Author: Mei F.D
Cast :
·
Wu Yi Fan/ Kris EXO M as Kristanius A. S.
·
Mello as Priscilla N. Melody
·
Miranda Kerr (umurnya 26th ya di sini n__n)
·
Lee HyukJae as Jae
·
Do Kyungsoo as D.O
·
Oh Sehun as Odult
·
Yoon Bora as Bora
Length : multichapter
Genre : romance, drama, antara kocak dan ngenes ckck
PG : 15++
Dibaca dulu siapa tau suka, kalau gak suka baru tekan tombol
back^^. Klo ff ini dijamin udah tamat hehehe. Jgn lupa follow @meiokris :*
Miranda’s POV
Aku masih
mengingatnya. Tatapan dari mata hazelnya yang menusuk membuatku terpana sesaat
sebelum ia melepasku di Bandara Soetta hari ini.
Ia memelukku
erat seakan tak ingin menyisakan sedikit celah untuk kami berdua, dada kami
saling menempel dan aku dapat merasakan jantungnya berdetak kencang, dan ini
menyesakkan, membuat paru-paruku terasa sakit, perpisahan ini betul-betul
menyakitkan.
Ia mencium
aroma tubuhku, menelusupkan jari-jarinya ke sela-sela rambutku, ia mencium baunya
selama yang ia mampu. Begitupun denganku, berusaha untuk memejamkan mata,
merekam setiap jengkal tubuhnya dan menyimpannya dalam memori otakku. Akhirnya
kami sama-sama melepaskan diri dengan tangan yang masih bertautan.
“Miranda,
come on!” seru Ayahku.
Sekali lagi
ia tersenyum, sambil merapikan rambutku yang berantakan, “jaga diri baik-baik”
pintanya.
“kau juga
ya, kalau kau mau, kau bisa mencari gadis yang lain, aku takkan menyuruhmu
menungguku” suaraku tertahan ketika mengucapkan kalimat itu. Munafik. Mana ada
gadis yang rela melihat pria yang dicintainya berpaling darinya.
“aku akan
menunggumu di sini, aku takkan mencari gadis yang lain. I’m promise” janjinya.
Entah
kalimat yang meluncur dari bibirnya itu suatu ketulusan atau Cuma sekadar
bualan belaka, tapi setidaknya ini cukup membuat hatiku berdesir dan menghangat.
Yah, jalan
kami memang sudah berbeda sekarang, aku lebih memilih meneruskan karirku di
dunia model sedangkan dia harus berhenti karena memenuhi keinginan ayahnya
untuk meneruskan perusahaan dan bergabung sepenuhnya pada keluarga besar
Giovanni Stevano. Ah, selamat tinggal Alva.. akhirnya aku melemparkan sebuah
lambaian di hari itu, entah sampai kapan aku bisa melihat wajah itu lagi.
“Miranda?”seseorang datang dan menepuk
bahuku.
Aku menoleh, “Ron?” saat mendapati sosok yang
menemaniku setiap kali aku ada acara. Ron Smith.
Ia melirik ke arah tanganku yang ternyata
masih sibuk mencengkram erat ujung majalah Forbes yang baru saja kubeli tadi
pagi.
“kau kenapa?” tanyanya bingung melihat aksiku.
“tidak...umm...aku hanya sedikit gugup” aku
menggigit bibirku kecil, hal yang ku lakukan ketika aku sedang gugup, “kau tahu
kan..hmmm..yeah.. yah jadi model Victoria’s secret itu benar-benar memacu
adrenalin, dan aku gugup”
Hah, awalnya memang aku sedang gugup dengan
proyek besar yang akan ku jalani sekarang, jadi model Victoria’s secret, tapi
ketika aku menemukan sosok itu lagi di Forbes, rasa gugup itu pun menguap entah
kemana dan berganti dengan rasa rindu yang memuncak.
Seorang
putra taipan dari Indonesia kini menjadi orang ke-6 terkaya se Asia
Tenggara....
Kristanius
Alva Stevano yang bekerja di bidang perkebunan dan jasa makanan ini kita telah
berhasil menggeser kedudukan Chang, warga keturunan Cina yang berkutat di
bidang software komputer.....
Hanya itu berita yang aku tangkap dari
majalah ini, jariku fokus membelai permukaan kertas yang licin begitu mendapati
sosok yang ia rindukan sedang meraih suksesnya. Sudah hampir dua tahun lamanya
ia tak menjalin komunikasi denganku.
Awalnya kami masih sering berkirim e-mail,
tapi semenjak gosip yang menerpaku menjalin hubungan dengan Ron Smith, pemilik
hotel berbintang di kawasan Australia, ditambah dengan jadwal modelingku yang
padat membuat kami menjauh satu sama lain, dan tentu saja tanpa kata putus di
antara kami.
Aku masih di sini, masih sama dan masih
mencintainya...tapi kenapa ia hanya diam? Menungguku? Apa itu mungkin?
“Miranda....hey...” sapa Ron lagi.
“....hah..yeah?” sahutku gelagapan.
“high heelsmu menarik hari ini” pujinya
ketika memandang Stiletto Diamond Dreamku yang kukenakan, sepatu seharga 5M
(kalau di konversi ke dalam mata uang Indonesia) karya Stuart Weitzman ini
memang menjadi salah satu dari beberapa karyanya yang pantas masuk nominasi
sepatu termahal di dunia. Aku tersenyum simpul.
“ma ma ma” tiba-tiba seseorang datang dan
memeluk kakiku.
“Oh Carol...” aku baru menyadari malaikat
kecilku mampir ke lokasi pemotretanku, ia berjalan sangat lincah padahal
umurnya baru 1,5 tahun.
“hello my lil Carol” sapa Ron yang langsung
menggendongnya, Carol yang cepat akrab dengan orang lain langsung menghadiahi
ciuman bertubi-tubi padanya.
“basah” protes Ron yang langsung mengelap
pipinya dengan sapu tangan. Aku hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua.
“seriously, dia mirip sekali denganmu” Ron mengamati
wajah kami bergantian. Lagi-lagi aku hanya tertawa melihat tingkahnya.
“Charry” panggilku pada asistenku.
“yea?” sahutnya.
“setelah aku selesai pemotretan ini,
kosongkan semua jadwalku karena aku ingin liburan ke Indonesia” seruku yang
langsung di jawab dengan isyarat, kedua jempol Charry yang mengayun di udara.
“ow...ow.... jangan bilang kau mengajak Lil
Carol?!” protes Ron.
“tentu saja aku mengajaknya” aku tergelak.
Alva....tunggu aku..... batinku dalam hati...
***
Author’s POV
“happy Bday Mello, happy Bday Mello, kami
datang untuk Mello, happy Bday Mello~~~” terdengar nyanyian Bora di sela-sela
keributan yang ditimbulkan para pekerja di Stavano cafe hari ini. Mello ulang
tahun dan semua pelayan merayakannya di dapur Cafe, yah hanya kejutan sederhana
yang mampu membuat Mello kaget, semua ingat ulang tahunnya!
“nih kuenya, tiup lilin dulu dong baru make a
wish” suruh Bora yang menyodorkan kue tart kecil bikinannya. Mello mengangguk.
Ia meniup sebuah lilin yang bertengger di atasnya dan membuat permintaan.
semoga aku
cepat kaya, semoga aku bahagia, semoga nanti aku dapat suami orang kaya dan
ganteng, semoga nanti pas pacaran hubungan kami awet sampai menikah, semoga
nanti kami di karuniai anak yang cantik dan tampan, semoga kami bisa awet
sampai ajal memisahkan, eh engga ding, sampe kakek nenek dulu baru meninggal. Pintanya.
“lama amat sih Mell dibilang Cuma satu
permintaan” celetuk Bora.
Mello hanya nyengir kuda. “mumpung hari
spesial Ra”
“nih spesial buat Mello” kepala dapur
memberikan satu gelas Cappucino besar lengkap dengan 2 scoop es krim rasa
coklat di atasnya.
“halooo cappucinokuuu” sapa Mello bahagia.
“udah gede juga masiiih aja kelakuan kaya
bocah” celetuk Bora.
“nih khusus buat Mello” DO memberikan sebuah
kado mungil untuknya.
“apaan ini?” tanya Mello penasaran.
“buka aja” kata DO.
Mello buru-buru membuka kadonya, “aaaaa
thanks DO” serunya ketika melihat kado DO yang berisi gantungan kunci couple
berbentuk hati, “tapi aku kan gak punya pacar, ngapain di kasih beginian”
protesnya.
“nanti kalo punya pacar kan bisa di kasihin
sama pacarnya” sarannya.
“noh ada video dari Odul khusus buat kamu”
kata Bora yang langsung menyerahkan ponselnya pada Mello.
Mello terharu ketika melihat ayahibu beserta
adik lelaki satu-satunya mengucapkan selamat padanya hari ini.
“makasih Odult” gumam Mello sambil menyeka
airmatanya, kemudian pandangannya beralih ketika dilihatnya Kris masih dengan
baju kebesarannya yang tiba-tiba masuk ke ruang karyawan.
Mr.Limited
Editionku! Hai ganteng! Panggilnya
dalam hati.
Ah...ide bagus, batin Bora, “pak Kris ciyeee tumben jam
segini udah datang, pak kasih ucapan dong buat Mello, dia ulang tahun tuh,
nyanyi pak nyanyiiii” kata Bora yang langsung disambut dengan teriakan riuh
dari teman-temannya.
Aduuuuh,
gimana ini Kris mau nyanyi untukku...aaaa..kapan lagi bisa dengerin dia
nyanyi... jerit Mello
dalam hati. Sabar Mello sabar, belum tentu kan dia mau nyanyi.
“huh?!” Kris menatap Bora tak percaya,
tatapan angkuh itu muncul lagi.
Bernyanyi?
Untuk Mello? Di sini? Hah! Gak salah? Protesnya.
Tapi kalau tidak di turuti, bisa-bisa aku dicap yang tidak-tidak sama
pelayan-pelayan di sini.
Kris menatap wajah pelayannya satu persatu, bah, gadis bodoh itu bahkan hanya melongo
menatapku.
“gimana pak? Kali iniiii saja” pinta Bora
yang masih sibuk mendesak Kris.
Akhirnya Kris mengalah juga, di raihnya mic
di tangan Bora, “happy bday Mello, happy bday Mello...terus terus ulang sampai
habis” diserahkannya kembali mic itu kepada Bora yang mendapat serangan jantung
mendadak melihat aksi sadis dari Kris, “udah kan?” tanyanya.
Dilihatnya Bora masih saja terpana melihat
ulahnya sambil menerima mic yang diserahkan oleh Kris.
“buang-buang waktu” gerutu Kris yang langsung
berjalan menuju ke arah Mello.
Apa? Aku gak
salah denger kan? Kris nyanyi untukku? Dengan nada dan isi lagu yang
saaaaaangat gak ikhlas itu,aaaaa padahal aku sudah dibuat terbang tinggi karena
ia menyanyi untukku, tapi pas tau begitu... ah sudahlah... tembok mana temboook
rasanya aku pingin jedotin kepala aku biar lupa kalo Kris pernah nyanyi di
ulang tahunku. Jerit
Mello. Ia mendesah pelan.
Kris berjalan ke arah Mello yang berada di
samping kepala dapur, “tolong laporan keuangan bulan ini” pintanya pada kepala
dapur tanpa menatap sedikitpun ke arah Mello.
Kepala dapur langsung berlari ke sebuah loker
dan mengambilkan berkas-berkas yang diminta Kris, sementara itu Kris berada di
samping Mello yang masih tertunduk menahan perih hatinya karena lagu tidak
ikhlas dari Kris itu. Kris hanya menatap lurus ke depan dengan kedua tangan di
kantong celananya.
“ini pak” kata kepala dapur takut-takut.
Mell.. dosa
apa kau bisa suka sama makhluk yang tak punya perasaa ini? celetuk Bora.
Kasihan
Mello. Kali ini
batin DO yang berbicara.
“umm... ah.. itu tadi pak Kris sudah nyanyi
buat Mello, gimana Mell? Baguskan suaranya?” tanya Bora mencairkan suasana.
Mello hanya mengangguk pelan tanpa berani menatap Kris, hatinya hancur kali
ini.
“udah selesai pestanya? Pelanggan di luar
sudah banyak menunggu, lain kali kalo bikin pesta jangan di sini” sindir Kris
yang langsung berjalan keluar meninggalkan ruang karyawan.
“gi...gimana Mell? Mau di lanjutin gak
pestanya?” tanya Bora begitu menyadari perubahan raut wajah Mello.
“gak, makasih ya semuanya, aku ijin pulang
boleh gak? Gak enak badan” pintanya dengan senyum dipaksa. Matanya sudah
benar-benar terasa panas dan ia ingin menumpahkan segala kekesalannya di rumah.
-----------------DO’s POV----------------
Waah tumben hari ini banyak pelanggan, aku
membetulkan letak topi petku, gak biasanya juga pak Kris berkunjung ke sini, dia
dengan segala karisma, wibawa dan wajah tampannya itu benar-benar seperti
Pangeran di dunia bisnis.
“mas.. mas.. saya mau melamar pekerjaan di
sini” seseorang membuyarkan lamunanku. Siapa? Aku membelalakkan mataku melihat
gadis yang berada di dekatku, dia.... gadis yang menarik, hanya itu kata yang
bisa aku berikan padanya tapi dia sukses membuat tubuhku terasa membeku.
“hah?” tanyaku bingung, dia tadi ngomong apa
ya?
Lama aku mencerna perkataannya sampai
akhirnya aku mengingat kalau dia sedang ingin melamar pekerjaan, “oh, haha” aku
menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal itu, “mari saya antar bertemu tuan
muda, kebetulan pemiliknya sedang berkunjung” kataku sambil menyunggingkan
senyum terbaikku.
“terimakasih ya.....” katanya yang sepertinya
ragu untuk menyebutkan namaku, ah ya aku lupa mengenalkan diri.
“D.O panggil aja DO” kataku akhirnya sambil
mengantarkannya pada atasanku.
Akhirnya kami sampai juga pada ruangan khusus
buat atasan kami, yah ruangan yang berbatasan dengan kaca yang menghubungkan
langsung dengan dunia luar, kau bisa melihat taman di sana. Itu dia atasanku,
sedang memandang ke luar tanpa menyadari kedatangan kami, sementara aku melirik
ke arah gadis yang sepertinya gugup itu.
“Tuan Kris” panggilku sesopan mungkin sampai
akhirnya dia menoleh.
Dia hanya menunjukkan wajah datarnya tanpa
ekspresi itu, tapi sanggup membuat wanita manapun membeku, diam-diam aku
melirik gadis di sebelahku, sama aja, dia tak ada bedanya dengan puluhan gadis
yang menatap Kris dengan pandangan terpesona, kagum dan mendamba.
“Pak, ini mau melamar kerja” kataku yang
langsung mengantarkan gadis ini dan kemudian pamit, meninggalkannya berduaan
dengan pak Kris.
**
“DO, aku mau jujur sama kamu” kata Mello,
gadis yang sudah ku dekati semenjak dia mulai bekerja di sini sebagai pelayan,
dia gadis berkepribadian menarik, sikapnya yang gampang akrab dengan orang lain
membuatku jatuh hati padanya.
“mau jujur apa?” tanyaku.
“aku lagi suka seseorang” katanya malu-malu.
“suka siapa? Pak Kris?” godaku sok tau
padahal dalam hati aku berharap akulah yang dia suka mengingat dia tak pernah
dekat dengan lelaki lain, apalagi pas dia menyampaikan status singlenya selama
hampir satu tahun itu.
Ia mengangguk, “iya... iyaaa aku suka banget
sama dia”
Hmmm... aku berdehem pelan, hatiku mulai
terasa nyeri. Gadisku menyukai orang lain.
“emangnya kamu gak illfeel gitu sama
kelakuannya yang dingin itu?” tanyaku lagi.
“enggak kok, aku yakin dia baik, aku suka dia
udah lama loh”
Sudah sering aku mendengar curhatan dari para
gadis-gadis yang baru melamar kerja di sini, mereka jatuh cinta dengan pak Kris
tapi akhirnya mereka sadar kalau pak Kris benar-benar orang yang berhati dingin
dan cuek hingga mereka mundur teratur walau masih saja memuja pak Kris dengan
ketampanannya, tapi kali ini, lain dengan Mello, reaksi tubuhku berbeda,
aku...merasa cemburu.
Dan sejak saat itu dia mulai curhat denganku
mengenai ketertarikannya dengan pak Kris........
Kadang ia menangis karena sikap pak Kris yang
terbiasa berbicara cuek dan menyakiti perasaan pegawainya, terlebih dengannya
yang selalu berpikir bagaimana caranya bisa dekat dengan pak Kris. Kenapa?
Kenapa kau mau menangis karenanya?
Aku pernah menanyakan itu padanya, kenapa
juga dia tak menyukai lelaki yang bisa bersikap ramah dengannya?
Dia hanya tersenyum dan menjawab, “namanya
juga jatuh cinta gak bisa milih kan mau suka yang mana?” balasnya bertanya,
“cowok baik terlalu mainstream makanya aku mencoba terobosan baru dengan
menyukai cowok yang super duper nyebelin kaya Pak Kris”
*
“malam ini nyanyi Korea ya? Banyak yang
request tuh” kata pemilik cafe tempatku bekerja. Aku hanya mengangguk
mengiyakan.
“malam ini mau nyanyi lagu Baby,Don’t Cry
dari Boyband Korea EXO, pasti udah pada tau kan?” kataku yang menghibur para
pengunjung cafe yang di dominasi oleh para remaja SMP, mungkin habis pesta
kelulusan.
“lagu ini didedikasikan buat para pengunjung
cafe” dan untuk Mello, gadisku di sana, sambungku dalam hati “listen it...”
deoneun mangseoriji ma jebal
nae simjangeul geodu-eo ga
geurae nalkaro-ul surok joha
dalbit jochado
nuneul gameun bam
na anin dareun namja yeot damyeon
huigeuk ane han gujeori eotdeo ramyeon
neoye geu sarang gwa
bakkun sangcheo modu taewo beoryeo
* Baby don't cry tonight
eodumi geochigo namyeon
Baby don't cry tonight
eobseot deon iri doel geoya
mulgeo pumi doeneun geoseun nega aniya
kkeutnae mollaya haet deon
so Baby don't cry cry
nae sarangi neol jikil teni
ojik seororeul hyanghae inneun
unmyeongeul jugo bada
eotgallil su bakke eomneun geu mankeum deo
saranghae sseumeul nan ara
When you smile, sun shines eoneoran teuren
chae
mot dameul challan
oh on mame pado chyeo buseo jyeo naeri janha
oh
Baby don't cry tonight
pokpungi morachi neun bam (haneuri muneojil
deut)
Baby don't cry tonight
jogeumeun eoulli janha
nunmul boda challanhi bitna neun i sun gan
neoreul bonaeya haet deon (yeah...)
So Baby don't cry cry So Baby don't cry
(don't cry)
cry (cry)
nae sarangi gi-eok doel teni
**
“hmmm...”
aku melihat Mello menatap seragam pelayannya dan menggaruk-garuk kepalanya,”huwaaaaaa”
“kenapa
sih Mell?” tanyaku yang membuatnya menghentikan aksinya.
“aahhh
DO...” dia berjalan menghampiriku.
“kenapa?”
tanyaku.
“Yo...”
“ada
masalah?” tanyaku lagi.
“Yo,
DO..”
“apa
apa?” apaan sih Mello?
“Yo,
DO, De I O, Dioooooo” dia memanggil namaku dengan berbagai ejaan.
“apa
Mello??” aku makin bingung.
“kayaknya
umurku kerja di sini bakalan lebih pendek deh” dia kembali curhat padaku,
maksudnya?
“maksud kamu apa Mell? Kok ngomong gitu?” aku
penasaran di buatnya. Tapi dia tak menyahut, hanya melongo menatapku, aku jadi
salah tingkah sendiri dan mengecek seragamku, kalau-kalau ada yang salah dengan
penampilanku. Tidak ada.
“hoy..hoy Mello” sapaku lagi karena ia tak
juga menjawab pertanyaanku.
“engg.. kayaknya aku lagi gak enak badan deh
DO, jadi ngelantur gini kan. Aku bisa ijin pulang duluan kan?”
“ya ya ya, pamit sama kepala dapur sana”
suruhku.
Mello...Mello... kau bisa membuatku gila
lama-lama kalau bersikap seperti ini padaku, aku menatap Mello yang berjalan
membelakangiku.
**
3
hari kemudian...
Ini sudah kesekian kalinya dari
tiga hari yang lalu semenjak ia bisa mengajak berbicara Pak Kris ia jadi
bertingkah aneh begini, dan apa yang membuat Pak Kris menanyai riwayat hidup
Mello pada kepala dapur? Mungkinkah......
“Baby don’t cry, tonight..”
godaku pada Mello yang masih melongo menatap orang-orang dengan pandangan
kosong.
“apaan sih DO?” dia mengacak
rambutnya frustasi. Lah? Kenapa lagi?
“kamu kayaknya stres banget deh” kataku, “kerja
aja kaya mayat hidup, gak ada gairah sampe temen-temen yang niatnya mau godain
kamu ngurungin niat mereka” kamu kenapa sih Mello???
“ah
bodo lah sama mereka” dia memajukan bibirnya tanda kesal.
“eh harusnya kamu bahagia dong di ajak dinner
bareng sama atasan sendiri, berduaan lagi” yah....aku baru saja mendengar
ini... riwayat hidup? Dinner bareng? Pak Kris? Ada sedikit perasaan terluka di
sini..
“iyalah undangan makan malam berdua sama pak
Kris itu semacam undangan pengambilan surat pemutusan hubungan kerja” keluhnya.
“pothink dong Mell kan belum tau
kebenarannya” hiburku, yah, aku juga harus berpikir positif kan kalau pak Kris
takkan menjadikan Mello istrinya secara tiba-tiba hanya karena perkenalan
singkat itu.
“pothink apaan?” tanyanya bingung. Astaga
gadis polosku.
“positif thinking Melloooo” jelasku gemas.
Dia terdiam.
“di cafe mana tadi?”
“di cafe Pink Mell, jam 7 malam, mau
kuantar?” tawarku, mumpung malam ini aku juga ada kerjaan di cafe sebelah jadi
sekalian kan?
“boleh, lagian aku gak tau tempatnya dimana,
harus pakai dress?” tanyanya kikuk.
“hmmm gak ada suruhan pake dress sih. Tapi
kalau kau mau kita bisa berangkat sekarang deh buat beli dress di sini” tawarku
lagi,uangku cukup kok untuk membelikannya sehelai dress, setidaknya setiap dia
menatap dress itu dia bisa mengingatku.
Dia mendesah pelan, “gak usah deh. Kalo emang
bener di PHK kan ntar bisa-bisa aku benci sama dress itu”
“apa hubungannya di PHK sama benci dengan
dress?” tanyaku tak mengerti.
“nggg itu loh kan di PHK, terus terus aku gak
kerja lagi, terus mau jalan, liat baju eh ngeliat dress itu kan jadi keinget
sama kejadian PHK itu” jelasnya. Ohh, aku pikir dia bakalan membenciku.
Buru-buru ku lirik arlojiku. “udah keburu
malam nih, yaudah buruan ganti baju ntar kita telat gara-gara macet dan pak
Kris gak suka nunggu terlalu lama” ajakku.
Yah, di dalam mobil kami lebih banyak diam,
aku bingung harus memulai pembicaraan seperti apa. Biasanya Mello yang selalu
mengajakku berbicara kalau tidak ada topik seperti ini.
Diam-diam aku meliriknya, gadisku yang manis
apa kau mau pergi menemui pak Kris dengan rambut yang masih terkuncir dua itu?
Desahku pelan.
“makasih ya DO” katanya yang lagi sibuk
nurunin sabuk pengamannya ketika kami sudah sampai di depan cafe yang di maksud
pak Kris
“eh tunggu dulu” aku menghentikan gerakannya
yang ingin membuka pintu mobil.
Aku membalikkan badannya. Merapikan poninya
dengan sebelah tangannya sementara sebelah tangannya yang lain melepas ikat
rambutnya dan membiarkan rambut panjang bergelombangnya tergerai, aroma sampo
yang biasa ia pakai pun langsung masuk mengisi paru-parunya, aku menyukainya...
terakhir aku menyematkan jepit rambut yang kubeli khusus untuknya di sisi
rambutnya, “nah kan begini lebih baik” pujiku tulus. Kau cantik Mell...
Aku menepuk-nepuk pundaknya, “fighting Mell”
kataku sebelum ia turun.
Ia hanya mengangguk dan melambaikan tangannya
ketika aku memalingkan mobil. Mello, tidakkah hatimu sedikit berdesir begitu
aku menyentuhmu tadi?
**
Hari ini Mello sidang skripsi, aku mau
menemuinya tapi dia ijin cuti dari dua hari yang lalu, akhirnya aku mengirimkan
foto selcaku sambil memegang balon.
Setelah pesanku terkirim tiba-tiba dia
menelponku.
“halo?” sapaku
“DO! Makasih ya udah ngirimin aku foto.
Muaaah muaaaah” dia langsung menghadiahiku ciuman bertubi-tubi. Aku terkekeh
pelan.
“eiittsss... awas rusak hapenya kena cium..
semangat ya” kataku sambil tertawa.
Dia terkekeh, “kamu tuh orang pertama temen
aku yang nyemangatin aku pagi ini, except keluargaku yaaa” katanya.
“iyaaa” sahutku, benarkah? Aku benar-benar
merasa bahagia saat mendengar ini. kukira aku orang ke sekian yang
mengucapkannya padanya.
“ngomong-ngomong, fotonya ganteng” pujinya.
Aku tersipu, “jangan liat orangnya, liat
balonnya dong” protesku sambil menutupi kegugupanku.
“iyaaa...iyaaa... engg.. aku pergi dulu yaa
takut telat” pamitnya.
“yooo hati-hati di jalan” kataku yang
langsung menutup telepon.
Aku langsung merebahkan diri di kasurku dan
tersenyum senang, ahh Melloku...kenapa hidupku benar-benar terasa menyenangkan
saat kau berbicara denganku.
Aku larut dalam lamunanku sampai hapeku
kembali berbunyi. Mello? Ada apa lagi?
“halo Mell” sapaku.
“makasih ya udah ngirimin aku bunga, bagus
loh bunganya, harum lagi” katanya.
Bunga? Bunga apa?
“hah? Maksudnya apa Mell? Bunga apa?” tanyaku
bingung.
“loh... kamu kan yang ngirimin aku bunga?”
“.....” aku tak menjawab, hatiku terasa
berdenyut... bunga? Mungkinkah dari pak Kris? Siapa lagi orang yang sanggup
membeli bunga mahal kalau bukan dia?
“DO? Iyakan?” tanyanya memastikan.
“bukan aku kok. Serius, uangku mana cukup
buat beli bunga mahal” kataku jujur.
”oh gitu, yaudah deh maaf ya udah ganggu”
katanya.
Aku hanya menjawab dengan erangan pelan,
“iya”
“................................”
**
Yah, ku pikir hariku akan sangat menyedihkan
untuk ke depannya, kedekatan Mello dengan pak Kris di luar jam kerja
benar-benar membuat hatiku sakit, aku bahkan tak tahu apa yang dilakukan pak
Kris padanya hingga malam itu... Mello menginap di rumahnya.
Kau tahu rasanya gadis yang kau cintai itu
ternyata malam itu menginap di rumah lelaki yang disukainya? Kau tahu rasanya
ketika mendengar berita itu rasanya aku ingin datang ke kantor pak Kris dan
meremukkan tulang-tulangnya. Aku terbakar cemburu.
Hari ini Mello ulang tahun, aku sudah
menyiapkan kado istimewaku untuknya yeah, dia bahagia ketika aku memberikan
gantungan kunci itu. Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya pak Kris datang
dan mengacaukan semuanya, Melloku.. Melloku terlihat sangat sedih dengan
tindakan yang dilakukan oleh pak Kris, benar-benar lelaki yang tidak punya
perasaan.
Yeah, dia tak merasakan kesedihan yang
dirasakan Mello karena dia tak mencintai Mello!
Aku merebahkan diriku da menatap
langit-langit kamarku, Mello... kau di mana? Masihkah kau menyiapkan makan
malam di rumah lelaki yang senantiasa menyakiti hatimu itu? Tidak bisakah kau
memandang ke arah seseorang yang lebih memedulikan dan menyayangimu?
Jatuh cinta itu rumit.....
Baru saja aku ingin memejamkan kedua mataku,
ponselku berbunyi dan aku menemukan nama Mello di sana.
“halo, Mell... ada apa?” aku langsung bangkit
dari tempat tidurku, “kamu gak papa kan?”
“iyaaaa... aku lagi bahagia sekarang”
Mello? Bahagia? Kenapa?
“hahaha baguslah, bahagia kenapa?” tanyaku
turut senang.
“.................”
“haha....selamat....iya... bye...” kataku
yang langsung memutuskan sambungan teleponku. Mello? Kris? Hah, itu tidak
terdengar seperti berita yang mengenakkan di telingaku. Batinku sambil
memejamkan mataku.
Mungkin, dia benar-benar orang yang tepat
untukmu Mel, berjuanglah....
***
Author’s POV
Kris memperhatikan gerak gerik Mello yang
daritadi sibuk mengaduk-aduk makanannya tanpa menyuapkannya ke dalam mulutnya.
“kalo malas makan gak usah masak buat dua
orang, buang-buang duit” pancing Kris, biasanya kalau di bentak gini dia
bakalan balas marah-marah sambil menggembungkan kedua pipi tembemnya itu.
Mello tak menyahut, ia hanya mengaduk-aduk
makanannya tanpa sedikit pun menatap Kris.
Kenapa nih
bocah? batin Kris. Biasanya tiap makan malam dia selalu heboh
dengan mulut bawelnya itu.
Kris menatap Mello tajam, ia kemudian
beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan mendekati Mello.
Di dongakkannya wajah Mello dan mereka saling
menatap satu sama lain, Kris dapat melihat dengan jelas raut terluka dari
wajahnya, kedua mata Mello berkaca-kaca.. menatap Kris semakin membuat hatinya
terasa hancur.
Mau apa lagi,
Kris? Batin Mello mengeluh, ia lelah.
Akhirnya Mello tak tahan lagi, butiran kristal bening itu akhirnya jatuh dari
pelupuk matanya, meluncur dengan bebasnya menuruni pipinya.
Kris tak berkomentar apa-apa selain menarik
Mello ke sofa dan mendudukkannya di sana, “cengeng” ejeknya yang langsung
meninggalkan Mello ke kamarnya.
Sementara itu Mello masih sibuk menguasai
dirinya Kris kembali dengan sesuatu di tangannya. Mello menunduk, baru kali ini
ia benar-benar merasa sakit hati Cuma karena nyanyian Kris pas ulang tahunnya.
Tiba-tiba ia merasakan aroma Kris semakin
keras tercium oleh hidungnya dan memenuhi rongga dadanya, ya.. Kris datang
menghampirinya dan mencondongkan tubuhnya ke arah Mello.
Mello menahan napas, aroma mint yang menguar
dari tubuh Kris benar-benar memabukkan, apa yang Kris lakukan? Mello terdiam
membeku sementara tubuhnya terasa kaku.
Mello menutup matanya perlahan, ,
dirasakannya Kris yang melepas ikat rambutnya dan membiarkan rambutnya
tergerai, di sampirkannya rambut Mello ke sebelah kanan dan membiarkan leher
Mello di sebelah kiri terekspos dengan jelas.
Wajah Kris semakin dekat dengan kupingnya dan
ia bisa merasakan deru napas Kris di lehernya, membuatnya merinding dan semakin
menahan napasnya. Baru pertama ia merasa dekat sekali dengan Kris.
“happy birthday Mello” bisiknya tepat di
telinga Mello dengan bibir yang nyaris menyentuh kupingnya, ini membuat bulu
kuduknya berdiri.
Detik berikutnya ia merasakan tangan Kris
yang melingkari lehernya dan memasangkan sesuatu di lehernya.
“hadiah ulang tahunmu, jangan nangis lagi,
jelek” bisiknya.
Dalam keadaan bingung dan kaget dengan
perilaku Kris, Mello pun mulai membuka kedua belah matanya yang tertutup dan
mulai memberanikan diri menatap benda yang sekarang tergantung di lehernya...
Seuntai kalung emas putih dengan bandul
berbentuk kupu-kupu yang di dalamnya di penuhi berlian-berlian kecil itu
benar-benar terlihat menarik di lehernya.
Kris menjauhkan tubuhnya dari Mello dan
mencubit pipi Mello perlahan, “jaga baik-baik kalungnya ya, mbem....”
Sementara itu Mello masih diam membisu, ini
benar-benar di luar dugaan, jantungnya mungkin sudah kehilangan katup-katupnya
karena terlalu banyak memompa darah, tubuhnya terasa lunglai dan ia tak sanggup
menggerakkan anggota tubuhnya.
Bibirnya terasa di jahit, untuk mengucapkan
terima kasih pun ia tak sanggup, entah hari ini terlalu banyak kejutan yang ia
dapatkan dari Mr.Limited Editionnya yang membuatnya lupa bagaimana caranya
bernapas, lelaki yang di cintainya ini benar-benar berbeda............
**
Kris’s POV
Hah... mataku tak henti-hentinya menatap
langit-langit kamar. apasih yang kupikirkan dari tadi? sudah beberapa hari ini
aku memberikan harapan pada gadis itu.
Kutekan dadaku pelan, yah getar itu jelas
masih ada dan terasa, sama dengan getar yang kurasakan terhadap orang yang ku
cintai beberapa tahun lalu.
Kalau di tanya soal perasaan, suka atau tidak
suka aku masih belum bisa memastikannya. Tau yang namanya kebiasaan? Entah rasa
suka, sayang, atau bahkan cinta aku tak tahu, yang jelas hidupku sudah sangat
terbiasa dengan kehadiran Mello di sisiku.
Dia datang dengan kurang ajarnya dan menjadi
keping puzzle di hatiku dan mulai menggeser kedudukan keping puzzle yang lain,
walaupun ia sedang marah padaku atau membuang muka ketika memandangku itu lebih
baik dari pada aku tak melihatnya sama sekali. Asalkan dia masih berada dalam
jangkauan mataku aku sudah merasa aman, kalau tidak bisa melihatnya sama
sekali, aku merasa gila.
Mello dan Miranda, dua nama yang mengisi
hatiku pada jaman yang berbeda namun sama-sama memberikan efek luar biasa pada
hatiku, mungkin aku terkena kutukan huruf M? Apa lagi hal buruk yang ku alami
nanti selain mencintai dua orang sekaligus? Terjebak skandal Making love?
Atau... Menikah?
Melihat hubunganku dengan Mello selama ini
akhirnya membuat pertahanan diriku jebol juga. Perlahan tapi pasti ia mulai
mengikis pintu hatiku dan akhirnya membuat sebuah lubang kecil untuknya...
Dan untuk Miranda.... apa hubungan kita harus
berakhir? Tapi... mendengar namamu di sebut saja masih memberikan efek maha
dashyat pada hatiku, kemudian aku terhenyak dan kembali ke dalam masalaluku...
mimpiku.. sedangkan Mello? Ah diam-diam menghanyutkan, hadirnya di mimpi kadang
tak terasa, hanya muncul sekelebat tapi begitu aku melihatnya.. aku selalu
merasa de javu.
Mengenai kalung itu, entah kenapa hatiku
tergerak untuk membelikannya saat aku tahu dia ulang tahun di cafe siang itu...
“aku pulang
dulu” pamitnya.
“oke”
kataku, tapi begitu Mello berbalik, aku malah menahan tangannya.
“a..apa?”
tanyanya gugup.
“kalo butuh
duit langsung minta ke sini aja, jangan sampai aku tiba-tiba melihat kalungmu
itu terpajang di etalase perhiasan. Kalo sampe terjual maka aku takkan
segan-segan membenamkan kepalamu itu ke neraka” ancamku.
Ia hanya
mengangguk-angguk kesal, “ih memangnya aku cewek nggak tau diri banget apa
sampai nggak bisa jaga pemberian orang” gerutunya.
Diam-diam aku tersenyum. Mungkin ini tidak
adil bagi hidupnya karena aku masih saja sering membentaknya, tapi di luar
semua itu, aku masih memperhatikannya, bandul berbentuk kupu-kupu itu
melambangkan dirinya.
Dia
datang menemuiku sebagai ulat, ulat yang ku anggap benar-benar mengganggu
hidupku, tapi ia berjalan pelan dan tanpa kusadari sudah menggerogoti hatiku
perlahan dan sampai saat ini ia bukanlah seekor ulat lagi, tapi kupu-kupu yang
cantik dan... bebas.. bebas karena aku tak ingin mengekangnya.
Entah aku bahkan tak tahu tindakanku
selanjutnya, apa aku harus benar-benar melupakan Miranda dan membuka lembaran
baru dengan menjadikan Mello kekasihku?
Maafkan aku yang meninggalkanmu
Ketika rasa kita membeku
Seiring waktu berduka
Pernah ku mencoba untuk melupakanmu
Tetapi yang terjadi hanyalah ku tak bisa
lupakanmu
Mencintaimu membunuh keangkuhanku
Kehadiranmu membius hatiku
Ajari aku hapuskan mimpi burukku
Mungkinkah dirimu cintaku selamanya
Pernahku mencoba tuk melupakanmu
Tetapi kau selalu di sisiku, di sisiku, di
sisiku.
-the fly-
***
Hallo
readers siapa saja yang membaca ffku, ada yang bersedia jadi pacarnya Kris di
sini? Kkkk jujur aku naik darah sendiri sama tokoh Kris di sini(?). makasih
yaaa udah baca *tebar lope*
thor, kalau gua mau jadi pacarnya Mello saja. heheheheh *digampar DO featuring Kris*
BalasHapus