong bunganya nanti bunganya nangis” seorang
wanita paruh baya meminta Dennis untuk tidak memetik bunga marigold yang baru
saja mekar.
“Dennis tidak pernah melihat bunga lagi nangis” celotehnya.
“eh, bunganya nangis pas Dennis sudah pergi sayang, kasihan bunganya kan
mau ngumpul sama teman-temannya” katanya lembut.
“Dennis juga temannya” bantah Dennis lagi.
“eh??” belum sempat wanita paruh baya itu menyahut, Minah sudah lebih
dulu menyapa Dennis.
“Sayang, eomma datang” teriaknya dari kejauhan seraya merentangkan kedua
tangannya.
“Dennis pulang dulu ya Bu, annyeong” pamit Dennis sambil membungkuk
sebelum berlari mengejar Minah.
“Terima kasih Bu, sudah menjaga Dennis hari ini” sapa Minah yang
berjalan mendekati wanita paruh baya itu, Ree Ni.
“Sudah sepantasnya bu, saya berlaku selayaknya guru TK yang menjaga
anak-anak seperti anak saya sendiri.. Ngomong-ngomong kenapa ibu tidak datang
pada saat pengambilan raport?” tanya Ree Ni.
“Hah? Memangnya hari ini ada acara pengambilan raport ya?” tanya Minah
bingung, sementara Dennis yang sudah berada di dalam gendongan Minah mulai
bergerak-gerak.
“Raport Dennis ada di dalam tas lho..” sahutnya senang.
“Iya bu, mungkin ibu lupa membaca pengumuman yang tertera di dekat
gerbang sekolah.” Jelasnya.
Minah memasang raut wajah kecewa, “maafin eomma ya” bisiknya sambil
mengelus punggung Dennis.
“es krrrrrrrriiiim” teriak Dennis sambil menunjuk-nunjuk depot es krim
di seberang sekolah.
“hahhaha, Dennis semenjak bisa mengucapkan huruf ‘r’ jadi sering membanggakan
dirinya karena teman-temannya tidak bisa mengucapkannya” puji Ree Ni.
“ahh ya, dia memang begitu” puji Minah tak kalah bangga kepada buah
hatinya. Setelah berpamitan pun akhirnya Minah dan Dennis menuju ke sebuah
depot es krim di perempatan jalan.
“Kenapa tidak di es krim yang tadi ma?” tanya Dennis.
“Hari ini eomma ingin bertemu dengan teman eomma” jelas Minah sambil
menuntun Dennis ke sebuah pondok es krim yang bertuliskan ‘Baby Zee’
Minah dan Dennis pun berjalan masuk ke pondok es krim milik teman SMA-nya
itu.
“Bang Min Ah-ssi” teriak seseorang saat Minah menyuruh Dennis untuk
duduk di sebelahnya.
“Song Ah Ra” balas Minah berteriak sambil melambaikan tangan kanannya ke
arah Ah Ra.
“Sudah lama sekali kau tidak mampir ke sini” Ahra memandang Minah
takjub.
“Ahh. Aku sibuk mengurus rumah dan keluargaku” kilah Minah, “kau memang
berbakat dalam memasak, lihat, kedai es krim ini bahkan sangat penuh” decak
Minah kagum.
“omoo.. lihat jagoan ini, siapa namanya??” seru Ahra.
“Dennis auntiee” sapa Dennis riang sambil memamerkan gigi-giginya.
“Aku tak menyangka kau sekarang sudah menikah dengan penerus rumah sakit
terkenal itu” Ahra menatap Minah nanar sementara Minah sedang sibuk memesan es
krim untuknya dan Dennis, “maksudku, yaaa. Kau dulu orang susah dan dia...
seorang presiden direktur yang ganteng itu mau-maunya dengan kau yang....”
keningnya mengerut jijik.
“Wae?” tanya Minah bingung.
“Sebentar...” dikeluarkannya
cermin kecil yang menggantung di tasnya. “lihat.. lihat... wajah siapa
ini? aigoo.. wajah wanita yang tampak menyedihkan”
“Omoo...”
“Lihatlah, kau tampak sangat menyedihkan untuk bisa dibilang seorang
istri presiden direktur. Rambut lurus diikat, kau gunakan uang pemberian
suamimu itu kemana saja? Huh? Ke salon lah, keritingkan rambutmu!! pakaian
ini... astaga... kau sebut ini pakaian? Pakailah warna-warna cerah untuk
pakaianmu, dan lihat tangan-tangan mungil ini yang seharusnya membelai suamimu
mesra, dan kau.... astaga... kasar sekali” cerocos Ahra.
“Tapi Kris tak pernah mempermasalahkan pakaianku” sela Minah pelan.
Dalam hatinya ia merasa sedikit terluka dengan komentar dari temannya.
“Karena dia terlalu malu untuk mengakui istrinya yang menyedihkan. Asal
kau tahu saja ya Minah, wajahmu pun sudah tidak mendukung, maksudku kau tidak
cantik, pipi bakpao itu? Kau sudah menentang operasi plastik sejak SMA tapi kau
tidak belajar membenahi dirimu sendiri..ckck” decak Ahra, “Kau lihat.. kalung
mutiara ini.. suamiku yang pegawai negeri saja mampu membelikannya untukku”
pamer Ahra.
Minah tampak berpikir ulang beberapa kali, ia terlihat termenung sambil
memakan es krimnya tanpa menyadari Dennis yang sudah menghabiskan es krimnya
dan turut memakan es krim eommanya.
“Bawalah majalah ini jika kau membutuhkannya. Bukannya aku bermaksud
menghinamu, yah kau tahu kan penguatan negatif yang membuat perubahan pada diri
seseorang. Kau itu wanita dewasa. Sudah sepantasnya kau membahagiakan suamimu.
Lihatlah mantan suaminya Minjung. Mereka berpisah karena Minjung lebih senang
mengenakan celana pendek daripada rok.” Disodorkannya majalah fashion kepada
Minah, “jangan sampai orang mengira kau kerja rodi untuk suamimu” ditepuknya
bahu Minah perlahan.
**
Kris’s POV
"Gendong bayinya dulu Kris, baru jalan..aku lagi mengambil botol
susu!" teriak Belinda saat kami turun dari mobil dan berjalan menuju ke
pekarangan rumahku, sementara Deas-anak Belinda- masih tertidur pulas dalam
gendonganku.
"Aisshhh kau itu yang merepotkan" gerutuku pelan sambil
memasuki pekarangan.
"Anggap saja dia anakmu biar tak merepotkan!" bentak Belinda
lagi.
"Astagaaa... Keras kepala sekali yaa!!" teriakku frustasi.
Benar-benar ya punya sepupu pemaksa seperti Belinda memang membuat umurku
semakin pendek karena melihatnya saja ingin membuatku balas meneriakinya, dan
ayah sempat berpikir untuk menjodohkan kami berdua? biar kupastikan rumah kami
akan hancur berantakan karena sifat kami bersatu.
"Omooo... Omooo Deasku sayang, kamu kaget ya mendengar bentakan
ayahmu?" bisiknya sambil mengusap-usap kepala Deas yang terisak pelan
dalam gendonganku.
"Ayah kamu bilaang???"
Krrrieeettt... Pintu rumahpun terbuka dan pertengkaranku bersama Belinda
langsung terhenti.
"Sayang.."pekikku begitu melihat Minah yang membukakan pintu
untukku dan Belinda.
"Ayah?" ulang Minah lagi dengan wajah tanpa ekspresi.
Bukannya minta maaf, Belinda semakin menjadi-jadi, "Hi aku Belinda.
Sepupu jauhnya Kris yang dulu ingin dijodohkan ayahnya Kris denganku. Kau pasti
istrinya ya...emmm"
Apa?? seenaknya saja dia membuka aib keluarga di hadapan istriku
terseksi, "Belinda!!" bentakku. "Apa yang..."
"Minah.. Bang Minah itu namaku" potong Minah cepat. Uwaaa, aku
merasakan aura tidak enak yang menguar dari tubuh istri bohayku.
"Naahh.. Pasti istrimu tak keberatan kan kalau aku menitipkan anak
ini padanya?" Ucap Belinda tanpa basa-basi."eh anak siapa ini??
gantengnyaaa... " Ditatapnya Dennis yang tengah bersembunyi dibalik kaki
Minah.
"Anakku" jawabku cepat.
"Hii sayang. Ini Aunti Belinda.." lambainya pada Dennis.
"Nah. Anakmu kan sudah besar, tentu sudah tidak begitu diawasi lagi
kan.." ditatapnya aku dengan pandangan mencela, aku berani bertaruh dia
takkan membiarkanku menjadikan Dennis sebagai alasanku untuk menolaknya. Oh
ayolah Minah sayang, tolong aku...
Aku langsung menyela ucapan Belinda, "Kau bahkan belum meminta
persetujuan dari..."
"Aku setuju." Jawab Minah cepat, diraihnya Deas dari
gendonganku."kalian bersenang-senang saja" tambahnya lagi sambil menyunggingkan
senyum yang kuyakini adalah senyum palsu, oalah, masalah baru (x.x)
"Bukan aku yang mau bersenang-senang Min.. Tapi Belinda dengan
suaminya" bantahku sebelum kemarahan dan kecemburuan istriku semakin
menggebu-gebu.
Tiba-tiba ponsel Belinda berbunyi......
"Ya halo sayang?" sapa Belinda begitu melihat layar
smartphonenya.
“.....”
"What?"
“......”
"Aku nggak ngerti dan ga ada urusan sama perusahaan dan klien
watdepakmu itu sayang... pokoknya aku mau....."
“.....”
"tapi....."
“.......”
"Okok bye."
“......”
"love u more."
"Suamiku tidak jadi datang" kata Belinda begitu ia mematikan
teleponnya.
Apa dia bilang? Tidak jadi datang? Watdahell!! "Mwoooo? Kau bilang
suamimu ada di sini" protesku langsung.
"Aku hanya bilang akan berbulan madu dengan suamiku, sayang.
Berhubung dia tidak bisa datang jadi kau yang harus menemaniku atas dasar
sepupu."
“sepupu gundulmu....” aku langsung menggaruk-garuk kepalaku yang tidak
gatal itu.
"Apa yang terjadi?" kali ini Minah yang berbicara. Aku
langsung membuat tatapan memelas padanya.
"Jadwal meeting dadakan. Biasalah" ujar Belinda sambil
mengangkat bahunya.
"Aku.takkan.sudi.menemanimu.Belinda" sengaja kutekan nada
bicaraku saat mengucapkan kalimat itu.
"Ayolah hanya 2 hari sayang. Istrimu pasti takkan keberatan
kan?" diliriknya Minah yang sedari tadi membisu menyaksikan pertengkaran
kami berdua yang berlangsung di depan rumahku ini.
"Belin...."
"Ya halo Ayah? Ini Wufan tidak mau menemaniku.... Suamiku ada
meeting dadakan ayah dan aku sudah terlanjur kesini.....”
Apa? dia menelpon ayahku? Demi Tuhan tolong segera lenyapkan wanita
biadab di depanku ini. aku langsung mengisyaratkan Belinda untuk menutup
teleponnya.
“Ohiya yah jadi aku harus kembali lusa ya? Oke ayah. Tolong kosongkan
semua agenda Wufan untuk 2 hari ke depan.. "
"Belindaa!!" desisku tertahan.
"Okee Ayah. Pastikan dia akan sengsara kalau memaksakan diri untuk
kerja. Love you"
"Aiishhh" aku mengacak-acak rambutku frustasi.
"Jangan remehkan seorang Belinda" bisiknya di dekat kupingku.
"Kau tidak keberatan kan kalau suamimu kupinjam 2 hari wahai kakak
ipar?" tunjuknya ke arah Minah dengan semena-menanya.
"Pinjam saja sesukamu, asal dikembalikan saja." Sahut Minah
sembari menyunggingkan senyum ramahnya, tapi dapat kutangkap maksud kata-katanya
itu. " lagipula aku takkan sendirian kan. Ada Dennis dan Deas"
lanjutnya.
"Hahhaha jelas saja. Aku menitipkan Deas agar bisa
menghiburm....awww"
"Berhenti mengoceh Belinda. Kajja..." seretku pada lengan
Belinda.
"Mommi pergi dulu sayang" dikecup Belinda puncak kepala Deas
yang masih tertidur pulas.
"aku pergi dulu" pamitku pada Minah.
"Yeah" sahut Minah.
"Kiccu?" godaku sambil memonyongkan bibirku.
"No kiccu!!" jeblaaakk... Didorongnya wajahku dan langsung
berbalik masuk ke dalam rumah.
“hhhhh... sayaaang...” aku meringis pelan sambil mengusap wajahku pelan.
"Hu...kejam sekali istrimu" cibir Belinda.
"Lebih baik punya istri yang kejam daripada dekat-dekat dengan
wanita kelebihan hormon yang pemaksa sepertimu" cibirku.
"Terimalah takdirmu punya sepupu cantik sepertiku Kris Wu
Fan." Dibuatnya gerakan menepuk pada bahuku.
"Haaahh...semoga hari ini dan hari besok cepat berakhir"
doaku.
"Aku bisa dengar itu WuFan"
"Dasar wanita setan" gerutuku.
"Aku iblis sayang. Muah:*"
"Iyeeekkk...jauhkan bibir beracunmu dari pipiku!!"
---
Minah’s POV
"Haaahh..." Aku menghela napas panjang. Usai memberikan susu
formula pada Deas aku langsung menidurkannya. Kasihan anak ini.. Baru 6 bulan
tapi sudah diberikan susu formula. Sedangkan Dennis sewaktu kecil lebih banyak
kuberi ASI.
"Eomma.. Dennis mau tidur dipangku eomma" rengek Dennis saat
aku masih sibuk menimang Deas.
"Ssttt.. Dedek Deas lagi tidur, nanti kalau Dennis tidur di sini
dedeknya bangun.. Tidur di kamar sayang" pintaku sambil mengusap kepalanya
pelan.
"Ihh. nggak jadi. Dennis mau main dengan eomma saja" ia mulai
menggesek-gesekkan badannya padaku. Aigoo~~ anak ini manjanyaa.
"Mana bisa sayang. Eomma lagi gendong Deas" sahutku lagi.
Dennis langsung mencibir dan langsung meninggalkanku masuk ke kamar.
"Haahh... Anak itu...” keluhku.
"Bu..bu...bu..." Deas kembali berceloteh dan mulai
menggapai-gapai benda di dekatnya. Aku pun langsung membawanya ke ayunan.
"Darling. Mommy datang."teriak seseorang yang kuyakini adalah
Belinda.
"Berisik sekali kau ini. Kau kira istriku tuli ha sampai diteriaki
begitu?" kali ini pasti suara Kris.
"Aku memanggil Deas, sayang. For your information."
"Berhenti memanggilku dengan ucapan menjijikan itu. Ini sudah di
rumah."
Deg. Ini sudah di rumah? Maksudnya apa? Jadi kalau di luar rumah Belinda
bisa memanggil suamiku sesuka hatinya? Buru-buru aku menggendong Deas dan
berjalan menuju ke ruang tamu.
"Ooh jadi kau mau kupanggil sayang di luar rumah?"
"You know me right, Belinda." sahut Kris dingin.
"Ehm." aku berdehem pelan menandakan aku sudah mendengar
semuanya.
"Hai Minah. Thanks ya sudah menjaga Deas dengan baik. Aku tau kau
ibu yang baik." pujinya sambil memindahkan Deas dari gendonganku dan
beralih menggendong Deas. Aku tersenyum tipis.
Sementara Kris hanya tersenyum kaku melihatku dan Belinda.
"Sayang. Aku harus mengantar Belinda dan Deas ke bandara
dulu." pamitnya kikuk.
Aku tersenyum hangat sambil mengangguk pelan. Yah. Sudah saatnya aku
mendewasakan diri di usiaku ini. Mereka saudara sepupu dan untuk apa aku
meresahkan suamiku sendiri?
Timbulnya rasa resah itu menumbuhkan bibit ketidakpercayaan pada
pasangan. Batinku. Aku sudah cukup matang untuk tidak menyulut api pertengkaran
dengan Kris. Aku tahu ia setia, bahkan aku dapat melihat kilat kekhawatiran
saat melihat Belinda berbicara denganku.
Tapi.... Apa memang itu kekhawatiran untukku? Atau bahkan karena takut
rahasianya dan Belinda kuketahui? Ah. Sejujurnya hatiku tak bisa sepenuhnya
tenang....
-----
Kris’s POV
"Belinda sialan. Sialan. Argh." rutukku sambil berjalan memasuki
rumahku. Bagaimana bisa dia menjadi cewek yang sangat menyebalkan? Luar biasa
menyebalkannya. Sudah menyeretku ke sana kemari. Belanja gila-gilaan. Minta di
bayari pula. Sepupu kurang ajar.
Aku bahkan masih ingat ucapan perpisahannya padaku tadi siang.
"See you next yearrrr yeaahh." teriaknya riang.
"Yeah." sahutku sambil melambaikan tangan padanya. Never.
Sambungku dalam hati. Next year dia bilang? Kau pikir aku sudi menampung wanita
dengan isi otak sebusuk dia? Cih. Mimpi saja. Aku bahkan mati-matian menjaga
istriku takut kalau-kalau ia tersinggung dengan ucapan Belinda yang kadang
tidak terkontrol itu. Ah.. Meskipun ku maki pun ia pasti akan menuli. Ckck.
Buru-buru kubuka kancing kemejaku dan melonggarkan jam tanganku. Sudah
jam 11. See?
Waktu berhargaku di kantor tersita dengan alasan urusan keluarga yang
sama sekali tidak menguntungkan bagi diriku. Kalau tidak mengingat ini adalah
titah orang tua mungkin aku sudah membiarkan Belinda berjalan sendirian dan
membiarkan ia membusuk di kubangan.
Usai membersihkan diri aku pun langsung menuju ke kamarku dan Minah.
Kubuka perlahan pintu kamar dan menutupnya kembali. Ku lihat Minah bergelung
hangat di atas tempat tidurku dengan baju tidur berwarna pink pucat dengan tali
spageti. Tahi lalat di lengannya pun nampak jelas diantara kulit putih
meronanya yang terlihat bersinar di bawah pantulan lampu kamar.
Haaaah. Ada apa denganku sih. Kenapa menatap Minah dengan pandangan
horor seperti ini? Seperti penjahat yang ingin memerawani anak gadis saja ckck.
Boro-boro Minah masih perawan. Sudah keluar anak gajah macam Dennis begitu dan
sudah sering tertusuk rudalku pula...ckckck.
Aku mendekatinya dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Kulit seputih
susu dan tubuh pendek ini.. Sudah pendek. Bantet. Pipinya berisi begini lagi.
Kekehku sambil mengecup sudut bibirnya.
Meskipun Minahku tidak secantik. Seseksi atau sepintar perawat-perawat
di rumah sakitku. Tetap saja aku mencintainya dari segi kekurangannya.
Mencintai kelebihan orang lain itu menyenangkan. Tapi kalau kau berhasil
mencintai kekurangannya, itu akan terlihat jauh lebih menyenangkan daripada
hanya melihat kelebihannya saja.
Oke katakanlah aku gila karena mencintai gadis yang mungkin belum tentu
menarik di mata orang lain.
Hanya saja.. Menyenangkan melihat kekurangannya dan kekurangan itulah
yang menjadikan hidupku sempurna.
Aku tersenyum sambil mengelus pelan pipi gendutnya. Pelan menuruni
lehernya dan.....
Ah.. Kenapa aku harus melihat gundukan kenyal itu??? Aku mengerang
frustasi dan buru-buru mengalihkan pandanganku.
Kutarik nafasku dan kuhembuskan perlahan. Yah.
Aku.tidak.mungkin.memerkosa.wanita.yang.sedang.tidur.
Kubuka pelan celanaku. "Hai burung. Tidurlah. Ini sudah malam.
Sangkar emasmu sudah terkunci jadi kau tidak bisa menghangatkan diri."
ingatku.
"Engggghhh.. Engghhh..." Minah menggeliat pelan dan merapatkan
tubuhnya padaku.
Omo! Omo! Bahkan dalam tidurnya pun ia berusaha menggodaku. Aku
mengerang frustasi dan melihat ke dalam celanaku dengan burung yang siap
tempur.
"Mungkin ini hukumanku karena meninggalkan istriku sendiri."
keluhku frustasi.
"Enggg... Kris....hhh..." Minah mengigau dan kali ini aku
melihat sebutir air bening yang mengalir di sudut matanya.
Jadi? Ia tidak sedang berusaha menggodaku? Ia menangis dalam tidurnya
sambil memanggil namaku? Kenapa?
"Min.." aku mengelus pipinya dan menghapus airmatanya pelan.
"Kris...." ia kembali memanggil namaku dan menggeliat pelan.
Aku memegang dahinya dan dapat kulihat dengan jelas bulir-bulir keringat
di dahinya.
“Sayang. Kamu kenapa?” tanyaku bingung dan akhirnya memutuskan untuk
mendekapnya sepanjang malam.
***
Esok paginya...
“Dennisss... mandi dulu!!!” teriak seseorang yang sudah menjadi jam
wekerku setiap pagi.
“Appa...” seseorang mulai mengelus-elus kupinngku.
“Hmmmm...” sahutku tak bergerak dari posisi awalku.
“Appa, beruang yang jadi temen Dennis ngompol lagi” lapornya.
“Hmmmm...” sahutku malas lagi. Dasar anak kecil, sejak kapan ada boneka
ngompol? Gerutuku dalam hati.
“Appa, ini apa?” tanya Dennis sambil mengguncang-guncang pundakku.
“Hmm.,” aku membuka mataku malas dan melihat apa yang sedang ditanyakan
anakku itu, ehh?? Pembalut? “huh? Dapat dari mana itu?” tanyaku kaget.
“Di sini” jawab Dennis polos sambil menunjuk laci dekat tempat tidurku,
“ehm.. itu kalau eomma ngompol pakai itu.”sahutku pelan dan langsung merebut
pembalut itu dari hadapannya.
“Dennis juga ngompol Appa, Dennis mau pakai itu juga.” Rengeknya.
“Ngompol? Lagi?” tatapku tak percaya, sementara Dennis mengangguk pasti.
“Appa nggak pakai itu juga?”
“Appa sudah besar tidak pakai itu.” Sahutku asal.
“Eomma juga sudah besar.” Protesnya.
“ehm... itu... karena....”
“DENNIS! KRIS! BANGUN DAN MANDI!!” teriak sebuah suara yang langsung
diiringi oleh sahutan dan makian yang membuat pagiku jadi sangat menyenangkan!
***
Aku berjalan pelan di koridor belakang rumah sakit dan berhenti untuk
memberikan makan ikan mas koki di tamannya.
“Wu Fan, ada istrimu tuh.” Sapa seseorang yang kukenal sebagai pemburu
wanita, Hyuk Jae. Hah? Minah? Jangan bilang dia datang ke sini karena ingin
menanyakan sesuatu padaku?
“Hah?” buru-buru aku pergi meninggalkan koridor rumah sakit bersama
dengan Hyuk Jae hyung yang menyedihkan itu kalau saja ia tidak mencegahku
dengan memegang pundakku lagi.
“hahaha, kidding. You know kidding, yeaahh~ kidding beybehh.” Cegahnya
yang langsung kuhadiahi dengan pukulan di belakang kepalanya.
“Padahal jantungku sudah mau keluar saking gugupnya,” kupukul kepalanya,
“dan kau malah menipuku.” Kupukul lagi kepalanya dan kali ini lebih menyakitkan
daripada dua pukulan sebelumnya.
“Wu Fan!” teriaknya tak terima, “Aku hanya sedikit bercanda dan kau
malah menghadiahiku benjolan.”
Aku mendengus kesal.
“ohh, oke, aku tahu sepertinya sang pangeran dari rumah sakit ini sedang
gundah gulana, secangkir kopi panas dan pelayan cantik cukuplah untuk bisa
berkonsultasi dengan pakar percintaan, Lee Hyuk Jae.” Sarannya sambil
menaik-turunkan alisnya.
Dan di sinilah aku dengan Hyuk Jae hyung keparat yang tengah sibuk
menggoda pelayan di rumah sakit.
“Hyung, kalau aku datang ke sini mentraktirmu dan hanya sibuk melihat
pemandangan menjijikan antara kau dengan para pelayan itu, lebih baik aku
pergi.” Ancamku.
“Wow, calm down. Aku sedang mencoba menjernihkan otakku agar bisa
memberikan solusi yang pas untuk Presiden Direktur kita ini.” sahutnya
menyebalkan.
“cih, menjernihkan otak pantatmu!” tatapku gemas.
“Ah, oke baiklah. Kali ini aku akan serius,” ia membuat gerakan tangan
mengusir kepada para pelayan yang mengelilinginya, “jadi, apa yang membuatmu
gundah?”
“Anakku ngompol lagi dan istriku terlihat sedang ‘baik-baik’ saja.”
Sahutku mencoba memberikan clue padanya.
Dan Hyuk Jae keparat tidak mengerti dengan maksudku. Padahal ia cukup
pintar karena berhasil masuk ke dalam rumah sakitku dan bisa bekerja di sini.
Memang sekali keparat tetaplah keparat.
“Maksudmu? Anakmu kan memang masih kecil dan wajar kalau mengompol
lagi.” ia menatapku dengan tatapan yang membuatku ingin menusukkan garpu atau
benda tajam lainnya ke dalam matanya.
“Seingatku anak kecil yang sudah berhenti mengompol tidak mengompol
lagi, kalaupun ada, paling hanya sekali dua kali sedangkan Dennis sudah hampir
setiap hari dan terhitung ini sudah hari ke empat ia kembali mengompol.”
Jelasku mencoba untuk meredamkan emosiku yang sudah mulai naik melihat lawan
bicaraku setengil ini.
“Oh, Oke baiklah lupakan sebentar masalah Dennis, Minah.... hmmm.. apa
yang salah dengan istrimu yang baik-baik saja? Maksudmu, kau ingin dia cemburu
dan bertindak berlebihan karena kepergianmu dengan Belinda?”
Aku terdiam. Apa ini puncak permasalahannya?
Apakah perilaku Minah dan Dennis hanya masalah normal?
Mereka sedang tidak baik-baik saja atau aku yang terlalu berlebihan?
Di cemburui? Aku bahkan ingin menertawakan satu kata itu. Cemburu? Ya.
Kata biasa yang bahkan definisinya sudah tercantum dalam kamus umum di dunia,
namun perilaku orang yang sedang mengalami perasaan ini dapat membuatnya
bertingkah irasional.
Apa aku ingin Minah cemburu karena pergi bersama Belinda?
“Tapi entah kenapa aku merasa ia tidak sedang baik-baik saja,” Keluhku
lesu. “kemarin malam aku mendapatinya tengah mengigau memanggil namaku sambil
menangis, dan bahkan ia tidak menceritakan perihal mimpinya padaku. Aku yakin
ada hal yang ia sembunyikan.” Bahuku terkulai sayu saking tidak semangatnya.
Ckckck.
“Sebentar, biar aku berpikir. Rasanya aku pernah menonton masalah ini
dalam sebuah drama. Iya, drama yang sedang... BOOM!!” ia membuat gerakan
berlebihan dengan ucapannya itu.
“Kalau kau ingin memberikan solusi dengan berpatokan drama melankolis
dan menjijikan, lebih baik kau tidak usah menampakkan batang hidungmu lagi di
depanku.”
“Bukan, aku yakin di drama itu ada sesuatu yang membuatku merasa ada
sangkut pautnya dengan masalahmu.” Hyuk Jae masih tetap ngotot dan berusaha
mengingat sambil memejamkan kedua matanya.
“Cih. Aku tidak sudi kalau masalah rumah tanggaku----“
“Diamlah, seorang pakar tidak bisa berpikir jernih kalau pasien
sepertimu terus-terusan membeo.” Keluhnya.
Aku mencibir kesal dan memutuskan untuk menyesap kopiku menunggu ide
dari Hyuk Jae. Kalau kau bertanya kenapa selama ini aku hanya bercerita masalah
rumah tanggaku pada Hyuk Jae hyung ataupun ibuku, itu karena mereka sudah
mengenalku luar dalam tentang sifatku yang suka mengancam dan tidak sabaran
ini. Setidaknya, aku tidak perlu repot-repot berkoar meminta untuk di mengerti
kan karena pada dasarnya mereka sudah memaklumiku.
-----
Author’s POV
Minah merasakan tempat tidur di sebelahnya terasa berat. Ia memejamkan
matanya dan mencoba berpura-pura tidur.
“Aku tahu kamu masih belum tidur sayang. Nafasmu tidak teratur begitu.”
Bisik Kris geli.
Minah masih tidak bergerak dari posisi awalnya dan mencoba untuk membuat
nafasnya teratur.
“Semakin kau mencoba menteraturkan nafasmu, itu semakin membuatku yakin
kau sedang mendengar ucapanku sayang.” Godanya lagi.
“Aku tidak mood bermesra-mesraan denganmu Kris.” Sahut Minah malas.
“Kenapa? Karena ranjang dingin tanpaku?”
“Kriss...” mau tak mau Minah tersenyum juga dan memukul dada Kris pelan.
“mau membicarakan apa?”
“Hmmm...,” Kris menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal,
“anak mungkin.”
“Huh?” kening Minah berkerut dan Kris dapat melihatnya karena posisi
kepala Minah yang menempel di dada bidangnya.
Hhh. Kenapa semakin diperlakukan Kris seperti ini dadaku terasa semakin
sesak? Batin Minah.
“Maksudku, Dennis kembali mengompol itu karena masalah perasaannya.”
Jelas Kris yang makin membuat Minah bingung. Perasaan? Apa hubungannya perasaan
dengan mengompol?”
“Ya, Mekanisme pertahanan diri. Dennis mengompol karena tidak rela kasih
sayangmu terbagi dengan Deas mungkin?” tebaknya.
“Aku...tidak mengerti...”
“Hmm, semacam menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu
dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Semacam proses penipuan diri
begitu lah.” Kris terlihat menggaruk-garuk kepalanya mencoba mencari kata yang
pas, “jadi, si Dennis mungkin cemas dengan keadaan Deas yang tiba-tiba datang
dan langsung merebut perhatianmu darinya, makanya ia kembali ke perilaku
awalnya agar dia tidak diperlakukan seperti orang yang lebih dewasa daripada
Deas.”
Penipuan diri? Lari dari kenyataan? Berusaha menipu diri atas kenyataan yang
sedang terjadi?
Sekelebat pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman adalah, “apakah aku
benar-benar jadi satu-satunya di hatimu? Bukan salah satunya?”
Dan pertanyaan itu terpaksa ditutupi dengan pernyataan ‘aku baik-baik
saja’ namun pada kenyataannya, ‘aku tidak sedang baik-baik saja’
Apakah itu juga termasuk mekanisme pertahanan diri?
Dan panah itu pun menusuk Minah, tepat di jantung hatinya.
“Aku... aku....” Minah bergerak tidak nyaman.
“Kupikir kau sedang berusaha menipu dirimu sendiri dengan bersikap
seolah kau baik-baik saja padahal kenyataannya tidak begitu kan?” Kris membuat
Minah menatapnya dengan pandangan menusuk yang membuat Minah kehilangan
kata-kata.
“Kau cemburu kan melihatku dengan Belinda sama seperti kau cemburu
melihat Jessica?” Kris mengangkat dagu Minah dan menyeringai.
Minah menelan ludah dengan susah payah dan berusaha mengumpulkan
kata-kata yang berceceran di benaknya.
“Darimana kau tahu?” akhirnya. Hanya pertanyaan itu yang bisa ia
keluarkan.
“Bibir mungkin bisa berbohong, ekspresi mungkin bisa di manipulasi.
Gerak tubuh bisa di samarkan. Tapi hati? Hati kamu sedang tidak baik-baik saja
dan alam bawah sadarmu menyampaikannya padaku. Kau memimpikanku sambil
menangis, sayang” diusap Kris pipi Minah pelan, “alam bawah sadar tidak bisa
berbohong, Minah.”
“aku....” Minah terisak pelan, “aku hanya tidak ingin terlalu
kekanak-kanakan.” Akhirnya airmatanya tumpah juga. Minah tergugu di depan Kris.
Hatinya terasa sesak karena ia terus menahan airmata yang sudah lama siap untuk
dikeluarkan. Pertahanannya hancur seketika. Ia luluh di samping suami yang amat
dicintainya.
Kris sudah berhasil menohoknya. Tepat sasaran. Dan seketika hatinya
terasa kosong karena beban yang sudah ia tampung beberapa hari ini sudah keluar
juga.
“Aku tidak menganggapmu kekanak-kanakan, semua orang punya cara
tersendiri untuk mengekspresikan sifatnya. Aku hanya minta kau lebih transparan
padaku, Minah.”
Minah mengangguk pelan, diusapnya airmatanya sudah tumpah kemana-mana
dan dengan lancangnya membasahi baju tidur Kris.
“Dalam pernikahan pasti ada suka dan duka, dan aku tidak bisa berjanji
untuk tidak menyakitimu karena dalam setiap pernikahan itu ada kalanya kita
saling menyakiti. Tapi selama komitmen ini masih kuat dalam diri kita
masing-masing, aku rasa kita bisa saling menjaga diri.” Dikecupnya puncak
hidung Minah yang berwarna merah bekas menangis.
“Tapi aku tidak secantik Belinda ataupun Jessica, dan temanku mengatakan
kau bisa bosan dengan penampilanku yang seperti ini.”
“ehm,” Kris berdehem, “kau sendiri? Apa kau bosan melihatku setiap hari
bolak-balik di depanmu hanya mengenakan baju tanpa lengan, ataupun boxer
berwarna-warni dan pulang kerja dengan keringat dan bau tubuh di mana-mana? Apa
kau bosan?”
Minah menggeleng dan memeluk tubuh Kris yang terasa pas di lengannya,
“aku tidak pernah bosan meskipun kau bau, mesum, dan menyebalkan.”
Kris pun tersenyum puas dan mencium puncak kepala Minah, “begitupun juga
denganku, karena aku sudah tak bisa melihatmu dengan mata lagi, tapi dengan
hati.”
==THE END==
Tidak ada komentar:
Posting Komentar