Author: Mei F.D
Cast :
·
Wu Yi Fan/ Kris EXO M as Kristanius A. S.
·
Mello as Priscilla N. Melody
·
Miranda Kerr (umurnya 26th ya di sini n__n)
·
Lee HyukJae as Jae
·
Do Kyungsoo as D.O
·
Oh Sehun as Odult
·
Yoon Bora as Bora
Length : multichapter
Genre : romance, drama, antara kocak dan ngenes ckck
PG : 15++
Dibaca dulu siapa tau suka, kalau gak suka baru tekan tombol
back^^. Klo ff ini dijamin udah tamat hehehe. Jgn lupa follow @meiokris :*
***
Mello’s POV
Ahh aku merebahkan diri di kasurku yang tak
terlalu empuk ini daaan menatap langit-langit kamarku untuk yang ke sekian
kalinya.
Diam-diam tanganku meraih kalung yang masih
tergantung di leherku. Maksudnya Kris ngasih kalung mahal ini untukku apa?
Jangan-jangan di dalam kalung ini ada semacam radar yang bisa melacak keberadaanku di mana? oke baiklah, abaikan
kalimat terakhir.
Kenapa harus kupu-kupu sih? Padahal aku
mengharapkannya bentuk hati. Plaakk. Mello Mello, dikasih hati minta jantung.
Tapi emang yah yang ada di pikiranku tiap denger kata kalung itu pasti
ngehayalinnya yang bentuk cinta begitu.
Tapi yaah terlepas dari sikap dia yang super
duper nyebelin itu aku yakin kok dia orang baik, tapi sikap nyebelinnya itu yang
keterlaluan dan minta di gampar, orang-orang jadi takut kan mau deket sama dia.
Beda denganku yaa yang penganut sistem muka
tembok di mana saja yang akhirnya membuatku bisa dekat dengannya sama kemampuan
tuli mendadak kalo dia lagi nyindir atau ngomel-ngomel sama aku -_-)q
Tiba-tiba ponselku berdering dan nama “Odult
Ganteng Tapi Suka Rewel” terpampang dengan jelas di layar ponselku.
“halo” sapaku malas-malasan. Ntar dianya
nelpon ngomongin soal si Miranda Kerr atau ngomongin mantannya siapa tuh, Soimah
yah.
“halo kakak jelek” sapanya dari seberang.
“maaf nggak kenal” sahutku ketus. Apa-apaan
ini, masa manggil kakaknya begitu, gak sopan!
“yeee kakak gitu aja ngambek” gerutunya.
“biarin” sahutku masih pura-pura ngambek.
“yee kakak, tuh di tanyain ayah sama ibu”
“di tanyain apa?” tanyaku ogah-ogahan. Wah
jangan-jangan di tanyain kapan nikah sama Kris *plak*
“di tanyain katanya kapan pulang kampung”
sahutnya lagi.
“ohh itu mungkin beberapa hari lagi, awal
bulan, kerja sambilan di rumah pak Kris belum dapat gaji tau, gimana bisa
pulang” jawabku jujur.
Akhirnya kami berbla-bla ria,
berkangen-kangenan dengan adikku si Odult yang ternyata masih galau gara-gara
mikirin mantannya si Soimah, katanya sih putus gara-gara Odult lebih banyak
ngoleksi foto si Miranda dari pada Soimah. Sampai kupingku terasa sangat panas
baru akhirnya Odult mau mematikan telponnya.
Ohiya, sebelum tidur aku mau nelpon DO dulu
ahh..
“halo, Mell... ada apa?” sahutnya dari
seberang, “kamu gak papa kan?”
“iyaaaa... aku lagi bahagia sekarang” kataku masih sambil senyum-senyum gak jelas.
Apa banget deh, kalau Bora ngelihat aku senyum-senyum begini mungkin aku udah
di seret ke rumah sakit jiwa, gila karena cinta, eaaa.
“hahaha baguslah, bahagia kenapa?”
“aku udah baikan sama pak Kris hehe, ohiya
besok aku mau nunjukin sesuatu sama kamu.. hehehe Cuma mau ngasih tau itu doang
sih.. udah yaa aku mau tidur dulu...” kataku cepat-cepat. Pulsakuu pulsakuu..
aku baru ingat malam ini nggak ada gratisan, huaaah.
“haha....selamat....iya... bye...”
Klik, yah aku hanya bisa samar-samar
mendengar suara DO, tapi kenapa suaranya kaya muram gitu ya? Apa karena aku
buru-buru nutup telponnya yah?? Ih mungkin Cuma perasaanku aja. Udah ah aku mau
bobo.
***
Kris’s POV
“Alva...
Alva...”
Hah...suara
itu... panggilan itu.. kenapa? Kenapa dia ada di sini?
Susah payah
aku membuka mataku dan merasakan sinar matahari yang menusuk mataku.
Damn! Aku di
mana? aku tertegun mendapati diriku yang terbangun dalam sebuah kamar mewah
dengan warna putih yang mendominasi.. semuanya putih..
Kepalaku
masih berdenyut-denyut, hangover... setelah urusan kantorku yang memusingkan
rasanya aku ingin melupakannya sejenak.. dan apa ini? ada bercak darah di sprei
putih ini...
“Alva...hmm...”
lagi-lagi aku mendengar suara itu.. aku menoleh ke samping tempat tidurku.
Mi..Miranda!
aku mendapati tubuhnya yang polos dan hanya tertutup bed cover. Tidurnya
gelisah, kadang ia merintih pelan. Dan aku??
Aku mencoba
mengingat kejadian semalam, ada apa denganku dan Miranda? Samar-samar ku ingat
apa yang kulakukan dengannya semalam...
What
the...jadi..aku.. lelaki pertama?
Ting
tong...
“hmmm” aku menggeliat perlahan dan membuka
mataku.
“mimpi itu lagi” gumamku.
Kenapa masa lalu itu terus sih yang datang di
setiap mimpiku?
Kenapa harus aku yang merenggutnya dari
Miranda?
Ting
tong...
Ah yaa... aku terbangun dari tidurku karena
suara bel itu. Siapa sih yang bertamu pagi-pagi? Mengganggu saja. Tidak mungkin
Mello. Dia kan biasanya langsung masuk tanpa ijin dan membangunkanku dengan
suara cemprengnya itu.
Lalu siapa? JB?
Ting
tong....
“ya ya ya bentar” teriakku yang langsung
bergegas menuju ke pintu depan.
“heh JB kalo main liat-liat jam dulu
dong....”
Dan untuk kali ini aku benar-benar tak bisa
berujar saat melihat sosok yang datang di hadapanku. Ini... apa masih bagian
dalam mimpiku?
“Alva...” gadis ini...gadis ini muncul di
hadapanku dengan style modelnya yang sering kulihat di TV, Stiletto rancangan
Stuart Weitzman, tas Diamond Forever, dan baju rancangan dari perancang busana
Rosemary Armstrong... ini...
“Alva... kau jauh lebih tampan sekarang”
gadis itu sama terkejutnya dengan perubahan dari diriku.
“Mi...Miranda” aku terbata. Mataku masih
membelalak kaget melihatnya. Ya Tuhan dimana otakku kececer? Mana sikap
songongku dan kenapa aku mesti terbata-bata saat melihatnya? Dimana otakku?
Ikut terbawa Mello pulang ke rumah kah? Bah.
Hatiku masih berdenyut-denyut karena bisa
menatap langsung gadis yang muncul di mimpiku, Miranda Kerr...
Apa...siapa?? siapa gadis kecil yang di
bawanya? Aku baru menyadari Miranda tidak sendiri, ada gadis kecil yang
bersembunyi di belakangnya. Kini ia memberanikan diri menyembulkan kepalanya
dan menatapku. Astaga, kenapa wajahnya mirip sekali dengan Miranda? Mungkinkah....
“Papa” sapanya takut-takut.
Hah? Apa? Aku tidak salah dengar kan? Dia
bilang apa? Papa? What the heck!
Ini Cuma mimpi kan? Seseorang tolong
bangunkanku dari mimpi buruk ini...
***
DO’s POV
Ahh.. pagi yang cerah untuk jiwa yang sepi.
Aku bersenandung kecil, sekalian curhat.
“Pagi Dioohh” sapa seseorang yang sangat ku
kenal suaranya.
Aku mendongakkan kepalaku dan mendapati sosok
Mello tengah tersenyum lebar ke arahku. Matanya yang seperti bulan sabit ketika
tersenyum itu membuatku gemas ingin mencubit pipinya.
“pagi Mell, tumben udah ke sini pagi-pagi,
biasanya kan nyiapin sarapan untuk pangeran tercinta” ejekku.
“hehehe, gak tau tuh tadi pak Kris udah
nelpon katanya udah bangun dan bikin sarapan sendiri, terus katanya aku boleh
cuti kerja sampai minggu depan” jelasnya.
Hah? Entah kenapa aku merasa ada sedikit
kebohongan dari ucapan pak Kris, “wih asik dong” aku tersenyum senang,
diam-diam aku bahagia.
“ya kok asik sih kan gak bisa ketemu dia”
Mello memanyunkan bibirnya.
“engg.. maksudnya asik bisa santai-santai
lagi, hehehe terus rencana kamu apa?”
“ya nggak tau Yo ntar liat keadaan deh, aku
dibolehin pulang kampung sih aku pulang lah”
“heh?! Malah ngobrol yang tidak penting!
Buruan kerja, malas-malasan aja jadi pelayan” bentak seseorang yang akhirnya
membuat kami terpaksa harus mengakhiri percakapan singkat kami.
“i..iya bu” sahutku yang langsung membubarkan
diri bersamaan dengan Mello yang kembali membersihkan makanan sisa
pengunjung. Bisa mati kalau membangkang.
Karirku yang mati.
Usai manajer pemasaran itu kembali ke dalam
ruang khususnya, Mello kembali mendekatiku.
“dia siapa?” tanya Mello penasaran.
“siapa? Wanita yang tadi negur kita?” aku
balik bertanya.
“yoi” bisiknya.
“ohh itu manajer pemasaran baru katanya sih
gantiin ibu kepala dapur yang cuti sementara waktu. Baru masuk ke sini hari
ini” jelasku.
“ohhh.. merakyat sekali ya” entah itu pujian
atau ejekan yang di lontarkannya.
“iya merakyatnya pas ada pak Kris” aku
tertawa tapi tiba-tiba tawaku berhenti seketika ketika aku melihat kalung yang
di pakai Mello.
“kalung baru Mell?” ditanya begitu mukanya
langsung merona malu.
Di keluarkannya bandul kalung berbentuk
kupu-kupu dari balik baju seragamnya.
“hehe, bagus gak?” tanyanya masih
mengelus-elus kalung itu.
“bagus kok, mahal ya” pujiku tulus.
“iya kali, ini kalung pemberian pak Kris, ini
yang mau kuceritakan tadi malam padamu” ia kembali tertersipu, “tapi pulsaku
lagi sekarat jadi gak jadi cerita deh. Maaf ya”
Hehe, gak di
ceritain juga gak apa-apa kok, kataku dalam hati. Kemarin bunga kemudian
kalung, besok-besok apa? Cincin pertunangan? Ahh.. aku benar-benar gak bisa
nebak apa yang udah Kris rencanain buat Mello. Ku harap ini gak seburuk yang ku
bayangkan. Batinku mencelos.
***
Jae’s POV
Siang-siang begini kalo lagi suntuk enaknya
nonton Spongebob sambil berleha-leha di kursi kebesaran. Kalau ada pacar sih
lebih enak lagi, hehehe. Efek jomblo.
Tiba-tiba ada seseorang yang langsung
menerobos masuk ke dalam ruanganku. Aku kaget dan buru-buru mematikan televisi.
“Woy bi” suara ngebass itu, siapa lagi kalau
bukan si babu Kris Alva .
“apaan sih bu bikin kaget aja” aniwei kami
terdengar seperti pasangan homo dengan panggilan kesayangan satu sama lain. Aku
tertawa dalam hati.
“kau ini malah enak-enakan minum” bentaknya
ketika dilihatnya aku kembali menyeruput kopiku.
Ia kelihatan sangat semrawut dengan muka di
tekuk begitu, “kalau mau kopi juga ya minta dong sama OB gak usah main
masuk-masuk ke ruangan kaya orang kesurupan” gerutuku.
“bukan itu biiii” ia mengerang frustasi kali
ini mukanya 2x terlihat lebih tua dari umur sebenarnya.
“kenapa lagi sih? Mello?” tebakku.
“kali ini lebih parah” suaranya kali ini
seperti sedang terluka.
“apa? Perusahaan orang tuamu bangkrut terus
orangtuamu kabur ke luar negeri dengan meninggalkan banyak hutang padamu? Atau
kau dituduh menghamili anak orang dan dipaksa buat nikahin anaknya?” tebakku
lagi.
“biii, bisa ngasih sedikit pertanyaan yang
lebih logis gak sih??!!” dia menatapku dengan pandangan ingin menerkamku
sekarang.
“ya apa dong?” aku jadi bingung.
“Miranda datang ke rumahku beberapa hari yang
lalu” dia meringis.
“hah? Miranda Kerr?” tatapku tak percaya.
“iyalah, siapa lagi” gerutunya dengan nada
yang terdengar menyedihkan.
Miranda? Ah jujur saja aku tak menyukai
kedatangannya, di saat ku lihat dia mencoba bangkit dari keterpurukannya dengan
melakukan pendekatan terhadap Mello kenapa dia muncul? Padahal Alva sudah mau
membuka hati dengan gadis lain.
“terus dia menginap di rumahmu?” aku mendadak
cerewet kalo soal ini.
“ya nggak lah, dia nginep di penthouse tapi
lebih sering menghabiskan waktu dengan menungguku di rumah sampai aku pulang
kerja” jelasnya.
“terus Mello gimana? Kau belum ngasih harapan
padanya kan?!” cecarku.
“telat bi telatt!! Aku bahkan sudah
memberikan kalung di hari ulang tahunnya” dia kembali mengacak rambutnya.
“tapi kau sudah tak mengharapkan Miranda lagi
kan?”
“tau ah bingung bi, Miranda..Mello..
sama-sama wanita.. sama-sama menarik dan sama-sama memusingkan, Mirandanya
ngarepin hubungan kami bakalan balik kaya dulu meskipun harus LDR, si Mello
udah terlanjur basah di kasih harapan” keluhnya, “bunuh aku aja bi bunuh aku
sekarang biar gak ada wanita yang ngejar-ngejar lagi” Alva mendadak melow.
Apa sih yang kau lakukan sampai semua wanita
tergila-gila padamu? Dosa apa sih sampai kau mencintai dua orang sekaligus
dalam waktu bersamaan? Jalan lurus berdua dengan Mello, wanita yang kau sayangi
dan kau niatkan akan menjadi wanita masa depanmu kini harus terhenti di tengah
jalan, tepatnya di persimpangan dengan seseorang yang kau cintai di masalalumu
kini sedang menghadangmu. Dramatis sekali!
“kalau membunuh itu legal di negara kita kau
adalah orang pertama yang kubunuh karena kau sudah memasuki peringkat kedua
yang membuatku pusing setelah pekerjaanku” kataku sarkastis.
Aku mendesah pelan. Kau terlalu laku apa
gimana sih Tuan Besar Kristanius Alva Stevano?
“sudah berapa hari dia di sini?”
“hmmm... lima harian kali” jawabnya dengan
tampang depresi.
“terus si Mello nggak kenapa-kenapa gitu liat
cewek di rumahmu?” tanyaku lagi.
“sayangnya dia masih belum tahu, aku
meliburkannya tepat setelah si Mira datang”
Aku menghembuskan napas pelan, “memangnya kau
lebih sayang siapa? Mello apa Miranda?”
“dua-duanya bi, kacau kalau ga ada salah satu
dari mereka sekarang.. harus gimana dong bi? Kepikiran terus tiap hari”
yaiyalah kepikiran tiap hari, maruk begitu.
Baru kulihat Alva sebingung ini, biasanya dia
selalu nemuin solusi jitu untuk seluruh masalahnya. Lagian dia juga maruk
banget jadi cowok masa mau dua-duanya.
“masalah nggak akan selesai kalau kau ngotot
pilih dua-duanya, mana ada cewek yang mau diduain. Coba pikirin lagi siapa yang
jadi prioritasmu sekarang” aku mencoba memberikan solusi dengan memberikan kata
kunci ‘sekarang’. Ayolah Alvaaa.. kau mengerti kan?! Jangan bilang gara-gara
masalah ini otakmu mengalami penyusutan dalam hal berpikir.
“istri Eyang Subur mau tuh, lebih dari dua
malah.. susah bi milih salah satu..serba salah” kali ini dia menangkupkan kedua
tangannya di belakang kepalanya.
“hmmm” aku hanya bisa diam sementara dia
keliatan berpikir.
“coba saja keluargaku membolehkanku beristri
dua” gumamnya.
“gak apa-apa bi beristri dua selama bisa
ngasih nafkah batin secara adil aja” kataku dengan suara tertahan karena ingin
tertawa.
“hih, geli ah dengernya..udah homoan aja
kita, ribet sama cewek”gerutunya.
“behahaha” akhirnya tawaku meledak juga,
Alva...Alva...
***
Miranda’s POV
“Alva...” sapaku ketika melihat Alva yang
baru datang kerja... ah.. ada banyak sekali yang harus kutanyakan padanya,
mengenai gadis itu...
“bisa kita bicara sebentar?” aku datang ke
arahnya sambil membantunya melonggarkan dasinya.
“boleh” jawabnya malas-malasan sambil duduk
di sofa dan langsung menyalakan televisi.
“aku mau bicara serius Alva” kataku yang
langsung mencondongkan tubuhku ke arahnya dan merebut remote televisi kemudian
mematikan layar datar itu, “kau kenal dengan gadis bernama Mello?”
Lama dia terdiam baru akhirnya menjawab,
“kenal kok, dia pekerja di cafeku” jelasnya.
Aku sudah merasakan ini dari awal aku bertemu
dengan gadis bernama Mello itu dan dari perubahan sikap Alva sekarang, ada
sesuatu antara mereka berdua.
“pekerja atau orang spesial di hatimu?”
selidikku, “kayaknya dia suka banget deh sama kamu”
“hahaha gak kok” sanggahnya.
Alva.. jangan mencoba membohongiku, apa kau
lupa dulu aku pernah mengenyam pendidikan kuliah di jurusan psikologi?
Bagaimana mungkin aku tak mengetahui semuanya? Jelas sekali aku menangkap sorot
kerinduan di matamu ketika aku menyebut namanya.
“jangan bohong Alva” keluhku. Ayolah...
“siapa yang bohong, kau mengenalnya darimana?”
dia berkelit lagi.
“aku kenal dia gak sengaja sewaktu dia mampir
ke sini nanyain kamu” kataku jujur.
Alva terdiam. Tubuhnya menegang. Kenapa? Kau
masih tak mau mengakuinya? Oh apa jangan-jangan kau sudah mencintai gadis itu?
“kenapa? Kau takut aku menyebut diriku calon
isterimu? Apa kau takut Carol menyebutmu papah di hadapannya?”
Dia hanya terdiam, “sepertinya janjimu yang
tak akan pernah melirik gadis lain itu tak berlaku lagi ya sekarang” sindirku.
Kau memikirkan gadis itu, Kristanius Alva Stevano....
Dia menghembuskan napas panjang, “ayolah
Miranda bisa tidak kita tidak membahas masalah ini? aku capek, mau istirahat”
kali ini menatap lurus ke arahku.
Tak terasa air mataku jatuh satu-satu dari
pelupuk mataku, “You changed” kataku dingin sambil meraih tasku dan berniat
untuk pulang.
“yes I did” sahutnya pelan.
***
Mello’s POV
Sudah
beberapa hari ini aku tak melihat Kris ge di cafe mana dia gak ngebolehin aku
mampir ke rumahnya lagi? emang kenapa sih? Tau gak aku lagi sakit? Tau gak aku
lagi terserang penyakit apa? Kata dokter sih istilah kerennya sih sakit kangen.
Aku udah
nyiapin kue-kue basah yang udah aku bikin khusus buat Kris. Biasanya kan dia
suka nyari camilan gitu ketika lembur.
Akhirnya ku
langkahkan kakiku menuju rumahnya. Ah lagi-lagi Lexus silver itu masih
terparkir dengan gagahnya. Siapa sih?
Akhir-akhir ini aku sering melihat mobil itu bolak balik ke rumah Kris.
Akhirnya
kuberanikan diriku melangkah memasuki pekarangan rumah Kris yang luas itu dan
mulai membunyikan bel.
“yes, wait
me..okay” sahut seseorang dari dalam.
Loh? Suara
cewek? Siapa sih? Bi Ina? Tapi kok aksen bulenya kental banget. Apa Kris yang
kena penyakit radang tenggorokan jadi suaranya tiba-tiba jadi kaya suara cewek
gitu?
Akhirnya
pintu pun terbuka dan aku terpana saaaangat lama begitu menyadari siapa yang
berada di depanku sekarang.
Gadis dengan
kulit cokelat eksotis dan rambut cokelat bergelombang. Tubuh yang tinggi dan
berlekuk bak gitar Spanyol dan bola mata biru itu kini tengah menatapku dengan
pandangan tajam. Aku merasa terintimidasi.
Dia...Miranda
Kerr...
Mungkin
sekarang harusnya aku langsung menghambur ke pelukannya dan meminta tanda
tangannya atau foto bareng untuk adikku Odult tapi hal ini kuurungkan begitu
saja. Kenapa? Sejak kapan Kris mengenal model ini? kenapa gadis ini bisa berada
dalam rumah Kris?
Di belakang
gadis itu tiba-tiba ada seorang bocah kecil yang memeluk kakinya dan
memanggilnya dengan sebutan “mama”
“ma ma ma...
pa pa” katanya terbata.
“kamu mau
main? Papa Alvanya kan masih di kantor sayang” jelasnya dalam bahasa Inggris
sederhana yang aku dapat mengartikan sendiri artinya.
Argghh. Apa
dia bilang? Papa Alva? Kenapa anak itu memanggilnya dengan sebutan Papa pada
Kris dan mama pada Miranda?
“huwaaaaa” lagi-lagi aku meringis, hatiku
terasa di iris-iris kalo ingat kejadian itu, mataku rasanya udah kaya bola golf
bengkaknya karena kebanyakan nangis, stok air mata juga udah habis. Aku
terjatuh dan tak bisa bangkit lagiii.. aku tenggelam dalam lautan luka dalam...
ya Tuhan sakit banget kalo ingat masalah itu.
“kak sabar kak, yang tabah ya” Odult dari
kemarin sibuk menenangkanku.
“gimana sih dek kamu gak ngerasain sih apa
yang aku rasain, sakit banget tau ga, gimana bisa dek aku jatuh cinta sama
orang yang udah punya anak” aku memeluk adikku sampai berderai airmata.
Kris punya anak? Kapan nikahnya? Ohiya aku
lupa sekarang kan banyak artis yang hidup dan punya anak bersama tanpa ikatan
suci yang di sebut pernikahan, terus si Kris juga begitu? Ih apasih yang aku
pikirkan, dia aja nganggap making love itu biasa, apalagi dalam dunia model,
lah aku? Aaaa wajar kan kalo dia punya anak. Sakitttt....
“kan namanya juga jatuh cinta kan gak harus
sama siapa, Raffi Ahmad aja bisa suka sama Yuni Shara” Odult masih berusaha menghiburku.
Oke kayak ucapan aku sama Bora waktu itu ya,
aku tarik lagi ucapanku, jatuh cinta itu harus sama orang single biar gak sakit
hati, jatuh cinta itu sama orang yang udah jelas statusnya masih single atau
udah menikah, ntar salah-salah pas udah cinta mati dianya malah bawa anak ke
hadapan kita. ;”(
“jatuh cinta itu menyenangkan tapi susah di
jalani” aku masih sibuk meratapi nasibku, sakit hati banget ini T.T kenapa aku
mesti jatuh cinta sama orang kaya? Pebisnis terkenal? Jelas-jelas orang kaya
macam Kris itu pasti nyari istri yang lebih berbobot, kalo gak artis ya model,
good looking pokoknya. Huhuhuu terus aku siapa? Cuma anak kampung yang nggak
punya apa-apa. Aku masih saja sibuk meratapi nasib sial yang menimpaku
sekarang.
“tapi kak si seksi Miranda Kerr itu setauku
belum punya anak” kata Odult. Apa-apaan sih kamu dek, kamu masih mau belain si
Miranda? Terus aja dek belain dia sekalian nikahin aja dia, lupain aja kakak,
percuma punya adik yang gak ngerti perasaan kakaknya. Mentang-mentang kakaknya
punya saingan berat si Miranda.
“au ah gelap gak mau denger nama Miranda
siapa sama cowoknya siapa tuh Kris ya lupa” kataku yang langsung menutup mukaku
dengan bantal. Nyessseeekkk <//3
Rasanya mau mati ajah, kalau aku nggak punya
siapa-siapa di dunia ini mungkin aku udah minum racun tikus dari kemarin.
**
Odult’s POV
Haduuuh kak Cuma patah hati sama orang yang
bukan pacarnya aja efeknya dahsyat begini sampai mengurung diri di kamar, nggak
mau makan lah, nggak mau mandi lah, yang dulunya jorok sekarang malah tambah
jorok, dekil lagi. Perasaan dulu waktu dia putus sama Beki baik-baik aja. Malah
sok jadi cewek paling bahagia pas Beki nikah kemarin.
“kak ayoo kak bangun bantuin kak Bora
beres-beres” kataku yang masih sibuk membujuki kak Mello.
Padahal aku kan niatnya juga mau bantuin kak
Bora bongkar-bongkar baju tapi nggak enak, masa di lihat kak Bora aku
nenteng-nenteng BH punyanya ka Mello buat dimasukin ke koper? Kan nggak lucu.
“kak, mau sampai kapan selimutan terus?
Bantuin kak Bora tuh” suruhku lagi, “daleman kak Mello juga masih belum di
angkat dari jemuran tuh”
“males” jawabnya dari balik selimutnya, “kamu
aja yang angkatin jemuran”
Lah? Masa aku yang ngangkat jemuran? Itu
jemuran kan sisanya tinggal daleman mama, kak Bora yang nginap di sini sama kak
Mello,”yah kakak masa aku yang ngangkat jemuran kan itu pakaian cewek semua,
ntar dikira tetangga aku yang pake BH-BH itu” protesku.
“bodo ah bodo, dibilangin nggak mau
kemana-mana juga, nggak mau balik ke sana juga” sungutnya.
Akhirnya kak Bora beranjak dari tempatnya dan
langsung menyingkap selimut kak Mello, “astaga Mello Cuma gara-gara patah hati
kau sampai mau resign dari semua tempat kerjamu? Bocah sekali!” bentak kak Bora
sementara kak Mello hanya terdiam dengan tubuh yang ditekuknya.
“kamu pikir duit itu jatuh dari langit apa?
Duit bisa datang hanya dengan menggali tanah pekarangan hah?! Ingat Mell orang
tuamu udah tua. Odult juga masih sibuk nabung buat kuliahnya nanti, dia juga
pengen kaya kamu kan bisa kuliah?! Siapa lagi yang bisa diandelin di keluarga
ini kalau bukan kamu? Wake up Mell!!” kak Bora masih sibuk menceramahi kak
Mello.
Di marahin begitu akhirnya kak Mello bangkit
juga, “terus aku harus ngapain lagi?!” dia mengucek-ngucek matanya.
“ya nggak apa-apa kalau resign dari rumah pak
Kris tapi aku mohon jangan lepasin jadi pekerja Cafe itu, emangnya nyari kerja
itu gampang apa?! Lagian kamu juga sibuk di rumah pak Kris kan mana sempet
ngelamar kerja abis lulus..”
Hmmm, kak Mello menghela napas panjang, “iya
sih lagian pak Kris udah lama nggak datang ke cafe itu” kataku menghibur diriku
sendiri dan berharap kalau aku nggak ketemu dia lagi.
“yaudah ayoo bantuin beres-beres, kasihan kerjaan
kamu ditinggalin cuti begitu” ajak kak Bora.
“nahkan ayo kak Mello semangat dong” aku
menyemangati, “ntar kalo ketemu sama kak Miranda Kerr titip salam ya” godaku.
“Oduulttt!!” bentak kak Bora dan kak Mello
bersamaan.
***
Mello’s POV
Selama perjalanan moodku sudah sedikit
membaik, seenggaknya sejak aku inget kalau akulah tulang punggung keluarga
selama ini.
“Ra, gimana ya caranya ngomong sama Kris
kalau aku mau berenti aja kerja jadi pembantu di rumahnya?” pandanganku
menerawang ke jalan.
“ketemuan lah” sarannya.
Tanganku yang dari tadi sibuk memutar-mutar
handphoneku kini mendadak berhenti,”big NOOO. Bisa mati perlahan aku kalau
ngomong lama-lama sama dia. Nyeseek ” protesku.
“ya gimana lagi. telp aja biar nggak ketemu”
sarannya lagi.
“ogah” bah, denger suaranya bikin hatiku
krenyes-krenyes. Kreeeek.
“sms berarti”
“wah kalau itu kurang greget, rencananya aku
mau ngomong banyak” protesku lagi.
“yaudah pake apalagi dong?!” Bora mendadak
hipertensi gara-gara di protes terus.
“ntar deh mikir dulu” kataku takut-takut dan
langsung memasangkan headset ke telingaku.
Aku yang memikirkan namun aku tak banyak
berharap
Kau membuat waktuku tersita dengan angan
tentangmu
Mencoba lupakan tapi ku tak bisa, mengapaaa,
begini~
Oh mungkin aku bermimpi, menginginkan dirimu
untuk ada di sini menemaniku.
Oh mungkinkah kau yang jadi, kekasih
sejatiku, semogaaaa tak sekedar harapku~
Rencananya aku mau nyanyi lagu kekasih sejati
buat Kris biar ngungkapin perasaanku selama ini, tapi suaraku nggak nyampe. Apa
lagu antara ada dan tiada aja ya?
Kan selalu, kurasa... hadirmu... antara ada
dan tiada...
Lah kok kaya setan ya? Astaga horor banget di
kata Kris setan apa ya-_-)a
“arrgghh tau ah nggak bisa nyanyi” gerutuku
depresi karena dengerin hasil rekamanku sendiri di handphone, niatnya romantis
malah nggak bisa. Ckck.
“kenapa?” tanya Bora yang dari tadi tertidur
di sebelahku kini terbangun karena gerutuanku sendiri.
“nggak denger apa suaraku tadi kayak banci
salon kebelet kawin gitu” gerutuku lagi. lah, yaiyalah dia nggak denger kan
dari tadi dia tidur, gimana sih Mello Mello...
Aku langsung menghempaskan tubuhku di kursi
penumpang dan menatap sekitarku dari balik jendela bus, di luar sedang gerimis
dan bus ini harus berhati-hati apalagi sekarang lagi lewatin gunung-gunung.
Jalan-jalan yang berkelok seperti ular dan gunung-gunung yang menjulang di
mahkotai pepohonan hijau.
Sayang di luar kan sedang gerimis jadi nggak
begitu jelas liatnya, aku benci hujan, nggak suka aja, hujan itu identik dengan
melow-melowan, sedih-sedihan, lagian kalau hujan juga nggak bisa pergi
kemana-mana kan? Aku benci sakit hati dan melow-melowan jadi aku juga benci
sama hujan. Hahaha. Pemikiran macam apa itu?!
Sekarang bus ini melewati perkebunan teh yang
berada di kaki gunung seluas mata memandang, aku masih mengintip dari bis itu.
“Stavano” sebuah kata tercetak jelas dari
kerimbunan tanaman teh yang dibentuk sedemikian rupa agar membentuk huruf itu.
Bah. Lagi-lagi Stavano, jadi bete. Buru-buru aku memejamkan mataku dan berharap
mataku nggak iritasi gara-gara nemuin tulisan itu di mana-mana.
***
Kris’s POV
“bi” panggilku ketika aku sudah selesai
mengerjakan beberapa berkas dari perusahaan.
“kenapa lagi?” tanya Jae yang masih sibuk
membaca koran, tumben, biasanya juga dia hobi nonton Spongeboob. Sorry Jae,
gara-gara masalah ini kau juga ikut kena imbasnya kan.
“bingung” keluhku.
“ya ya ya, kau terus mengulang-ngulang
kata-kata itu dari beberapa hari yang lalu sejak kedatangan Miranda dan
kepergian Mello yang tiba-tiba itu kan” gerutunya.
“iya bi” sahutku pelan, “mau gimana lagi bi,
kacau-kacau” aku mengacak rambutku.
Siapa sih prioritasku selama ini?? Mello?
Miranda? Rasanya tak adil kalau aku milih salah satu dari mereka, apalagi sejak
hilangnya Mello secara tiba-tiba ini aku jadi semakin stres.
Mello Mello, dimana sih?! Aku tak bisa
terus-terusan liat dia berpikiran yang tidak-tidak tentangku, jangan-jangan
Miranda ngomong macam-macam sama dia sampai dia hilang begini.
Arrrggh kenapa semuanya jadi kacau begini
sih?! Miranda juga terus-terusan mengungkit-ngungkit masalah Mello. Kenapa
semua cewek nggak ada yang ngerti posisiku sih? Egois semuanya.
“nggak nyoba nyari tau di mana keberadaan
Mello?” saran Jae.
“udah nyari tau ke cafe, ke rumahnya sama ke
rumah temennya tapi hasilnya nihil, mereka nggak ada, udah tanya juga alamat
rumah Mello sama kepala dapur tapi katanya rumahnya mereka sudah pindah dan
sampai sekarang Mello belum memberikan alamat rumah barunya kepada kepala
dapur” keluhku lagi. Great Mell! Pintar sekali kau menghilangkan jejak dan membiarkanku
pusing setengah mati mencarimu.
“Line? Kakaotalk? Sms? Wattsapp? We chat? Oh
telpon” tanya Jae lagi.
“belum nyoba sih” aku salah tingkah sendiri,
saking pusingnya aku lupa menghubunginya lewat jalan begituan, “tapi pasti dia
ganti nomor atau nggak aktifin itu” kelitku.
“ckckck..cakep-cakep kok bego” ejek Jae yang
langsung memainkan handphonenya dan menelpon seseorang, “iya, nggak ada yang
bisa di hubungi” katanya akhirnya.
Ia kan? Tak rugi kan lupa dengan fasilitas
yang ditawarkan smartphone, kalau orangnya tak bisa dihubungi, secanggih dan
sekeren apapun aplikasinya ya tetap aja nggak ada gunanya.
Mello, balik please. Rasanya sudah beberapa
kali aku memohon dengan orang-orang agar
bisa mencarimu di setiap sudut kota ini.
Jujur, aku tak mau kehilangan Mello, tapi aku
tak mau kehilangan Miranda setelah kedatangannya yang sudah kutunggu-tunggu
sekian lama ini. kalau di suruh memilih, aku masih bingung harus memilih salah
satu di antara mereka.
“siang” sapa seseorang yang langsung masuk ke
dalam ruanganku. Aku dan Jae menoleh bersamaan. Miranda! Great! Kau membuatku
makin pusing dan sadar kalau masalah yang aku pikirkan itu bukan Cuma khayalan
belaka tapi ini kenyataan.
“siang Miranda” sapa Jae, “wah ada yang bawa
makanan nih” godanya.
Aku diam saja dan kembali menyandarkan
tubuhku sambil memijit pangkal hidungku.
“ups, sepertinya aku datang di waktu yang
tidak tepat” Miranda melirikku sambil menaruh bekal makan siangku di meja.
“maksudnya?” tanya Jae.
“itu tuuh tuan Alva lagi sibuk mikirin
penjahat hatinya” aku masih diam.
Duuh Miranda kenapa kau jadi terlihat sangat
menyebalkan sekarang? Mana Miranda yang pengertian dulu? Pengertian karena
waktu itu kita tak pernah ada masalah?
“siapa?” tanya Jae lagi.
“siapa lagi kalau bukan gadis yang bernama
Mell......”
“Miranda please berhenti ngebahas Mello”
kataku to the point.
Dia merengut tak suka karena omongannya ku
potong “well, ok baiklah aku pergi” katanya yang langsung mengangkat kedua
tangannya dan berbalik meninggalkan ruangan kami.
“liatkan Jae? Semuanya tak ada yang bisa
mengerti posisiku” dia terus saja ngejudgeku seakan aku yang bersalah atau
nggak dia bakalan bilang kalau dia itu Cuma bikin kehancuran setelah aku
bahagia dengan Mello lah bla..bla..bla..
“kalau aku
mau pergi mungkin aku udah pergi dari kemarin-kemarin... tapi aku masih sayang
sama kamu, lagian kamu masih belum ngasih kepastian kan mau milih siapa?”kata Miranda waktu itu.
Memilih? Milih siapa? Persetan dengan piihan.
Persetan dengan komitmen menikah , kalau masalahnya terus-terusan berlanjut
tanpa ujung begini mungkin aku udah jadi bujangan seumur hidupku.
“kau tak
ingin mencari penggantiku?” tanyaku pada Miranda.
“pengganti?
Aku bahkan tak berniat memiliki lelaki lain setelah bertemu denganmu”
Nah.. kalau sudah begini aku harus mengatakan
apa? Tak ada yang bisa di salahkan dalam seluruh hubungan ini, aku tak bisa
menyalahkan Mello yang datang di hatiku, aku tak bisa menyalahkan Miranda yang
telah pergi tiba-tiba datang kembali dan mengajakku menjalin hubungan seperti
dulu lagi.
Lantas harus memilih siapa? Stay cool dengan
dua gadis di sisi? Atau ninggalin mereka berdua? tapi jujur aku masih belum
bisa menerima opsi kedua.
Kenapa pikiranku jadi random begini sih?
Kris...Alvaaaa....
“minum dulu deh bi, stres banget kayaknya”
suara Jae membuyarkan lamunanku.
**
Mello’s POV
Akhirnya aku balik juga ke kota ini.
buru-buru kuaktifkan handphoneku yang sudah teronggok beberapa hari di bawah
ranjang.
23 pesan Line dari DO dan 0 pesan Line dari
Kris. Hahaha apa sih yang kuharapkan dari dia? Dia mana inget sama aku, kan dia
udah punya anak begitu. Aku tertawa miris mengingat status Kris yang sudah
berganti dari single menjadi daddy itu.
Aku tersenyum pilu usai membalas pesan Line
dari DO dan menenangkannya yang ternyata sangat mengkhawatirkanku. Di luar juga
masih hujan dan mau nggak mau aku nggak bisa mampir ke rumah DO.
Ahh...mungkin ini saatnya aku mengirim VN
buat Kris, seenggaknya dia sadar kalau aku mau resign dari pekerjaanku.
Hahaha. Lagi-lagi aku tertawa miris. Udah tau
dia nggak peduli sama aku kenapa masih aja ngotot pengen ngirim beginian sama
dia. Mello Mello... udah gila ya kamu?
“pak..hmm.. sebelumnya saya minta maaf udah
ngilang beberapa hari ini.. saya lagi sibuk” sibuk menata hati maksudnya.
Sambungku dalam hati, “lagian kan bapak istrinya engg siapanya gitu pokoknya
udah datang kan pasti nggak akan kelaparan lagi kalau nggak ada saya” ok di
bagian ini aku berusaha mati-matian buat nggak nangis., “makasih ya pak udah
banyak banget ngasih bantuan buat aku, kayaknya aku mau ngundurin diri aja..
maaf kalau aku banyak salah, sekali lagi maafin aku ya pak” kataku yang
langsung mengirimkan VN padanya begitu aku selesai mengucapkannya.
Udah terkirim! Aku langsung harap-harao cemas
nungguin jawabannya. Jujur aku gugup, takut, bukan takut di larang resign tapi
takut dia bakal balas sesuatu yang nyakitin hatiku lagi.
Berbagai pemikiran buruk juga mulai
melingkupi otakku.
Mungkin Kris bakalan balas, “iya nggak
apa-apa, makasih ya udah mau bantuin aku selama dia nggak ada. Aku minta maaf
juga ya kalau ada salah :-)” tapiiii itu kemungkinannya 0,0005% dia bakalan
balas kayak gini, terlalu sopan untuk orang kayak dia.
Terus yang ukuran Kris yang kaya gimana dong?
Dia Cuma jawab, “oke” gitu doang? Bah kalau jawab seperti ini sudah kupastikan
aku akan minum racun tikus malam ini juga, tapi sebelumnya aku sudah mampir ke
rumahnya dengan menusukkan tembaga panas di bokongnya. Kejam sekali.
Tring. Ada notif Line..
Buru-buru aku berdoa dalam hati semoga kedua
opsi yang aku pikirkan tadi nggak ada yang bener, apalagi opsi yang kedua,
“Cilla macih beyum ingin mati teman-teman”
Dengan tangan bergetar aku memberanikan diri
untuk membuka pesan Line darinya..
Isinya...
“suaramu dibandingkan suara hujan masih
bagusan suara hujan ya”
Hanya itu pesan yang ia kirimkan padaku.
WHAAT??!! DIA DENGERIN SUARAKU APA DENGERIN
ISINYA SIH?!! MASA CUMA BALAS BEGITU? KOMENTARNYA BUAT MASALAH RESIGNKU APA
KABAR??!! TERUS STATUSKU INI MASIH JADI PEMBANTUNYA APA UDAH BERENTI??!!
FREAKK!! KRIS SIALAN!! AAAAAAAAAA..............
***
Hai..aku
kembali hehe-_-)/ tak ku kira bisa sepanjang ini, ada yang masih ngikutin nggak
sih? Aku waswas nggak ada seorang pun yang baca. Jangan jadi silent reader ya
ntar aku potek-_-
Udah sekian lama ga baca FF akhir nya baca lagi :D
BalasHapusDitunggu part selanjutnya, nice FF, sukasukasuka <3
WAH, ade'a kk yg jorok ini FF'a bagus jg... goodluck ya :)
BalasHapussblm bikin tp mandi dulu de, ga enk klo nnti ada fans dtg k'rmh eh msh jelek :D
wkwkwkw gila, gua ngakak malem malem. sumpah ini ff lawak banget wkwkwwk
BalasHapus